Foto: Luthfi/Sketsa
SKETSA – Usai delapan tahun Masjaya menjabat, estafet kepemimpinan Unmul akhirnya dilanjutkan kepada Abdunnur. Dengan ini, Unmul akan dinakhodai olehnya selama empat tahun ke depan.
Abdunnur berbagi kisahnya dengan awak Sketsa tentang sederet program kerja yang ia susun dan bagaimana dirinya menanggapi sejumlah isu terkini yang ada di Unmul. Berikut wawancara khusus Sketsa dengan Abdunnur pada Selasa (22/11) lalu.
Apa yang menjadi pertimbangan hingga akhirnya memutuskan menjadi rektor?
Sebenarnya, menjadi rektor bukan sebuah pencapaian bagi saya. Tetapi merupakan kontribusi untuk memajukan Unmul. Menjabat selama dua periode sebagai wakil rektor serta menjabat sebagai Dekan FPIK merupakan proses pembelajaran hidup bagi saya. Dalam dua periode menjadi wakil rektor, tentu banyak hal-hal yang sudah kita bangun bersama rektor sebelumnya. Sehingga, tentu saya punya tanggung jawab dari periode sebelumnya. Yang belum optimal harus kita maksimalkan untuk kemajuan Unmul. Hal-hal yang mungkin menjadi kendala tentunya juga harus segera kita evaluasi. Dorongan dari beberapa pihak civitas academica, termasuk dorongan dari Rektor sebelumnya, para wakil rektor, dan beberapa dukungan senat akhirnya memotivasi saya untuk maju mencalonkan diri menjadi Rektor Unmul.
Apa saja hal yang menjadi evaluasi dari kepemimpinan sebelumnya dan akan diperbaiki di periode ini?
Sebetulnya secara leadership, kepemimpinan rektor sebelumnya cukup baik. Akan tetapi, ada beberapa program yang belum terlaksana dengan optimal. Misalnya, dalam proses perencanaan penganggaran yang belum tersinkronisasi pada seluruh visi misi rektor. Semua output yang diharapkan di dalam pagu yang diberikan pada unit kerja, mestinya ada otoritas apa yang mau kita capai sesuai dengan kontrak kinerja rektor dengan kementerian. Baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun karena kita merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang memiliki kontrak kerja dengan PK-BLU. Sehingga hal inilah yang belum maksimal dan ingin kita capai dari kontrak kinerja rektor dengan kedua kementerian tersebut.
Isu Unmul akan bertransformasi menjadi PTN BH terus bergulir, apakah hal ini menjadi prioritas?
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) sendiri sebetulnya adalah sebuah peningkatan status level pengelolaan sebuah pendidikan tinggi atau tingkat universitas. Sebelumnya, level universitas dimulai dari level 1, lalu ke biasa, kemudian menjadi BLU–yang sudah kita dapatkan–dan kemudian menuju ke PTN BH—yang tentunya menjadi prioritas kita saat ini. Sebetulnya, dalam visi-misi calon rektor, saya lah yang membuat program Unmul menuju PTN BH. Setelah terpilih, kita sudah mulai membentuk tim PTN BH Unmul berdasarkan prioritas dari kementerian. Unmul mendapatkan prioritas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kelembagaan sebagai satu dari lima universitas yang diprioritaskan pada tahun 2023. Namun, ketika diproses melalui evaluasi analisis data PTN-BH, syarat skoringnya itu harus mencapai 300. Awalnya, kondisi kita baru mencapai angka 68. Tetapi, setelah saya bentuk tim untuk PTN BH, alhamdulillah, sesuai dengan target. Akhir Oktober kemarin, sudah tercapai skor 332, dan sekarang kita ada pada tahap pendampingan dari kementerian untuk proses menuju PTN BH.
Apa kelebihan dan kekurangan setelah Unmul menjadi PTN BH nanti?
Saat ini permasalahannya ada di dalam sistem perencanaan penganggaran. Selama ini dengan BLU kita masih di dalam kebijakan penganggaran melalui kementerian, baik Kementerian Pendidikan Kebudayaan maupun Kementerian Keuangan. Karena kita BLU, secara teknis melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP). Setelah PTN BH tercapai, kita bisa membuat standar pembiayaan sendiri dan tentu dalam persetujuan penganggaran tidak perlu melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan. Nanti yang namanya PTN BH tentu seperti BUMN, ya, atau perusahaan yang memang menentukan anggaran secara mandiri.
Sebetulnya pemerintah mengarahkan semua PTN itu ke PTN BH, dalam langkah bagaimana universitas mampu mengelola secara mandiri, termasuk sumber pembiayaan atau sumber pendanaan. Benefit keduanya adalah dalam formasi sumber daya manusia, yaitu dosen maupun pegawai. Kita bisa menetapkan dan memutuskan untuk mengangkat sesuai kebutuhan. Tidak perlu menunggu formasi (PNS) dari pemerintahan melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Jadi sesuai dengan analisis kebutuhan pegawai untuk tenaga kerja maupun tenaga kependidikan.
