Puisi

Akhir yang Tidak Berakhir

Sementara waktu terus bergulir. Akhirnya, musim penghujan telah habis masanya mengalir

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Istimewa

Sementara waktu terus bergulir.

Akhirnya, musim penghujan telah habis masanya mengalir.

Digantikan kemarau yang terik dan panas semilir.


Sementara bumi terus berotasi.

Akhirnya satu persatu bintang mati.

Meninggalkan angkasa yang gelap, tapi masih memiliki arti.


Sementara jauh kembali kedalam bumi yang tak terjangkau jarak dan masanya, masih bergumul searus ombak yang kesana kemari terus berputar.

Bolak-balik menghampiri tepi pantai, menyapu setitik pasir yang kemudian mencipta pola-pola yang sama tak memiliki arti.

Terus berombak didalam kepala, memikirkan segala segala hal yang terjadi sudah terlampau silam, tetapi iramanya masih terasa seperti baru detik kemarin.


180 menit pada penghujan,

bersamaan dengan irama tetesnya yang setia menghidupi nyawa-nyawa di bumi.

Sampai pada kemarau pun,

iramanya masih terdengar seperti baru berlalu kemarin.


Sudah kusut.

Terombang ambing di atas kapal yang mengarung jauh masuk kedalam sanubari.

Terus terbawa arus yang menuju pemikiran-pemikiran pada penghujan yang penuh memori.

Sampai mau meledak kapasitasnya, bergemuruh lantang ingin mengulang lagi.

Sambil memaki waktu yang terus-terus bergulir, memaksanya berpindah pada kemarau yang tidak seperti penghujan yang memberikan irama menenangkan.


Kemarau dibenci lalu dimaki dan dicaci seperti hadirnya tak diingini oleh manusia dan penduduk bumi, yang tidak mampu menahan cerianya matahari bersinar, yang merenggut basah-basah yang ada untuk menghidupi bumi.

Menyerap semua tirta yang kemarin lusa terasa menyejukkan,

Meninggalkan bekas retak pada tanah yang menganga.


Pada akhirnya,

Bumi masih terus berotasi

Tak peduli seberapa inginnya kau ingin mengulang waktu kembali.


Pada akhirnya,

Penghujan akan tetap pergi

Walau kau lantang tak ingin menyambut kemarau yang kau benci.


Pada akhirnya,

Ada kisah yang dipaksa selesai dengan memori penghujan yang terus-terusan ikut serta mendampingi.


Ditulis oleh Nanda Billah Aliffia, mahasiswa Teknik Hasil Pertanian, Faperta 2018. 




Kolom Komentar

Share this article