Press Release

Pernyataan Sikap Himagrotek atas Keputusan Impor Beras di tengah Panen Raya

Press Release Himagrotek terhadap impor beras.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek) Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul menilai, kebijakan impor beras sangat bertolak belakang dengan visi besar Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan swasembada, kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Menanggapi hal tersebut, kami menyampaikan pernyataan sikap untuk menolak kebijakan impor beras dengan membuat video pernyataan sikap di persawahan petani yang berada di Desa Kerta Buana pada Sabtu (10/4) lalu.

Ketua Umum Himagrotek, Renaldi Saputra menolak kebijakan impor beras yang diambil oleh pemerintah Indonesia dengan alasan yang tidak jelas. Terlebih ketika beras lokal sedang melimpah karena memasuki panen raya di berbagai sentra produksi. Beberapa poin pernyataan sikap Himagrotek sebagai berikut :

1. Mendesak pemerintah pusat untuk tidak melakukan impor beras dan memaksimalkan penyerapan dari dalam negeri.

2. Menuntut adanya transparansi rencana alokasi impor beras.

3. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas produksi hasil pertanian yang berkelanjutan dan berkemajuan.

Himagrotek sangat menyayangkan keputusan pemerintah tahun ini, yang mengatakan bahwa akan melakukan impor beras sebanyak 1 sampai 1,5 juta ton. Kami menganganggap, pemerintah tidak pro kepada rakyat khususnya petani dalam pengambilan kebijakan serta keputusan. Pasalnya, wacana pemerintah untuk mengimpor beras dalam waktu dekat ini menuai banyak kritikan dari beberapa kalangan masyarakat. Seperti mahasiswa juga khususnya para petani. 

Hal tersebut dianggap tidak masuk akal, karena sejumlah indikasi menunjukan bahwasanya produksi padi pada tahun 2021 akan meningkat. Dengan kata lain, begitu juga dengan kondisi beras di tanah air. Namun, pemerintah seakan buta melihat fakta yang sebenarnya ada.

Selain bertolak belakang dengan visi besar Presiden Jokowi, pemerintah juga dalam hal ini mengkhianati para petani. Diketahui, wacana impor beras ini bertepatan dengan panen raya di beberapa daerah. Ini membuat petani merasa cemas akan keputusan impor tersebut. Pemerintah seakan lupa perjuangan para petani pada tahun 2020, saat ekonomi Indonesia merosot jauh karena pandemi Covid-19. Namun, bidang pertanian lah yang mendukung secara positif bidang ekonomi dalam PDB.

Diketahui pula, kondisi produksi padi berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami peningkatan produksi dari 2019 ke 2020 hingga mencapai 45 ribu ton. Pada 2019, produksi padi mencapai 54.604.033,34 ton lalu meningkat menjadi 54.649.202,24 ton. Di kuartal I tahun ini, BPS juga memperkirakan produksi beras akan meningkat 26%. Ini juga sama persis pada 2021 di mana produksi akan lebih tinggi.

Kepala BPS, Suhariyanto yang menyampaikan bahwa potensi produk beras periode Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton atau meningkat 3,08 juta ton (26,84%) dibandingkan dengan periode Januari-April 2020 sebesar 11,46 juta ton. Adapun potensi luas panen padi pada periode Januari–April 2021 mencapai 4,86 juta ha atau meningkat sekitar 1,02 juta ha (26,53%) dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 3,82 ha.

Jadi untuk siapakah impor beras ini?

Impor beras akan memberikan efek kepada pasar. Pasokan yang berlebihan akan menyebabkan harga di tingkat usaha tani semakin jatuh. Pada bulan Februari saja, harga gabah kering panen (GKP) di sentra produksi sudah mencapai Rp3.995 per kg, turun dari harga di Januari yang sebesar Rp4.600 per kg. Harga ini diperkirakan akan turun lebih rendah pada Maret–April mengingat adanya panen raya.

Bulog juga tidak bisa menyimpan beras terlalu lama. Kejadian ini pernah terjadi pada 2018, saat 20.000 ton beras Bulog terancam busuk karena terlalu lama disimpan di gudang penyimpanan.

Dalam perkiraan produksi panen raya periode Januari–April 2021, stok beras di Perum Bulog pada Desember 2020 tercatat masih ada sekitar 7 juta ton beras. Melihat hal itu, sebenarnya kita sedang menghadapi surplus untuk pasokan beras pada 2021. Apabila impor ini memang menjadi alasan untuk menjalin hubungan bilateral, apakah harus dengan bertepatan dengan musim panen raya?

Bukankah adanya impor di tengah surplus ketersediaan beras justru akan lebih banyak menurunkan harga beras dalam negeri? Pemerintah seharusnya lebih kritis melihat hal–hal tersebut bukan malah membuat petani semakin miris dengan kebijakan–kebijakan yang diambil yang katanya ingin mensejahterakan petani.

Semoga suara rakyat, suara mahasiswa terutama suara petani masih mau didengar oleh pemerintah dan kami mengharapakan adanya koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengurusi hal ini, sehingga masalah seperti ini tidak akan terulang lagi.

Ditulis oleh Renaldi Saputra, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi Faperta Unmul 2021.



Kolom Komentar

Share this article