Terkait visi misi yang ingin menjadikan Unmul menjadi salah satu universitas internasional. Apakah ada rencana untuk membuka kelas internasional di Unmul?
Itu bukan saja rencana, melainkan sebuah misi kita. Jadi selama ini di dalam Indeks Kinerja Utama (IKU), salah satu benchmark yang belum kita penuhi adalah international student. Untuk menuju world class university, persyaratannya adalah adanya international student serta program studi yang internasional. Jadi langkah awal yang dilakukan ialah menggaet mahasiswa dari luar Indonesia dengan status mahasiswa internasional untuk mengenyam pendidikan di Unmul. Mengenai hal ini, kita akan mempersiapkan Prodi-prodi yang advance untuk dapat menerima mahasiswa dari luar, salah satunya adalah program studi Kehutanan.
Tentunya ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan program studi melalui fakultas, seperti sistem penerimaan dan fasilitas, misalnya asrama bagi mahasiswa dari luar sehingga mereka berminat untuk melanjutkan studi di Universitas Mulawarman. Ini tidak menutup kemungkinan untuk semua prodi yang ada di Unmul. Ada 92 program studi yang nanti akan saya berikan target kepada semua pimpinan unit kerja fakultas maupun direktur pasca, agar mampu dan berusaha menerima mahasiswa internasional pada prodi yang ada di fakultasnya masing-masing.
Selain menggaet mahasiswa internasional, Unmul juga berencana untuk membuka kelas internasional. Walaupun tidak ada mahasiswa internasionalnya, diharapkan fakultas mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan standar internasional, termasuk di dalam bahasa pengantar proses belajar mengajar. Misalnya menggunakan English engine dan sebagainya. Selanjutnya, untuk menuju world class university, tentu kita juga melakukan kolaborasi dalam pengajaran antar universitas, khususnya di luar negeri. Kerja sama itu berupa student exchange (pertukaran pelajar), di mana mahasiswa kita belajar di universitas luar dan mahasiswa dari universitas luar belajar di Unmul. Hal ini juga berlaku pada dosen Unmul mengenai kolaborasi teaching itu. Mereka bisa mengajar di luar dan yang dari luar mengajar di sini. Jadi kita harus banyak melaksanakan kegiatan-kegiatan atau event yang memang bekerja sama secara internasional antar universitas. Dari kolaborasi itu kita memulai untuk maju menjadi world class university.
Ini bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan karena waktunya sangat memungkinkan. Makanya harus direncanakan bagaimana pembiayaannya bagi mahasiswa internasional yang harus masuk ke Unmul. Kemudian, kita harus fasilitasi, baik secara living cost-nya, tuition fee-nya, atau melalui kerja sama antar negara, pemerintah, dan antar universitas. Bisa melalui double degree dan sebagainya. Intinya, Unmul nanti akan membangun suasana akademik yang internasional. Termasuk di dalam bahasa. Mungkin nanti ada English Day misalnya di hari Jumat atau Senin, di mana setiap orang baik mahasiswa, pegawai, maupun dosen harus berbahasa Inggris selama satu hari.
Kembali ke ranah lokal, bagaimana tentang visi Anda terkait studi lokal seperti bahasa dan kebudayaan? Sebab kita tahu, Unmul merupakan universitas paling besar di Kalimantan Timur?
Kalau untuk penguatan local wisdom atau kearifan lokal tentu tetap kita jaga, dan itu juga melalui program studi yang memang mempelajari mengenai kebudayaan lokal. Melalui Fakultas Ilmu Budaya maupun Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, terkait dengan bahasa dan sastra, khususnya untuk bahasa-bahasa daerah. Saya pikir, penguasaan atau penguatan bahasa daerah harus selalu digunakan, misalnya dalam event tertentu di mana kita bisa menyisipkan bahasa daerah, baik dalam bentuk narasi maupun bentuk tagline. Contohnya adalah olah budaya untuk kita bersama, bekerja keras, bekerja cerdas, bring and build in together, seperti itu. Di dalam event-event tertentu, melalui program studi tertentu yang ada di FIB dan FKIP, kita melakukan seminar terkait bagaimana mempertahankan dan menguatkan bahasa daerah serta kearifan lokal lainnya. Namun, bukan berarti dalam setiap event kita mesti berbahasa daerah.
Selanjutnya, tentu kita tidak lupa juga bahwa Unmul mempertimbangkan sumber daya lokal yaitu anak-anak daerah, agar memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan tinggi di Universitas Mulawarman. Kita akan memberikan sebuah kesempatan tertentu berdasarkan sebuah kebijakan agar mereka bisa belajar di Unmul. Untuk itu, Unmul akan menjalin kerja sama dengan pemerintah kabupaten kota. Kerja sama ini tak hanya terbatas pada bidang pendidikan saja, namun juga mengenai pembiayaan dan lain sebagainya. Dengan adanya kerja sama yang terjalin, tentunya membuat SDM di Unmul menjadi berkualitas sehingga mampu mewujudkan SDM di Kaltim yang kuat dan berdaulat.
