Regulasi yang digunakan dalam penjaringan anggota legislatif Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman (FKIP) Unmul menggunakan sistem delegasi lembaga Keluarga Mahasiswa FKIP (KM FKIP). Delegasi lembaga sebanyak dua orang per lembaga. Faktanya, beberapa tahun terakhir sebagian besar dari 21 lembaga mendelegasikan delegator yang pasif dan tidak paham apa itu legislatif. Selain itu, delegasi yang diberikan cukup aktif tapi double job di lembaganya, sepertinya menempati posisi strategis. Sehingga mempengaruhi struktural Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) itu sendiri dari segi kinerjanya. Akibatnya dari pola ini, DPM kurang berkembang dari segi legislasi dan pengawasan.
Pola delegasi yang berdasarkan delegasi lembaga, sedangkan delegasi tersebut berasal dari mahasiswa prodi. Idealnya, student government antara legislatif dan eksekutif harus ada keterwakilan dari mahasiswa umum, agar terciptanya ruang demokrasi yang lebih baik. Secara kuantitas, Sumber Daya Manusia (SDM) FKIP cukup memadai untuk partisipasi dalam student government dan memberikan aspirasi yang efektif.
Kekurangan SDM yang mau belajar di DPM inilah yang menjadi keresahan bersama. Jika SDMnya mau belajar dan independen (tidak merangkap jabatan), saya yakin DPM FKIP akan lebih baik. Jadi, sebuah reformasi secara bertahap coba saya sampaikan: Sistem delegasi lebih baik diinovasi menjadi sistem pemira legislatif. Secara umum, Pemira legislatif bisa keterwakilkan mahasiswa program studi dengan menggunakan kuota kursi. Diketahui FKIP mempunyai 16 program studi (prodi), jika 16 prodi maka kouta per prodi cukup dua kursi untuk menjadi anggota legislatif. Lalu bagaimana jika prodi tersebut hanya dua calon legislatif (caleg). Maka caleg tersebut akan diudung dalam Pemira legislatif di prodinya dengan minimal 50 suara yang mendukung. Jika tidak mencapai 50 suara, maka caleg tersebut akan diuji kelayakan oleh DPM. Tapi, jika tidak dengan caleg per prodi maka menggunakan delegasi kepada lembaga untuk mengirimkan minimal satu delegator.
Pelaksanaan serentak dengan disebut Pemira eksekutif dan legislatif. Teknis pemilihan legislatif bisa membawa Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) atau Kartu Rencana Studi (KRS) untuk mengetahui mahasiswa tersebut dari prodi mana, lalu akan diberikan kertas suara caleg prodinya agar menghindari kecurangan dan kesalahan fatal dalam data mahasiswa aktif.
Siapa yang akan berhak menjadi caleg mahasiswa prodi? Idelanya minimal semester 3 dengan dibuktikan KTM/KRS. Persyaratan bisa diatur dalam TAP PEMIRA BEM dan DPM. Artinya kursi yang ada di DPM maksimal 32 sebagai standarisasi SDM dari 16 prodi yang terwakili oleh mahasiswa yang amanah. 32 anggota legislatif yang terpillih akan dilantik secara resmi di Sidang Umum Keluarga Mahasiswa (SU KM). Pasca SU KM FKIP, selambat-lambatnya 14 hari pembentukan struktural DPM FKIP Unmul secara musyawarah. Idealnya, dalam musyawarah tersebut menggunakan uji kelayakan dari visi misi yang dibuat ketika masa caleg sebelumnya dan free test juga untuk mengatahui kapasitas anggota DPM tersebut.
Sejarah Pemira legislatif sudah ada wacana pada zaman Jumardi sebagai Ketua DPM KM Unmul 2013, hanya saja wacana tersebut tersampaikan dari mulut ke mulut saja. Belum ada niat untuk mendiskusikan dan mengkaji untuk keseimbangan dalam student government.
Coba saya analisis dari beberapa sisi: 1) Ruang demokrasi akan terbuka luas untuk seluruh mahasiswa; 2) SDM DPM akan lebih bersih karena caleg tersebut benar-benar sudah diuji kelayakannya melalui Pemira; 3) Fungsi DPM akan lebih strategis dari segi legislasi dan pengawasan; 4) Aspirasi mahasiswa akan lebih maksimal tersampaikan kepada eksekutif untuk dieksekusi; 5) Arah perjuangan anggota legislatif lebih jelas memperjuangkan hak mahasiswa; dan 6) Kolektif dan kolegial akan tercipta dengan baik, sehingga tidak ada lagi multi job dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi.
Secara asas Psikologis, Pemira legislatif sebagai solusi yang baik untuk FKIP saat ini dalam menjalankakn student government, karena ini menjadi keresahan bersama yang selalu menjadi problem dalam sistem delegasi (problem klasik).
Ditulis oleh Najar Ruddin Nur R, Ketua DPM FKIP Unmul 2018.