Tropical Studies Not for Mining
Unmul harus pertahankan fokus studi tropis berkelanjutan
- 13 Feb 2025
- Komentar
- 311 Kali

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Unmul sebagai Pusat Unggulan Studi Tropis merupakan satu-satunya kampus yang fokus pada potensi dan segala permasalahan di wilayah hutan tropis di Kalimantan Timur (Kaltim). Sehingga, Unmul menjalankan Tri Dharma yang berfokus pada sains dan teknologi, serta memperkuat kerja sama nasional dan internasional untuk menghasilkan lulusan berkualitas, riset unggulan, dan memberi solusi bagi permasalahan lingkungan.
Dalam statuta, Unmul memiliki moto "Menebarkan Dharma untuk Bumi Mulawarman". Artinya, dharma yang dimaksud merupakan tri dharma perguruan tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bumi Mulawarman bermakna wilayah hutan hujan tropis lembab di Kalimantan merupakan wilayah Kerajaan Kutai yang dipimpin Raja Mulawarman.
Namun belakangan ini, wacana Rancangan Undang–Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) yang mengizinkan perguruan tinggi kelola tambang menuai pro dan kontra, tak beda dengan Unmul. Ini merupakan kontradiksi yang dipegang oleh Unmul yang dilukis indah dalam tri dharma perguruan tinggi yang berbasis tropical studies.
Aliansi Dosen Unmul dan Guru Besar Unmul menolak adanya regulasi yang dirasa ugal-ugalan dan menghina marwah perguruan tinggi. Karena jika melihat rancangan RUU Minerba, ditemukan kecacatan formil karena revisi tersebut tidak melalui perencanaan dan bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Pendidikan.
Kecurigaan pun tak terelakkan, seperti ada pihak-pihak tertentu yang mendapat atau menjanjikan keuntungan besar tanpa memikirkan dampak sosial dan lingkungan.
Alasan membuat kita skeptis bahwa pemerintah yang mengobral izin tambang ini berkeinginan agar seluruh elemen masyarakat bisa mendapat hak yang sama untuk mengelola sumber daya alam. Tak terkecuali kepada perguruan tinggi.
Hal ini menjadi pertanyaan, apakah pembuat kebijakan hanya tergiur angka-angka keuntungan, melupakan bagaimana kerusakan jangka panjang?
Lagipula, perguruan tinggi akan meninggalkan entitasnya sebagai gerbang peradaban ketika mengelola bisnis tambang. Kampus tidak akan lagi dipandang sebagai tempat menciptakan karsa, rasa, dan asah, tetapi melahirkan pebisnis yang bermental perusak alam dan lingkungan, juga akan menampakkan wujud materialisme dan kapitalisme.
Ini seperti virus bersembunyi, tak kasat mata, dan disinyaliri oleh motif akal bulus yang busuk dari penguasa untuk masuk dalam ranah pendidikan. Ketika pendidikan menjadi ladang bisnis, maka sebuah sistem pendidikan akan tidak sepenuhnya lagi fokus untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun disibukkan dengan untung rugi.
Kami teringat tulisan Roem Topamasang yang berjudul “Sekolah itu Candu” (2010). Buku ini seolah magis, semakin pudar, semakin pula relevan dengan zaman sekarang. Ia mengawali bukunya dengan sangat kontroversial bahwa anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan merupakan primadona, tetapi juga disertai dengan hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun yang menunjukkan Departemen Pendidikan Nasional masih tetap salah satu lembaga pemerintah yang paling korup, banyak salah urus, dan sangat ruwet.
Kecurigaan pun tak terelakkan, seperti ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan atau menjanjikan keuntungan besar. Sistem pendidikan yang bertopeng materialistik dan kapitalistik akan tidak lagi sepenuhnya memprioritaskan pokok paling fundamentalis.
Polanya dalam The Great Transformation, mengatakan bahwa memosisikan tanah sebagai barang dagangan atau komoditas dengan memisahkannya dari hubungan-hubungan sosial yang melekat padanya, akan menghasilkan ketimpangan yang merusak keseimbangan serta keberlanjutan hidup masyarakat.
