Bus Jam 6 Pagi

Bus Jam 6 Pagi

Sumber Gambar: Pexels

Sunyi.

Itu lah keadaan halte bus pagi ini. Biasanya, ketika aku keluar dari gang rumahku yang berjarak beberapa meter, aku akan melihat kumpulan orang yang juga menunggu bus. Aku biasanya akan menyapa orang yang kukenal secara tak sengaja di halte ini. Nenek penjual kue yang akan ke pasar, paman yang akan berangkat ke kantor, atau penumpang-penumpang lainnya.

Tapi tidak dengan hari ini. Aku sepertinya menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di sini. Apakah aku datang terlalu awal? Kulirik jam tanganku. Kulihat jarum jam menunjukkan pukul 06.45 pagi, itu waktu yang tepat untuk menunggu bus datang. Mungkin beberapa saat lagi ada orang lain yang akan datang ke halte ini dan ikut menunggu. 

Aku memutuskan untuk duduk di ujung kursi panjang yang tersedia sembari menunggu bus datang menjemputku. Ah, aku jadi ingat percakapan pagi lalu dengan paman yang bekerja di kantor di kursi ini. Katanya, dia belum berjumpa dengan teman sekantor yang biasa menunggu bersamanya di halte ini dari lusa lalu.

"Terakhir kali aku melihatnya ketika aku sedang menjemur pakaian, masih satu jam lebih sebelum jadwal bus tiba dia sudah ke halte lebih dulu. Katanya, hanya iseng ingin mendahuluiku. Huh, dia pikir kita sedang berlomba."

Setelah percakapan itu, paman tidak dapat menemukan temannya di kantor atau dimana pun. Bahkan, dia tidak dapat menghubungi telepon temannya itu. "Ah, sudahlah," kata paman, "dia mungkin sedang bolos dan hari itu dia pergi pulang ke rumah ibunya di kampung. Kudengar  beliau sedang sakit."

Kembali aku melirik jam tangan yang berada di tangan kananku, pukul 06.58. Wah, sebentar lagi bus akan tiba. Anehnya, belum ada calon penumpang lain di sini. Aku jadi bimbang. Apa jangan-jangan aku salah hari? Ini hari libur? Tentu tidak. Aku telah memastikannya ketika aku melihat kalender tadi pagi. Aku jelas mengingat tanggal yang kulingkari untuk ulangan matematika adalah hari ini. Aku sampai begadang untuk mempersiapkannya.

Belum berhenti aku berpikir, bus yang biasa menjemputku sudah tiba di depanku. Aku menghela napas lega, aku tidak salah jam ataupun hari. Mungkin ada bus baru yang sudah mengangkut penumpang lain selain aku. Atau, kemungkinan mereka libur naik bus hari ini, beramai-ramai. Haha.

Belum genap aku berdiri, kulihat dari arah belakang bus ada seseorang dengan jaket hitam yang menutup hingga kepala. Ia berjalan cepat dan menaiki bus itu. Aku tidak begitu jelas melihat wajahnya karena tertutup hoodie dari jaketnya. Dari mana dia datang? Aku pun ikut menaiki bus itu. Tepat ketika kakiku berdiri sempurna di atas bus, kendaraan itu bergerak. Huh? Tumben sopir busnya buru-buru. Bukannya dia harus menunggu sebentar untuk penumpang lain? Dan juga, di dalam bus ini penumpangnya hanya ada aku dan orang dengan jaket hitam itu. 

Walau sedikit heran, aku mencoba untuk tidak mempedulikan hal itu. Setidaknya, aku tidak seorang diri di dalam bus ini. Aku mengalihkan pikiranku dan duduk di kursi bagian paling belakang. Jalanan yang kulihat sekilas dari jendela di sebelahku terlihat lengang, matahari dari arah timur sedang menguning. Betapa indahnya pagi ini dilengkapi dengan sinar matahari pagi.

Tunggu dulu. Lagi-lagi aku melihat jam tanganku, pukul 07.02? Hmm. tidak ada yang salah dengan itu. Aku melirik ke sisi depan. Pak supir sepertinya sedang tidak mood. Biasanya dia akan memutar lagu favoritnya yang sama sekali bukan selera anak muda sepertiku. Atau radionya sedang rusak.

