Opini

Polemik Wisuda bagi Anak Sekolah

Permasalahan wisuda di jenjang pendidikan SD hingga SMA

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Pexels

Saat ini, prosesi wisuda bukan lagi hanya diperuntukkan untuk pendidikan perguruan tinggi saja, namun telah merambah pada tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Acara ini kerap berlangsung saat momentum perpisahan dengan siswa yang lengkap mengenakan pakaian toga.

Acara wisuda yang digelar perguruan tinggi merupakan bentuk apresiasi terhadap mahasiswa yang telah menyelesaikan program studi dan memperoleh gelar akademik. Sedangkan, di jenjang TK hingga SMA perayaan wisuda dilaksanakan sebagai ekspresi kebahagiaan karena telah menyelesaikan satu tingkat jenjang pendidikan.

Di kolom komentar salah satu postingan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) yang diunggah pada  Senin (12/6), terdapat orang tua murid yang melayangkan permohonan untuk menghapus acara wisuda dari TK hingga SMA. Acara wisuda ini dinilai memberatkan sebagian orang tua murid, pasalnya acara pelepasan tersebut membutuhkan biaya lebih untuk keperluan wisuda. Sedangkan, di sisi lain mereka harus menyiapkan biaya pendaftaran untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Menurut hemat penulis, ekspresi kebahagiaan ini sebetulnya pantas saja untuk dilaksanakan sebagai rasa sukacita para orang tua atas tumbuh kembang anak mereka. Belum lagi wisuda tingkat TK yang menggemaskan untuk diabadikan, akan tetapi bentuk sukacita ini seharusnya tidak memberatkan bagi sebagian besar orang tua murid.

Pelaksanaan wisuda yang memerlukan perlengkapan seperti toga, topi, slayer, tata rias, dan perlengkapan lainnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Acara pelepasan diiringi acara wisuda sebaiknya dipertimbangkan oleh pihak sekolah, apakah memberatkan orang tua murid atau tidak. 

Pelaksanaan wisuda bagi anak sekolahan sebetulnya tepat sasaran untuk siswa yang belum dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Acara wisuda pada jenjang SMA misalnya, akan sangat berkesan bagi siswa yang tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Berbeda halnya dengan murid yang dapat melanjutkan pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi. Bisa saja saat wisuda perguruan tinggi nanti, mereka tidak lagi dapat merasakan euforia wisuda karena telah beberapa kali merasakan acara wisuda. Esensi wisuda itu sendiri akan berangsur-angsur hilang.

Artinya, acara wisuda bagi anak sekolahan ini tidak terasa urgensinya. Orang tua dengan perekonomian cukup atau mampu untuk mengabadikan perjalanan pendidikan anaknya dapat mengadakan sesi foto memakai topi wisuda, slayer, dan toga di studio foto.

Memang tidak dapat dimungkiri bahwa esensi wisuda tidak dapat dirasakan. Akan tetapi, hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi para orang tua murid. Kebijakan wisuda di jenjang TK hingga SMA ini juga perlu dipertimbangkan kembali oleh Mendikbudristek untuk nantinya dapat mengeluarkan kebijakan agar pelaksanaan wisuda untuk anak sekolah dapat berjalan tanpa beban biaya bagi para orang tua.

Opini ditulis oleh Ai Nasyrah Nurdea, mahasiswi Sastra Indonesia, FIB 2022.


Kolom Komentar

Share this article