Sumber Gambar: Pexels
Seperti yang kita ketahui, kasus korupsi di Indonesia sudah marak terjadi dan sudah menjadi hal yang lumrah dan belum ada solusi konkrit terkait masalah ini. Korupsi sendiri adalah tindakan yang dilakukan oleh beberapa oknum pemerintahan maupun dari rakyat itu sendiri yang karena adanya kesempatan.
Korupsi sendiri bisa dalam bentuk barang dan uang. hal ini mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak buruk pada pembangunan negara dan kepercayaan publik. Data dan kajian di Indonesia mengungkapkan bahwa kejahatan jabatan, termasuk korupsi dan penyelewengan wewenang, dilakukan secara sadar untuk keuntungan pribadi atau kelompok, yang menimbulkan kerugian besar secara materiil maupun moril bagi bangsa.
Penyelewengan jabatan atau kejahatan jabatan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan tindakan kriminal serius. Kejahatan ini biasanya dilakukan dengan cara mengalihkan tujuan dari kewenangan yang dimiliki untuk keuntungan pribadi, seperti gratifikasi yang dianggap suap dan korupsi.
Perbuatan tersebut tidak hanya mencuri secara material, tapi juga mengkhianati kepercayaan masyarakat, sehingga berdampak negatif pada pembangunan dan tata kelola negara.
Salah satu kasus korupsi terbesar yang mencuat di awal tahun 2025 adalah dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina beserta anak perusahaannya dan para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang berlangsung sejak 2018 hingga 2023.
Kasus tersebut memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 193,7 Triliun hanya dalam satu tahun, dan total kerugian selama lima tahun mencapai angka fantastis hingga mencapai triliunan rupiah.
Penyidik telah menetapkan sembilan tersangka, yang terdiri dari enam pejabat Pertamina dan tiga pelaku swasta, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Penyelidikan masih berlangsung intensif, termasuk penggeledahan dan pemeriksaan saksi-saksi yang diduga mengetahui aliran dana korupsi tersebut.
Selain itu, kasus korupsi dana iklan di Bank BJB juga menjadi sorotan publik. KPK tengah menyelidiki pengadaan iklan yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.
Lima tersangka telah ditetapkan, termasuk pejabat lembaga dan pelaku swasta, serta rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat digeledah sebagai bagian dari penyidikan. Kasus ini memperlihatkan betapa jabatan yang mestinya dijaga integritasnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan keuangan publik.
Data resmi dari Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa pencurian dan korupsi jabatan menjadi salah satu kejahatan paling banyak terjadi di Indonesia, mencederai kepercayaan publik dan menghambat pembangunan nasional.
Penyalahgunaan jabatan seperti ini tidak hanya membawa kerugian ekonomi yang sangat besar, tetapi juga memperburuk ketidakadilan sosial dan melemahkan integritas lembaga pemerintahan.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat diperlukan untuk membersihkan lingkungan jabatan dari praktik korupsi agar fungsi jabatan benar-benar menjadi ladang pengabdian bagi rakyat dan negara. Opini ini menggambarkan kenyataan pahit yang harus menjadi perhatian serius semua pihak demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Data dan fakta dari berbagai kasus tersebut memperkuat kenyataan pahit bahwa jabatan yang seharusnya menjadi simbol pengabdian justru dijadikan sarang korupsi dan penyelewengan.
Tindakan-tindakan ini tidak hanya mencuri uang rakyat, tetapi juga menodai integritas lembaga, memperlemah sistem pemerintahan, dan menghambat kemajuan pembangunan nasional.
Kepercayaan masyarakat kepada pejabat publik dan institusi pemerintahan pun semakin terkikis, menciptakan jurang ketidakpercayaan yang berbahaya bagi stabilitas negara.
Penanganan kasus korupsi ini harus dilakukan dengan penuh keseriusan dan transparansi, serta didukung oleh sistem pengawasan dan penegakan hukum yang kuat. Hanya dengan upaya bersama untuk membersihkan praktik-praktik koruptif, maka jabatan dapat kembali merefleksikan nilai pengabdian dan bukan ladang pencurian.
Opini ini hendaknya menjadi panggilan bagi seluruh elemen masyarakat dan pejabat agar tidak membiarkan kekuasaan disalahgunakan dan merugikan masa depan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah ini sangat relevan untuk mengingat ajaran Tan Malaka sebagai inspirasi perjuangan melawan korupsi di Indonesia. Tan Malaka mengingatkan bahwa perjuangan seperti ini harus dilakukan secara terorganisir dan masif, melibatkan seluruh elemen masyarakat yang sadar akan kewajibannya menjaga keadilan dan integritas negara.
Dalam konteks ini, kutipan Tan Malaka yang bisa dijadikan pegangan adalah, "Perjuangan mesti dilakukan secara terstruktur, dan dengan perencanaan yang matang. Perjuangan kaum proletariat itu harus dibarengi kesadaran nasional, yaitu kesadaran akan identitas nasional dan perjuangan bersama".
Sebagai seorang mahasiswa Universitas Mulawarman yang mempelajari tentang etika dan moral, masalah korupsi yang berakar dari penyalahgunaan jabatan menjadi perhatian utama karena menyentuh ranah prinsip dasar kejujuran dan tanggung jawab sosial.
Korupsi bukan hanya sebuah tindakan kriminal, melainkan juga pelanggaran berat terhadap nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap pejabat pemerintahan. Ketika jabatan yang seharusnya diisi dengan integritas dan pengabdian justru disalahgunakan untuk keuntungan pribadi, hal ini jelas menjadi pengkhianatan terhadap rakyat yang mempercayakan amanat dan harapan mereka.
Sebagai mahasiswa, peran kita bukan hanya mengamati, tetapi juga aktif berkontribusi dalam membangun kesadaran kolektif dan menuntut penegakan hukum yang adil dan transparan.
Dengan rujukan pada ajaran Tan Malaka yang menekankan pentingnya perjuangan bersama dan organisasi yang terstruktur, mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan yang memperjuangkan tata kelola pemerintahan bersih dari korupsi.
Kampus harus menjadi tempat tumbuhnya sikap kritis, integritas, dan semangat pengabdian yang tulus, agar kelak ketika menduduki posisi jabatan, para mahasiswa ini tidak tergoda untuk menjadikan jabatan sebagai ladang pencurian, melainkan sebagai ladang pengabdian nyata untuk kemajuan bangsa.
Opini ini ditulis oleh Sulkifli Agung, mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP Unmul 2025.