Lubang Maut Kaltim dan Pelanggaran HAM

Lubang Maut Kaltim dan Pelanggaran HAM

SKETSA – Dilansir dari CNN Indonesia, lubang hasil galian perusahaan tambang di Kalimantan Timur sejak 2011 sampai 2016 menyebabkan 27 korban meninggal karena terjatuh ke dalam lubang. Data terbaru dari Tempo menyebutkan seorang gadis bernama Novita Sari, 18 tahun, ditemukan tak bernyawa karena tenggelam di lubang tambang batu bara milik PT. Gunung Bayan Pratama Coal di Desa Belusuh, Kecamatan Siluq Ngurai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Minggu (25/06/17) lalu. Jumlah korban genap 28.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Dinamisator Jaringan Tambang Kalimantan Timur Pradarma Rupang, rupanya saat itu Novita hendak bertamasya dengan temannya ke kebun binatang di Kem Baru. Kebun binatang yang mereka tuju itu ternyata sudah tidak ada karena dipindahkan oleh pengelolanya ke Batu Kajang.

Rupang juga menuturkan, lubang tambang PT. Gunung Bayan Pratama Coal memiliki kedalaman 40 meter. Meski di pinggir kolam terdapat plang bertuliskan, “Dilarang mendekat, bermain, berenang, memancing, dan beraktivitas di dalam dan di sekitar kolam tambang.” Namun warga sekitar tidak mengindahkan imbauan pihaknya, warga kerap memanfaatkan area lubang untuk bermain dan rekreasi. Ditambah tidak adanya penjaga yang bisa melarang warga masuk.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima banyak aduan mengenai perusahaan tambang Kaltim yang abai terhadap lubang tambang yang dibiarkan terbuka.

Menurut penuturan Komisioner Komnas HAM Siti Nurlaila, lubang tambang memakan korban karena berada di sekitar pemukiman warga. Dari 12,7 juta hektare luas Kaltim, terdapat area pertambangan seluas 7,2 juta hektare. Sekitar 4.464 bekas lubang tambang dari total 1.488 izin usaha pertambangan di Kaltim hingga kini dibiarkan terbuka.

Komnas HAM pun mendata, sebanyak 17 perusahaan tambang yang area tambangnya menelan korban. Di antaranya adalah PT. Kidatin, PT. Muliana Jaya, PT. Multi Harapan Utama, KSU Wijaya Utama, PT. Bukit Baiduri Energi, PT. Insani Bara Perkasa, PT. Hymco Coal, PT. Panca Prima Mining, dan PT. Energi Cahaya Utama Industritama.

Selain itu, PT. Graha Benua Etam, PT. Cahaya Energi Mandiri, PT. Lanna Harita Indonesia, PT. Transisi Energi Satunama, CV. Atap Tri Utama, CV. Panca Bara Sejahtera, PT. Insani Bara Perkasa dan PT. Bumi Energi Kaltim.


Pelanggaran HAM

Perusahaan-perusahaan tambang tersebut telah melanggar aturan mengenai jarak minimal area pertambangan. Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 4/2014 tentang Parameter Ramah Lingkungan mengatur jarak minimal pertambangan dengan permukiman minimal 500 meter.

Selain melanggar peraturan itu, Komnas HAM menilai bahwa perusahaan telah melanggar Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menurut Sub Komisi Penanganan Komnas HAM Siti Noor Laila, prinsip HAM yang telah dilanggar dalam kasus ini adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Konvensi Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Setidaknya, Komnas HAM telah menemukan empat bentuk pelanggaran HAM. Beberapa hak dasar warga yang dilanggar yakni hak untuk hidup, hak atas lingkungan yang sehat dan bersih, hak atas rasa aman, serta hak untuk memperoleh keadilan.

Komnas HAM berdalih sudah meminta kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan moratorium pemberian izin tambang baru, khususnya di kota-kota yang memiliki masalah lahan tambang terbanyak seperti Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Penajem Utara.

Komnas HAM juga mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk menuntaskan proses penyelidikan terkait kasus lubang bekas tambang maut itu, termasuk memproses hukum perusahaan yang mengabaikan kewajibannya hingga berbuah kematian. (cin/nhh/fqh/els/aml)

HAM