“Asik Tanpa Toxic”: Mahasiswa HI FISIP Unmul Ajak Anak-Anak Peka dan Peduli Bahaya Bullying
Mahasiswa HI FISIP Unmul edukasi bullying lewat pendekatan santai dan reflektif
- 05 May 2025
- Komentar
- 146 Kali

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Sebagai upaya menumbuhkan kesadaran sejak dini tentang pentingnya membangun lingkungan sosial yang sehat dan saling menghargai, mahasiswa Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI) FISIP Unmul menggelar kampanye edukatif bertajuk “Asik Tanpa Toxic”. Kegiatan ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 002 Nenang, Penajam Paser Utara, dan mendapat sambutan antusias dari para siswa serta pihak sekolah.
Kampanye ini menyasar isu bullying yang kerap terjadi di lingkungan sekolah. Namun, seringkali dianggap sepele bahkan dinormalisasi sebagai “candaan” belaka. Melalui pendekatan yang ringan, menyenangkan, dan jauh dari kesan menggurui, para mahasiswa HI FISIP Unmul menyampaikan materi sosialisasi yang menjelaskan makna toxic sebagai segala bentuk perilaku negatif atau merugikan orang lain, terutama dalam bentuk bullying.
Para siswa diperkenalkan pada empat jenis bullying utama, yaitu bullying fisik (seperti memukul, mendorong, dan menendang), bullying verbal (mengejek, menghina kondisi fisik, atau menggunakan nama orang tua sebagai bahan olokan), dan bullying sosial (mengucilkan teman atau mempermalukan mereka di depan umum).
Selain itu, terdapat pula cyberbullying, yaitu perundungan yang dilakukan melalui media digital seperti grup WhatsApp atau media sosial. Meskipun sebagian besar siswa Sekolah Dasar belum terlalu terpapar dunia digital, materi ini tetap diberikan sebagai bentuk pencegahan dini.
Kegiatan dilanjutkan dengan observasi ringan terhadap interaksi siswa setelah sosialisasi berlangsung. Hasil observasi menunjukkan bahwa meskipun dianggap bercanda, masih ada perilaku bullying yang cukup sering terjadi. Contohnya adalah tindakan menurunkan celana teman di depan umum, mengejek hobi seperti menyebut teman wibu dengan nada merendahkan, serta mengolok-olok nama orang tua.
Bahkan ada siswa yang mengaku pernah melakukan kontak fisik tidak pantas kepada teman, seperti menepuk atau memukul bagian tubuh yang tidak seharusnya disentuh orang lain. Komentar negatif terkait bentuk tubuh, warna kulit, atau karakter suara pun tak luput dari temuan lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman anak-anak terhadap batas perilaku yang sehat dan menghormati orang lain masih perlu ditingkatkan.
Tidak hanya di lingkungan sekolah, kampanye “Asik Tanpa Toxic” juga diperluas ke ruang publik dalam bentuk sesi wawancara terbuka yang dilakukan di Stadion Kadrie Oening, Samarinda. Mengusung konsep santai tapi tetap reflektif, mahasiswa HI FISIP Unmul mengajak anak-anak dan remaja yang melintas untuk berbagi pengalaman tentang bullying dengan imbalan menarik berupa tumbler dan stiker.
Sebuah papan tulis bertuliskan “Ceritakan pengalaman bullying-mu dan dapatkan reward!” menjadi pemicu diskusi yang ramah dan terbuka. Melalui sesi wawancara ini, berbagai kisah mengemuka. Seorang peserta menceritakan bagaimana dirinya pernah diejek karena warna kulit dan tinggi badan hingga merasa dikucilkan oleh teman-temannya.
Peserta lain mengaku sering menjadi sasaran olokan melalui penyebutan nama orang tuanya. Beberapa mencurahkan pengalaman di-bully secara verbal dan fisik, bahkan ada yang membalas bullying tersebut dengan kekerasan karena merasa terpojok.
Namun, dari semua cerita yang muncul, benang merah yang bisa ditarik adalah bahwa para peserta sebenarnya tahu bahwa tindakan tersebut salah dan tidak seharusnya dibiarkan. Salah satu peserta dengan polos menjawab, “Saya pernah diejek nama orangtua saya dan menurut saya tidak boleh karena dosa,” ketika ditanya mengapa bullying tidak boleh dilakukan. Jawaban sederhana tersebut mencerminkan bahwa anak-anak bisa memiliki pemahaman moral yang kuat jika diarahkan dengan cara yang tepat.
Yang menggembirakan, respons para siswa menunjukkan adanya perubahan sikap yang positif setelah mengikuti kegiatan ini. Banyak dari mereka yang mengaku baru menyadari bahwa perilaku yang selama ini mereka anggap “lucu” ternyata bisa menyakiti perasaan orang lain. Beberapa siswa secara terbuka menyatakan rasa bersalah dan berniat meminta maaf kepada teman-teman yang pernah mereka bully.
Tak sedikit pula yang menyampaikan komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut dan bahkan ingin menjadi agen perubahan kecil di lingkungan mereka dengan mengingatkan teman lain agar tidak melakukan bullying.
Press release ini ditulis oleh Muhammad Reza Zwageri, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unmul 2022