Dalam penyelenggaraanya, beberapa unit pelaksana teknis yang ada di Unmul dianggap belum secara maksimal dalam mendistribusikan informasi. Apakah ke depan akan ada upaya evaluasi?
Of course, tadi saya bilang bahwa dalam prioritasnya tentu kita akan mengevaluasi semua unit kerja yang belum optimal. Nanti, di awal tahun setelah Wakil Rektor dalam kabinet saya terbentuk secara keseluruhan, kita akan evaluasi semua program unit kerja termasuk unit layanan terpadu. Unit layanan terpadu ini merupakan bagian dari formasi birokrasi sistem layanan menjadi sistem satu pintu. Nah, semua sistem pada bagian layanan masing-masing harus mendukung unit layanan terpadu ini karena belum tersinkronisasi dengan baik. Hal ini membuat semua informasi yang ada belum terkomunikasikan atau tersosialisasikan dengan baik. Kemudian, yang menjadikan pelayanan itu belum optimal ialah SDM karena sistem integrasinya yang belum menyeluruh, sehingga wajar bila kadang-kadang kita memiliki unit layanan terpadu pada universitas, meskipun tak semuanya. Saat ini, kita semua tersinkron dengan unit layanan yang tidak hanya dengan universitas, akademik, keuangan, perencanaan, atau kemahasiswaan, tetapi juga terkoneksi pada seluruh unit kerja fakultas. Jadi jika semisal ingin mengurus KRS, cukup urus ke unit layanan terpadu saja, tanpa perlu ke fakultas. Nah, ini pelan-pelan kita secara paralel akan membangun baik sarana pelaksanaannya, sistemnya, maupun keterpaduan dalam sinkronisasi dan mengintegrasikan seluruh layanan terpadu yang ada di Unmul.
Belakangan, fasilitas yang ada di Unmul kerap menjadi sorotan publik. Seperti aspal di sekitar GOR 27 September yang rusak hingga gedung Student Center yang terbengkalai. Bagaimana tanggapan anda?
Sebelumnya kita ingin membangun sarana prasarana di Unmul secara keseluruhan yang terintegrasi dan nyaman sehingga mahasiswa dapat melakukan proses belajar mengajar, misalnya perpustakaan. Pertama, kita ingin membangun digital library. Di sana bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan saja, tetapi juga dapat digunakan sebagai area belajar dan juga area amenity lainnya. Kemudian, terkait jalanan di sekitar GOR yang rusak, sebenarnya bukan karena adanya keterbatasan, melainkan karena adanya prioritas lain sehingga kami harus mendahulukan tuntutan lainnya.
Lalu, terkait dengan Student Center, ini kembali ke tugas dan fungsi, apakah ini menjadi tugas Wakil Rektor (WR) 3 di kepala kemahasiswaan atau kepala bagian rumah tangga. Perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan kemarin masih melalui WR III. Sementara pada saat permasalahan terjadi, justru yang menyelesaikan adalah di bawah umum, sehingga ke depan tentu WR III tidak bisa sendiri dalam mengomunikasikan penggunaan Student Center. Kita harus transparan, bahwa Student Center benar-benar digunakan untuk kegiatan kemahasiswaan atau tidak.
Jadi, diperlukan sinergitas untuk menjaga sarana dan prasarana yang sudah ada. Nantinya, akan dilakukan pula evaluasi dalam sarana penunjang kegiatan UKM. Semua aset akan dikelola oleh universitas, namun kita tentunya turut memprioritaskan penggunaan dan pemanfaatan untuk kegiatan kemahasiswaan.
Isu kekerasan seksual menjadi isu hangat dua tahun ke belakang di Unmul, karena muncul tidak hanya di satu fakultas dan pelakunya yang beragam. Apa yang akan Bapak lakukan mengenai isu ini?
Satgas PPKS sudah kita bentuk. Tentu ini menjadi sebuah wadah bagi seluruh civitas academica untuk melaporkan jika terjadi indikasi kekerasan atau pelecehan seksual. Satgas PPKS akan bertugas untuk mengevaluasi, menginvestigasi, maupun menindaklanjuti kasus kekerasan atau pelecehan seksual. Terdapat dua hal penting, yaitu bagaimana cara untuk menjaga psikologis korban serta bagaimana menyelesaikan permasalahannya. Selain itu, mahasiswa juga harus berani menyampaikan aspirasi atau menyuarakan kasus kekerasan dan pelecehan seksual, jangan ragu-ragu. (lav/wsd/zas/dre)