Opini

IUP di Perguruan Tinggi: Menambang Ilmu dan Pengetahuan atau Menambang Kekayaan dan Kerusakan?

Ketika perguruan tinggi diarahkan untuk membuat kerusakan

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: BBC

Saya mengawali opini ini dengan bergumam, "Tidak ada yang lebih munafik ketika perguruan tinggi menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) demi sejumput duit dan mengangkangi Tri Dharma Perguruan Tinggi". 

Kawan, apakah kalian sudah membaca atau melihat berita mengenai rapat yang diadakan oleh Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba)? 

Salah satu fokus yang dibahas dalam rancangan perubahan ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 ini adalah usulan pemberian izin pertambangan kepada perguruan tinggi. 

Saya membayangkan ketika ini segera direalisasikan. Karena "Seharusnya kampus jadi tempat menajamkan pikiran, bukan menggali tanah untuk keuntungan sesaat dan menambah penderitaan bagi masyarakat".

Perguruan tinggi adalah institusi yang semestinya menjadi benteng moral dan intelektual,  tempat di mana pengetahuan dan kreativitas harus berkembang, mencetak generasi yang berpikir kritis, inovatif, dan berwawasan luas. Alih-alih mengedepankan kualitas pendidikan dan penelitian yang berkelanjutan, perguruan tinggi yang terlibat dalam bisnis pertambangan justru berisiko menjadi alat eksploitasi yang merugikan. 

Jika perguruan tinggi lebih sibuk mengelola izin usaha pertambangan, maka fokus utama mereka bukan lagi pada pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi pada keuntungan finansial yang tidak terbarukan.

Kita harus jujur dan tidak boleh menutup mata serta harus mengakui bahwa industri pertambangan berulang-ulang membawa dampak negatif yang sangat besar daripada manfaatnya, terutama bagi masyarakat lokal dan lingkungan. Kerusakan ekologis, pencemaran air, tanah, dan udara, hingga konflik sosial merupakan konsekuensi yang tak terbantahkan.

Apakah ini pantas dilakukan oleh institusi yang dalam Tri Dharma-nya menekankan pada pengabdian kepada masyarakat?

Perguruan tinggi seharusnya menjadi pelopor dalam mencari solusi atas permasalahan global, seperti krisis lingkungan dan ketimpangan sosial. Dengan terlibat dalam kegiatan yang justru memperburuk kondisi lingkungan, perguruan tinggi telah mengkhianati peran fundamentalnya. Kita tidak boleh lupa bahwa pendidikan harus menjadi jalan keluar dari masalah, bukan malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri.

Ironisnya dan lebih lucu lagi ada yang mengatakan, alasan yang  digunakan untuk mendukung keterlibatan perguruan tinggi dalam industri pertambangan adalah "meningkatkan pendapatan kampus untuk menunjang kegiatan akademik” dan menyebutkan “biaya kuliah bisa turun”. 

Namun, jika pendapatan tersebut diperoleh dengan cara yang merusak lingkungan dan mengorbankan masyarakat, apa gunanya? Apakah nilai pendidikan dapat diukur semata-mata dengan uang? Bukankah lebih bermartabat bagi perguruan tinggi untuk mencari sumber pendanaan yang selaras dengan nilai-nilai keberlanjutan dan etika akademik?

Mari kita renungkan, apakah pantas membiarkan institusi yang seharusnya menjadi pusat peradaban berubah menjadi mesin kapitalistik? Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi teladan, bukan hanya bagi mahasiswa, tetapi juga bagi masyarakat luas. Ketika mereka terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan prinsip keberlanjutan, mereka secara tidak langsung mengajarkan kepada generasi muda bahwa mengejar keuntungan material lebih penting daripada menjaga kelestarian bumi.

Kawan, izinkan saya mengajak kita semua untuk kembali ke akar dari esensi pendidikan tinggi. Menambang ilmu pengetahuan jauh lebih bernilai daripada menambang kekayaan material. Jika perguruan tinggi hanya mengejar keuntungan sesaat, mereka sedang menggadaikan masa depan generasi yang akan datang. 

Apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita jika lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi penjaga moral justru menjadi pelaku kerusakan?

Kawan, bolehkah kali ini kita bersepakat kembali? Bahwa pendidikan tinggi harus tetap menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, bukan tambang yang menggali kehancuran. Bahwa kita harus menolak setiap upaya yang menjauhkan perguruan tinggi dari perannya sebagai penjaga moral, pencipta solusi, dan penggerak perubahan yang lebih baik dan berkesinambungan. 

Akhir kata saya ingin mengatakan dan mengingatkan "Menambang ilmu dan pengetahuan jauh lebih bernilai daripada menambang kekayaan yang hanya membawa kerusakan jangka panjang bagi generasi yang akan datang”.

Opini ini ditulis oleh Andrianus Hingan, Alumni Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Unmul.



Kolom Komentar

Share this article