Tunggu dulu. Aku baru menyadari, lagi. Kenapa bus ini berbelok ke kanan? Harusnya bus ini lurus menuju arah pasar, kemudian akan melewati sekolahku, jalan lurus. Apakah aku salah naik bus? Aduh. Nasibku pagi ini sungguh sial. Sesungguhnya aku hapal bet bus yang datang jam 07.00 pagi ini harusnya rute jalannya menuju arah sekolahku. Bus ini tentu aku tidak mungkin salah mengenalnya.

Kurasa lebih baik aku bertanya saja kepada pak supir. Aku berjalan menuju pak supir, melewati kursi-kursi kosong tanpa penumpang. Kecuali barisan ketiga, orang dengan jaket hitam yang kini kepalanya disandarkan di jendela.

"Pak, kalau saya mau ke sekolah A, saya salah bus ya?"

Ada jeda beberapa saat sebelum sopir itu menoleh perlahan ke arahku. Tatapannya datar. Aku terkejut karena dia bukan pak sopir yang biasanya membawa bus langgananku. Belum sempat aku mencerna, tiba-tiba saja pak sopir itu tersenyum. Sangat lebar sampai terlihat mengerikan. 

"Kamu ada di bus yang tepat, tenang saja," ucapnya lirih.

Bukannya tenang aku malah menjadi takut. Nada suaranya membuat bulu kuduk berdiri. Suasana berubah menjadi sunyi dan menegangkan. Aku melihat ke arah jalan, dan aku sudah tidak mengenali wilayah ini dengan letak bangunannya yang berjarak antara satu dengan yang lain dan sebagainya adalah hutan. Kembali kulihat pak supir itu, dia masih menatapku dengan senyum mengerikan. 

"Berbaliklah dengan tenang jika ingin cepat sampai ke tujuanmu,” perlahan kepalanya kembali menghadap ke arah depan. Rupanya dia memintaku untuk kembali duduk.

Lagi-lagi aku bergidik. Dengan cepat aku  berbalik dengan niat kembali ke kursi belakang. Namun, langkahku terhenti tepat setelah melihat orang dengan jaket hitam itu kini telah berdiri di lorong bus. Wajahnya tertunduk. Aku tak bisa melihat jelas wajahnya karena tertutup dengan rambutnya yang panjang dan berantakan. Perasaanku tidak enak melihat tangannya yang dia sembunyikan.

Deg. Wajahnya terangkat cepat. Dia seorang pria. Tapi yang mengejutkanku adalah ekspresi wajahnya yang sama dengan pak sopir tadi. Senyum lebar yang mengerikan. Aku tidak mengerti kenapa dia melakukan itu juga. 

"Kamu mau ke tempat tujuanmu, kan?" ucapnya sambil menunjukkan apa yang ada di kedua tangannya. Dua pasang pisau yang tampak tajam mengkilat. Dia berlari ke arahku sambil mengarahkan benda tajam itu ke arahku.

"Mari kuantarkan!"

Aku berbalik panik ingin melarikan diri entah kemana. Namun, terlambat. Terakhir kali yang kurasakan adalah sesuatu menembus punggungku dan semua gelap.

Sial. 

Kenapa baru sekarang aku ingat. Jam tanganku rusak tadi pagi dan aku lupa menyetelnya ulang.

*****

Sunyi.

Seorang pria dewasa berpenampilan kantoran tengah duduk di halte bus. Waktu menunjukkan pukul 05.55 pagi. Hari ini dia bangun terlalu pagi, jadi dia memutuskan untuk menunggu bus lebih awal saja. Dia merogoh kantong bajunya dan menemukan sebungkus coklat.

"Ah, akan kuberikan saja pada anak sekolahan itu. Semoga saja hari ini dia akan menunggu bus di sini. Kemarin dia kemana, ya?"

Sebuah bus berhenti di depannya. Ah, bus itu lagi. Pria itu sedikit heran, sejak kapan bus ini datang lebih awal? Mungkin ini adalah bus baru, pikirnya. Tak berpikir panjang dia akhirnya menaiki bus itu diikuti dengan seseorang dengan wajah yang tertutup jaket.

Dan bus pun berjalan menuju tujuannya.

Cerpen ditulis oleh Siti Mu’ayyadah, mahasiswi Sastra Inggris, FIB 2022.