Pelacur, Kebenaran yang Dibungkam Kekuasaan

Pelacur, Kebenaran yang Dibungkam Kekuasaan

SKETSA - Suasana tampak berbeda pada Jumat malam (25/8), di halaman Auditorium Unmul, rupanya mereka tengah menanti pementasan dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiwa) Teater Yupa Unmul.

Pentas bersifat tahunan itu, berjudul "Pelacur" karya filsuf dan sastrawan Perancis, Jean Paul Sartre, sebuah naskah yang disadur oleh Toto Sudarto Bachtiar. Sebelum pementasan dimulai, penonton masih disuguhi pemandangan gelap. Tak berapa lama, hymne Teater Yupa dinyanyikan, pertanda pertunjukan telah dimulai.

Mendengar judulnya pasti di benak timbul hal negatif, namun jangan dulu. Begitulah pesan yang ingin disampaikan. Pekerjaan haram itu, terpaksa dilakoni wanita bernama Eliza yang diperankan Aisyah Nur Asri. Eliza tak cuma terjebak dalam urusan haram itu, kejujurannya diuji saat mesti melindungi seorang pria gelandangan (Rizky Gampreng).

Gelandangan tersebut mendatangi dan memohon kepada Eliza agar menyatakan kebenaran. Bahwa ia tak terlibat dalam kejahatan yang sebenarnya dilakukan oleh anggota parlemen bernama Thomas. Thomas belakangan diketahui sebagai pemerkosa Eliza dan membunuh teman dari gelandangan tersebut. Eliza awalnya menyetujui, dengan kesepakatan bahwa gelandangan tak datang lagi di hidupnya.

Kegaduhan obrolan tersebut, akhirnya membangunkan si pria semalam (Ricky Rizaldi). Eliza pun menggoda pria ini, namun ujungnya si pria malah kesal dan meremehkannya dengan membayarnya hanya Rp 10 ribu. Sontak penonton tertawa.

Tak terima, Eliza melemparkan uang tersebut ke wajahnya, obrolan berlanjut hingga dua polisi datang menggerebek mereka. Eliza berkata sejujurnya, meski posisinya pelacur ia tak ingin dibayar demi kebohongan. Namun, tujuan polisi saat itu bukan ingin menggerebek Eliza, tapi meminta Eliza menandatangani surat yang berisikan bahwa Thomas tak salah, dan gelandanganlah yang mestinya dipenjara 

Tentu saja Eliza menolak tegas, ia tak ingin bertindak yang bertentangan dengan hatinya. Polisi terus memaksa, pun pria yang bersamanya pada malam itu. Hingga, tibalah komandan (Hadi Cahyo), yang ternyata juga ayah dari pria semalam. Tanpa pandang bulu, sang komandan menampar dan berteriak kepada anak buahnya, bahwa tak seharusnya kekerasan dilakukan pada wanita itu.

Tenyata ada niat terselubung, di balik sikap baik komandan. Ia menjebak Eliza agar menandatangani surat itu. Terpengaruh berbagai hal, Eliza putuskan menandatangani surat. Ia baru tersadar bahwa ia dijebak, dan kecewa dengan keputusannya, sang gelandangan pun mesti mendekam dipenjara dan menanggung kesalahan orang lain.

Pria semalam yang di akhir cerita baru diketahui namanya yakni Firdaus, pun meminta maaf dan mengakui bahwa Eliza selalu menghantuinya. Firdaus mendekap Eliza yang tengah menangis karena kecewa. Lakon pentas ditutup dengan lagu dan suasana haru nan romantis keduanya. 

"Tim yang memerankan memang kebanyakan wanita, jadi dari sekian banyak naskah dipilihlah cerita ini yang dekat dengan perempuan," kata Ketua Panitia, Nur Rachma.

Cerita ini mengajarkan, meski posisi pelacur sering dianggap remeh dan dipermainkan semena-mena, ternyata ia tetap manusia, yang ingin suarakan kebenaran namun dibungkam. Jabatan dan kekuasaan yang diemban penguasa, ternyata membuat buta. Orang-orang kecil inilah yang mesti menanggung kebohongannya.

Dalam menyiapkan pentas tahunan ke-24 itu, Yupa memerlukan waktu selama 3 bulan. "Akhirnya semua berjalan dengan lancar sehingga tiket sold out 160 tiket lebih," ucapnya tersenyum. (bip/mpr/omi/jdj)