Kampus atau Korporasi? Ketika Perguruan Tinggi Jadi Pemain Tambang
IUP jadi ancaman bagi integritas akademik dan lingkungan

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Isu keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan usaha tambang harus tetap menjadi perhatian dari seluruh elemen masyarakat. Meskipun telah ada penolakan terhadap izin usaha tambang bagi perguruan tinggi, transparansi dan kejelasan mengenai keputusan akhir masih tak nampak. Hal ini mengundang pertanyaan besar: Apakah institusi akademik benar-benar akan menolak atau tetap terlibat secara terselubung dalam bisnis ekstraktif ini?
Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi pemicu utama kekhawatiran. Kebijakan ini tidak hanya membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang, tetapi juga berpotensi merusak integritas akademik. Kampus yang seharusnya menjadi pusat keilmuan dan inovasi, malah dihadapkan pada risiko kehilangan independensinya akibat keterlibatan dalam bisnis yang sarat dengan konflik kepentingan.
Kritik terhadap wacana ini telah datang dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi sendiri. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid secara tegas menolak ide tersebut. Seperti yang dikutip dari Tempo.co, ia mengungkapkan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam industri ekstraktif dapat merusak kredibilitas akademik, terutama dalam hal kepedulian terhadap isu lingkungan.
“Industri ekstraktif telah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan. Jika kampus terlibat dalam sektor ini, integritas akademiknya akan menjadi taruhan,” ujar Fathul Wahid, dikutip melalui laman tempo.co.
Baca: Rektor UII Tegas Tolak Perguruan Tinggi Kelola Lahan Tambang: Integritas Akademik Jadi Taruhan
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Selama ini, industri tambang telah banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial yang berdampak luas. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keberlanjutan dan keadilan sosial, justru berisiko kehilangan perannya jika terlibat dalam bisnis ini. Independensi akademik pun menjadi terancam, karena potensi tekanan dari pihak industri yang berkepentingan dalam eksploitasi sumber daya alam (SDA).
Lebih dari itu, keterlibatan kampus dalam bisnis tambang juga bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan mahasiswa. Selama ini, mahasiswa sering menjadi aktor utama dalam menyuarakan isu lingkungan dan hak masyarakat yang terdampak oleh industri tambang. Namun, jika kampus mereka sendiri terlibat dalam industri yang sama, maka akan muncul paradoks yang mengikis kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi.
Dampak negatif industri tambang sudah terlihat nyata. Banyak wilayah yang menjadi korban eksploitasi tambang menghadapi krisis lingkungan dan sosial. Misalnya, kasus anak-anak yang tenggelam di lubang bekas tambang di Kalimantan Timur. Menurut laporan Kaltimtoday.com, hingga kini sudah ada 51 korban jiwa akibat kolam bekas tambang yang tidak direklamasi dengan baik. Selain itu, konflik sosial akibat perebutan lahan tambang juga menelan korban, seperti kasus pembunuhan seorang tokoh adat di Muara Kate yang hingga kini belum menemukan titik terang.
Baca: Dua Anak Tenggelam di Kolam Bekas Tambang Tenggarong Seberang, Satu Korban Berhasil Ditemukan
Baca: Pembunuhan Muara Kate, ''PR'' Besar Kapolda, Sebut Masih Sangat Sedikit Informasi
Dengan berbagai permasalahan yang muncul, keterlibatan perguruan tinggi dalam industri tambang jelas merupakan langkah mundur bagi dunia akademik. Kampus seharusnya menjadi pencipta inovasi dan solusi untuk keberlanjutan, bukan justru menjadi bagian dari masalah.
Jika isu ini tidak dikawal dengan ketat, maka ini menjadi cikal bakal isu korupsi di dunia akademik Indonesia untuk semakin meningkat. Perguruan tinggi harus tetap memegang prinsip independensi dan integritas, bukan tunduk pada kepentingan keuangan sehingga mengabaikan aspek sosial dan lingkungan.
Perlu pengawalan terhadap isu ini dan tuntut komitmen nyata dari seluruh elemen akademik untuk menolak keterlibatan dalam industri tambang. Ini turut menjadi pertanyaan kepada negara, kemampuan dalam memajukan pendidikan sehingga kampus diikutsertakan dalam pertambangan.
Jangan memosisikan pendidikan dalam nomor kesekian, karena ia merupakan tiang utama bagi kemajuan bangsa. Dengan begitu, bukan hanya dapat memajukan suatu bangsa, melainkan bisa mencerdaskan kehidupan anak bangsa. ketika penerus bangsanya cerdas, maka mereka bisa mencukupi kehidupannya masing-masing.
Sehingga keperluan mereka bukan lagi soal makan gratis, melainkan pendidikan yang lebih berkualitas. Jika keterlibatan pertambangan ini terealisasikan, maka kita sedang menyaksikan awal dari runtuhnya nilai-nilai luhur pendidikan tinggi di Indonesia.
Opini ini ditulis oleh Ekmal Muhammad Firyal, mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP 2023 sekaligus Ketua Umum UKM FISIPERS FISIP Unmul