SKETSA - Banyak cara agar bisa merayakan arti penting kemerdekaan. Perlombaan menjadi yang lazim diagendakan. Namun cara berbeda diterapkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Komputer dan Teknik Informatika (FKTI) Unmul. Diskusi dan bedah film, “Guru Bangsa Tjokroaminoto” digelar di Taman FKTI pada Jumat (18/8) kemarin.
Kegiatan dimulai pukul 19.30 Wita ini, dihadiri sekitar 30 orang dari kalangan organisasi mahasiswa internal dan eksternal kampus. Di antaranya BEM KM, BEM FIB, BEM FISIP, Lingkar Studi Kerakyatan (LSK), HMI, GMNI, BEM Stimik Wicida, IKAMI Sul-sel dan sebagainya.
Ditemui di tengah acara, Farid Fitra Febrian Ketua BEM FKTI mengatakan kegiatan ini baru diselenggarakan setelah hampir setengah tahun masa kepengurusan Kabinet Solusi Perbaikan.
“BEM FKTI merasakan belum ada inisiasi dalam bidang gerakan. Karena ini baru pertama kali dilakukan dan bertepatan momentum kemerdekaan, menjadi pilihan yang tepat untuk merealisasikan hal ini. Kembali mengingat untuk setiap orang yang mengatakan merdeka, apa sih makna merdeka itu? Apakah sebatas sudah terlepas dari penjajah?,” tutur Farid.
Digagas oleh Departemen Kajian Strategis (Kastrat) BEM FKTI mengangkat tema, “Merefleksi Semangat Gerakan Kemerdekaan dalam Implementasi Gerakan Mahasiswa Masa Kini."
“Kita melihat kesenjangan yang ada, khususnya di Unmul ini terlihat lesu berbeda sekali dengan kakak-kakak tingkat terdahulu yang masif bergerak,” ungkap mahasiswa berkacamata ini.
Farid menambahkan Film biopik Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto menjadi pilihan sebagai tokoh pergerakan bangsa, pendiri organisasi Serikat Islam. HOS Tjokoroaminoto banyak menginspirasi pejuang bangsa Indonesia, seperti Soekarno, Agus salim, Kartosuwirjo, Musso dan lain-lain.
“Beliau adalah sosok bangsawan yang religius yang rela membaur bersama rakyat, membangkitkan semangat dan harapan rakyat agar terhimpun menjadi satu kesatuan yang kuat melawan ketidakadilan kala itu. Bapaknya the founding fathers,” ucap mahasiswa angkatan 2013 itu.
Sebagai Mahasiwa Teknik Informatika, farid memandang FKTI merupakan pionir pengembangan teknologi yang harus mengikuti perkembangannya.
“Tidak bisa dipungkiri saat ini kita seperti terikut arus globalisasi. Zaman sekarang ya, kita terlalu memanfaatkan teknologi. Era digitalisasi ini melemahkan pergerakkan. Kita perlu memperbanyak diskusi-diskusi seperti ini kembali,” akunya.
Farid menilai ada beberapa hal yang tidak bisa digunakan dalam studi teknologi. Salah satunya aspek pemanfaatan teknologi yang tidak tepat sasaran, ketika itu dijadikan wadah pergerakan. Contohnya seperti teknologi yang dimanfaatkan sebagai wadah diskusi online. Juga adanya imbauan propaganda melalui media sosial memakai tagar, serta penggunaan perang hastag yang kurang efisien.
Selain itu, faktor selalu mengandalkan teknologi. Akhirnya, perlahan timbul kemalasan dalam bergerak, walau hanya bertatap muka. Praktis, secara tidak langsung melemahkan pergerakkan mahasiswa.
“Diskusi online itu ada tidak output-nya yang benar-benar terealisasikan? Berbeda dengan sekarang yang kita lakukan, diskusi tatap muka dari jam 8 malam sampai jam 1 dini hari, ada banyak hal yang kita ingin sampaikan dan jauh lebih mudah daripada diskusi online tadi," katanya.
"Secara tidak langsung mereka merindukan hal ini untuk mahasiswa agar bisa berdiskusi bersama. Jadi, menjadi primitif lagi itu tidak masalah selama pergerakkan kita masih berjalan,” sambungnya lagi.
Farid berharap, BEM FKTI dapat membangkitkan semangat pergerakkan mahasiswa, khususnya di Unmul. Oleh karenanya, BEM FKTI mengajak lembaga lain agar mengikuti jejak mereka, dalam menumbuhkan kembali budaya diskusi dan kajian yang memudar. Agar tidak hanya sebatas wacana tanpa aksi.
Namun, jangan menunggu hingga ada momentum besar baru berdiskusi. Atau karena memandang tema yang diangkat, apalagi tergiur konsumsi. Mestinya, memang dilandasi keresahan dan satu tujuan bersama. (myg/mpr/krv)