Opini

Unmul dan Pemira Satu Warna

Ilustrasi Pemira Unmul.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


BERTAHAN untuk tidak ikut berbicara pada kondisi yang bagi kita begitu aneh, itu menyulitkan, mungkin juga bagi beberapa orang, begitupun dengan saya. Memang beberapa waktu lalu hingga kini saya lebih senang menulis bebas, namun bukan berarti perhatian pada hal ini dan itu yang pernah menjadi bagian perjalanan kampus terlupakan begitu saja. Demikian juga kali ini dengan “Pemira".

Saya masih gemar memantau lini masa gerakan kampus. Melihat bagaimana semangat muda itu tertuang dalam gerakan, tentu terutama kampus saya dilahirkan, Universitas Mulawarman. Entah mengapa? Terhitung 3 Tahun terakhir ini pertarungan memimpin kampus jadi semakin tidak menarik lagi, bagi saya.

Entah mengapa di sana, kecenderungan gerakan hanya diwarnai satu bendera hijau yang telah bertahun mendominasi. Bahkan, hingga saat ini, semakin kokoh dan tak terbantahkan. Namun dari sini, saya memiliki pandangan sendiri.

2013

Saya pribadi tidak pernah terdaftar di lembaga eksternal manapun. Keterlibatan di berbagai lembaga internal itu saja yang mendorong diri ini dan mendapat dukungan untuk memimpin 2013 kala itu. Dan 2013 itulah terakhir kali saya melihat keikutsertaan dan perhatian dari berbagai elemen gerakan dalam Permira. Memang hal ini tak "saklek" dijadikan tolak ukur dalam mengukur sedinamis apa gerakan itu bisa hidup di dalam kampus, namun hal itu bisa jadi yang pertama diliat dalam mengukur nafas dan kehidupan gerakan itu. Hingga, jika tak banyak warna dalam Pemira kali ini? Boleh jadi.

MONOTON

Tahun ini saya mengenal sekali tiga kandidat Pemira; Norman, Dicky, Endra. Mereka adalah beberapa orang yang cukup sering saya temui dalam aktivitas dan gerakan kampus. Kecuali Bhakti, saya masih jarang bertemu dengannya. Namun, kemonotonan itu nampak dalam pemira kali ini, Terlalu  nampak dengan calon presiden dari fakultas yang sama, dua orang capres yang punya tongkrongan "yang sama", ruang diskusi yang sama, juga dari bendera hijau yang sama pula, hingga pertarungan ide untuk membangun itu rasanya nampak tak kompetitif karna terlahir dari konsep dan rahim gerakan yang sama.

Hingga saya cukup risau dengan jumlah pemilih yang akan berpartisipasi nantinya, namun semoga ada pembenahan. Monoton, begitulah saya pandangan saya pada perhelatan kali ini.

Kemana Kandidat FISIP, FKIP, dan dua fakultas besar yang lain? Mestinya cukup dinamis dengan gerakan dan melahirkan penggerak?

MATINYA GERAKAN DAN KEPUTUSASAAN

Menyulitkan. Begitulah untuk menggambarkan kondisi saat ini. Apakah memang tak cukup banyak lagi yang bisa dikritisi dari dunia pendidikan atau pemimpin kita saat ini, hingga gerakan selesu ini. Hingga pertarungan pucuk pimpinan gerakan mahasiswa sebagai corong gerakan masa dari intelektual kampus tak lagi menarik. 3 tahun belakangan kolaborasi gerakan tak lagi sebesar 3-4 hingga tahun yang lalu dalam pandangan saya.

Ada "pekerjaan rumah" yang besar bagi semua? Agar gerakan itu kembali hidup, ada pertanyaan tentang keputus asaan pada label gerakan kampus mulawarman yang harus dijawab oleh kedua pasangan yang ada saat ini?

Bagi saya, membangun kembali nuansa dan nafas gerakan itu, menciptakan kolabori besar kembali. Hingga tugas corong gerakan itu bukan hanya sekedar "haha-hihi" dan selesai tanpa pencapaian.


Oleh: M Iqbal Suwandie Y

Presiden BEM Unmul 2013

 



Kolom Komentar

Share this article