Gelar Aksi, Demonstran Tuntut Kenaikan PPN hingga Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung Tuntas
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA – Keranda dan bunga mencerminkan keadaan pemerintah sekarang pada aksi penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dan usut tuntas kasus pembunuhan yang dilakukan di Muara Kate. Berlokasi di depan gerbang Unmul pada Minggu (29/12), aksi tersebut diisi dengan penyampaian orasi politik mengenai kebijakan pemerintah saat ini yang dianggap menyengsarakan rakyat.
Aksi yang diikuti oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap kenaikan PPN menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku pada 2025. Selain itu, aksi ini juga mendesak pengusutan tuntas kasus pembunuhan dua masyarakat adat di Muara Kate, Kabupaten Paser, yang hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Aksi dimulai dengan orasi politik dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat yang hadir. Aksi juga dilengkapi dengan simbol perlawanan berupa tabur bunga dan keranda sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unmul Muhammad Ilham Maulana menyatakan, kenaikan PPN akan memberatkan rakyat, terutama kelompok menengah ke bawah.
Dirinya menyebutkan, masyarakat hanya diberitahu bahwa kenaikan PPN sebanyak satu persen.
"Tapi kenyataannya secara komprehensif, kenaikannya mencapai sembilan persen jika dihitung dengan dampaknya. Ini bukan hanya barang mewah yang terdampak, tapi juga bahan pokok yang sehari-hari digunakan masyarakat," ujar Ilham saat diwawancarai langsung oleh Sketsa di lokasi aksi, Minggu (29/12).
Ia juga menyoroti ironi kebijakan pemerintah yang menggunakan dalih kenaikan PPN untuk mendanai program makan siang gratis. Baginya, kebijakan tersebut justru malah memberatkan masyarakat.
“Jika pemerintah ingin mendanai program strategis nasional, kenapa harus dari rakyat kecil yang sudah terbebani?" tambahnya.
Selain isu PPN, aksi tersebut juga menyerukan perhatian pada kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menimpa masyarakat adat di Muara Kate. Dua korban, Russel (60) dan Anson (55), tewas dalam penyerangan di Pos Komando (Posko) pemantauan angkutan batubara pada 15 November lalu.
Hingga kini, pelaku belum ditemukan, meski pihak kepolisian telah memeriksa delapan saksi.
"Kami sangat miris karena sudah 32 hari berlalu tanpa ada titik terang dari pihak pemerintah maupun instansi terkait. Wakil rakyat pun belum ada yang angkat bicara soal ini," ungkap Ilham.
Tuntutan dan Rencana Lanjutan
Dalam aksi ini, aliansi menyampaikan dua tuntutan utama, di antaranya
Menolak kebijakan kenaikan PPN 12 persen yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Mengusut tuntas kasus pembunuhan masyarakat adat di Muara Kate.
Mereka juga menegaskan bahwa aksi lanjutan akan digelar pada Januari 2025 jika tuntutan tidak direspons. Ilham menegaskan bahwa gejolak masyarakat akan lebih besar dibandingkan saat kenaikan PPN 11 persen pada 2022 silam.
"Jika PPN 12 persen ini tidak dibatalkan, kami akan membangun gejolak yang lebih besar. Dan jika pemerintah tetap diam, kami akan menyuarakan: Turunkan Prabowo!" pungkasnya.
Aksi ini berlangsung damai namun penuh semangat, dengan pembakaran ban sebagai simbol perlawanan. Pesan utama yang ingin disampaikan adalah bahwa masyarakat telah marah dan tidak akan tinggal diam menghadapi kebijakan yang mereka anggap menindas. (emf/zwg/gta/myy)