Permasalahan lingkungan alam yang mengancam krisis ekologis dapat kita renungkan bersama. Mulai dari pencemaran air akibat dari pembuangan limbah tambang. Limbah dari proses pencucian hasil tambang membuat kualitas air menjadi rusak dan tidak dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Warna air yang pada awalnya jernih menjadi keruh, hingga menjadi penyebab pendangkalan air sungai karena endapan yang terdapat pada proses pencucian.
Menjadi sebuah kesukaran karena air merupakan salah satu sumber primer dari kehidupan masyarakat. Namun, sekarang hanya menjadi aliran pembuangan hasil ketamakan pengelola tambang.
Aktivitas penambangan pun menghasilkan polusi udara. Salah satu penyakit yang ditimbulkan adalah faringitis, penyakit akut yang sama seperti radang tenggorokan. Tua dan muda sama saja tak ada yang bisa terlepas ketika pertambangan sudah beraktivitas.
Polusi udara ini disebabkan oleh debu akibat aktivitas pertambangan. Jika masih terus-terusan, maka masyarakat di daerah sekitar tambang akan mengalami gangguan pernapasan dan hidup masyarakat pun tak akan mengalami "kenormalan" seperti seharusnya. Apalagi jika makanan dan minuman bercampur dengan debu, dapat menimbulkan penyakit yang serius karena mengandung berbagai kotoran hingga virus.
Selain itu, lubang-lubang yang menganga besar membuat tampungan air dalam skala besar, di mana air ini memiliki kandungan asam yang sangat tinggi dan berbahaya. Dan pada akhirnya, tanah di sekitar lubang galian tambang pun mengalami penurunan tingkat kesuburan akibat semakin tercemarnya tanah. Tumbuhan-tumbuhan pun menjadi layu, sekarat, dan mati.
Hutan yang awalnya menjadi "Ibu" bagi masyarakat, flora dan fauna sekitar, kini malah menjadi tiang kehidupan aktivitas tambang. Hal ini terjadi akibat adanya perluasan tambang sehingga mempersempit ruang hidup didalamnya. "Berkat" perluasan ini banjir dan longsor merupakan hadiah yang harus diterima. Pohon dan akar yang pada awalnya menjadi tempat resapan air berlabuh sekarang telah habis dibabat.
Hak Asasi Manusia (HAM) yang terabaikan. Hal ini merupakan puncak dari dampak buruk aktivitas pertambangan yang terjadi. Menurut catatan JATAM Kaltim sejak 2011-2024, sudah ada 51 korban lubang tambang yang meregang nyawa akibat tenggelam di lubang tambang.
Miris, karena tak ada satupun upaya dari pemerintah dalam menangani lubang tambang dan tak ada penyelesaian yang pasti terkait kasus ini.
Ini hanyalah salah satu contoh akibat aktivitas pertambangan yang hanya menghantar nyawa menuju sang Pencipta. Masih banyak korban yang berjatuhan akibat aktivitas tambang ini. Masalah ini akan menjadi distorsi-distorsi perlahan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia.
Ketika menilik sejarah, Pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah bernama "Taman Siswa" yang menegaskan "Tri Pantangan" yang meliputi tidak menyalahgunakan kewenangan, kesusilaan dan tidak melakukan manipulasi keuangan, serta berprinsip "ide Pagurom", di mana tenaga pengajar melihat tugas hidupnya dalam karya pendidikan.
Dalam hal ini, taman siswa menjaga jarak dari politik, atas dasar pedagogik. Bapak Pendidikan Nasional kita telah memberikan jalan terang bahwa mestinya pendidikan itu sesuai dengan nilai-nilai luhur, memerdekakan, dan kritis.
Ketimbang munculkan risiko praktik ekonomi kapitalisme, sudah seharusnya dan sepantasnya Unmul berdiri tegak dengan prinsip yang fokus pada keberlangsungan lingkungan alam Kalimantan timur. Fokus dengan riset unggulan berbasis pada potensi dan permasalahan lingkungan alam di kalimantan timur.
Jangan mau memelihara kebodohan yang terlihat dengan mata telanjang tanpa ada penolakan dengan nalar kritis yang hanya menyebabkan kesengsaraan di masa depan.
Tulisan ini disuarakan oleh: Bekantan, gajah borneo, orang utan, macan dahan, anggrek bulan, dan seluruh masyarakat yang tertindas di lingkungan hutan hujan tropis Kalimantan Timur.
Opini ini ditulis oleh Jonathan Imat & Ismail, mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unmul 2022