Sumber Gambar: catatankakiunhas
SKETSA - Beberapa waktu lalu tersiar kabar kurang mengenakkan dari sesama rekan pers mahasiswa. Tiga jurnalis mahasiswa, seorang mahasiswa, dan nelayan Kodingareng ditangkap oleh pihak berwajib saat sedang meliput. Tiga orang jurnalis ini yakni Hendra Ketua Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UKPM Unhas), Mansyur Pimpinan Redaksi CakrawalaIDE Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM-UMI), dan Muhammad Raihan anggota CakrawalaIDE UPPM-UMI.
Melalui Instagram Catatan Kaki Unhas dijelaskan kronologi penangkapan tersebut. Pada Sabtu, (12/9) Nelayan Kodingareng aksi di wilayah tangkap mereka di Copong, Kepulauan Sangkarang. Pukul 07.30 Wita mereka berangkat dengan mengendarai jalloro (perahu besar) dan lepa-lepa (perahu kecil). Hari itu mereka hendak mengusir kapal PT Royal Boskalis yang pada hari itu juga kembali menambang di Copong. Saat hendak kembali menjalankan kapal, Polisi melepaskan tiga kali tembakan. Tak berselang lama, Polisi menarik paksa nelayan dan mahasiswa yang berada di kapal nelayan.
Penangkapan terjadi sekitar pukul 09.40 Wita, saat kapal mereka hendak pulang dan akan sandar di Gusung (Kodingareng) tiba-tiba mereka dihadang oleh dua kapal sekoci Polisi Air dan Udara (Polairud). Masyarakat yang melihat perisiwa berteriak di pinggir Pantai. Mahasiswa dan nelayan dipukul dibagian wajah, badan, ditendang, dan diinjak lehernya. Beberapa warga mengalami luka dan berdarah.
Pembebasan Massa Aksi
Melalui laman instagram Catatan Kaki Unhas, Minggu (13/9) dikabarkan bahwa setelah dua puluh empat jam lebih ditahan oleh Dit. Polairud Polda Sulawesi Selatan, akhirnya masa aksi yang ditangkap dibebaskan termasuk tiga jurnalis pers mahasiswa. Awak Sketsa berhasil melakukan wawancara dengan Hendra dan Mansyur pada Rabu (16/9).
Melalui wawancara via telepon, Hendra menjelaskan bahwa awal mula mereka meliput hal ini dikarenakan berita mengenai penambangan oleh kapal PT Royal Boskalis memang sedang ramai diangkat oleh beberapa media. Maka dari itu mereka juga turut melakukan peliputan ini dalam bentuk film dokumenter dengan terjun langsung bertemu para nelayan. Liputan ini mengangkat potret para nelayan perempuan daerah tersebut dan merupakan kerja sama antar dua pers mahasiswa Unhas dan UMI.
Lebih lanjut Hendra juga menjelaskan bahwa setelah ditangkap mereka pun diintegrosi terpisah dari yang lain. Selama penahanan ini mereka juga didampingi oleh kuasa hukum dari Lembaga Badan Hukum (LBH) Makassar. ‘’Kami terbukti tidak bersalah. Karena kami hanya melakukan peliputan dan tidak melakukan sesuatu yang melanggar,” ungkap Hendra saat ditanya mengenai alasan pembebasan.
Tak hanya Hendra, Mansyur juga ikut buka suara mengenai penangkapan mereka. Dia menceritakan bahwa mereka diajak oleh Ibu-Ibu Nelayan pada hari itu untuk ikut dalam aksi mereka terhadap Kapal penambang pasir. Namun ketika sampai di tempat penambangan, ternyata kapal penambang telah pergi dan akhirnya kapal para nelayan pun berputar arah untuk kembali. Dalam perjalanan balik inilah akhirnya mereka dihadang oleh kapal sekoci Polisi Air dan Udara (Polairud). Polisi menahan semua nelayan laki-laki termasuk seorang mahasiswa dan tiga pers mahasiswa.
“Di dalam kapal kami dimaki-maki dan diteriakin. Kami juga dipukul, termasuk kami pers mahasiswa ini dan satu orang mahasiswa itu,” papar Mansyur.
Tindak represif pihak polisi tak hanya sampai disitu, di Markas Polairud mereka yang ditangkap disuruh jalan jongkok dan beberapa ada yang ditendang termasuk Hendra dan Raihan yang ikut terkena tendangan. Sedang Mansyur, dirinya mendapat pukulan di punggung, rahang, dan bibir.
Meski sempat didampingi oleh LBH Makassar, nyatanya rekan-rekan dari LBH sendiri sempat dipersulit untuk mendampingi Mansyur dan rekan-rekannya yang ditangkap. Hingga tengah malam akhirnya hanya dua orang dari pihak LBH yang diizinkan mendampingi. Setelah dinyatakan tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan sesuatu yang melanggar, esok harinya, Minggu (13/9) mereka yang ditahan akhirnya dilepaskan. (nhh/wil)