Jajaki Negeri Gajah Putih, Dua Mahasiswa Unmul Magang ke King Mongkut's University of Technology Thonburi Thailand

Jajaki Negeri Gajah Putih, Dua Mahasiswa Unmul Magang ke King Mongkut's University of Technology Thonburi Thailand

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

SKETSA — Daftar mahasiswa Unmul yang menuntut ilmu hingga ke manca negara kian bertambah. Kali ini, kabar tersebut datang dari Ajeng Ayu Rengganis yang berasal dari Prodi Pendidikan Kimia FKIP dan Farhany dari Prodi Kimia FMIPA.

Dua mahasiswa angkatan 2020 tersebut sedang menjalankan program magang yang diselenggarakan oleh Faculty of Science King Mongkut’s University of Technology Thonburi, Thailand. Dengan latar belakang studi Kimia yang ditempuh di Unmul, Farhany dan Ajeng pun mengambil magang dengan fokus di bidang kimia.

“Kita diberi kesempatan untuk menggunakan seluruh fasilitas yang menunjang penelitian selama 2 bulan, seperti alat dan bahan dari laboratorium, akses perpustakaan untuk membantu mencari referensi terkait penelitian, dan lain sebagainya,” jelas Ajeng saat diwawancarai oleh Sketsa pada Selasa (15/8) lalu.

Informasi mengenai program magang yang bertajuk FSci International Internship Program ini pun diketahui menyebar di kalangan dosen, hingga akhirnya sampai ke telinga Ajeng dan Farhany.

Usai keduanya dipastikan terbang ke Thailand sebagai mahasiswa magang, terdapat banyak berkas-berkas yang harus disiapkan mengingat ini merupakan keberangkatan ke luar negeri. Terlebih, proses pengurusan visa dan paspor diketahui memakan waktu yang tidak sebentar.

Lain halnya dengan proses pendaftaran dan penerimaan, menurut Ajeng hal tersebut berlangsung singkat. Hanya saja, pengajuan berkas-berkas untuk pembuatan visa dan paspor ini cukup membuatnya sedikit kesulitan.

Dirinya bahkan harus mondar-mandir ke 3 kota untuk mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Dari Samarinda, ia harus ke kota asalnya, yakni Bontang, untuk mengajukan surat pembuatan SKCK. Setelah itu, ia harus pergi lagi ke Polda Balikpapan untuk mengajukan surat lanjutan demi mendapatkan SKCK sebagai persyaratan keluarnya visa.

"Jadi mungkin waktu yang saya butuhkan untuk mempersiapkan magang ini kurang lebih 5 bulan, dihitung mulai dari pendaftaran ke universitas di bulan Januari hingga keberangkatan saya menuju Thailand di bulan Juni.”

Beralih ke Farhany yang menyinggung perihal budaya, ia menuturkan terdapat beberapa perbedaan budaya kampus yang ditemukannya selama menuntut ilmu di Thailand.

"Cara menghubungi dosen, administrasi kampus, budaya sosialisasi mahasiswa sangat berbeda di sini. Saya perhatikan di sini juga sangat banyak dosen muda, sehingga interaksi ke mahasiswa juga jauh lebih mudah," jelas Farhany saat diwawancarai oleh Sketsa pada Selasa, (15/8).

Ia pun menuturkan bahwa pengalaman magangnya ini sangat menambah pengetahuan dan keterampilannya, terutama kemampuan saat melakukan praktik di laboratorium.

"Selain itu, pasti ada international exposure, artinya kalau saya mau melanjutkan studi di sini, setidaknya sudah ada bekal," ujarnya.

Perihal akomodasi, Ajeng dan Farhany kompak menuturkan bahwa Unmul membiayai perjalanan Indonesia-Thailand mereka. Keduanya pun tak perlu khawatir soal tempat tinggal sebab sudah disiapkan oleh pihak penyelenggara.

“Biaya akomodasi tiket pesawat pulang-pergi ditanggung oleh UPT Layanan Internasional Universitas Mulawarman. Untuk tempat tinggal sendiri sudah termasuk sebagai fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara yaitu FSci King Mongkut’s University of Technology Thonburi," papar Ajeng.

"Yang saya tanggung sendiri hanya biaya hidup (kurang lebih hanya untuk makan),” imbuh Farhany.

Terakhir, Ajeng mengungkap kesulitan yang dialami berasal dari makanan. Pasalnya, makanan halal yang sesuai dengan seleranya cukup sulit ditemukan.

“Cukup sulit menemukan makanan yang halal dan cocok dengan lidah dan kantong saya di daerah sekitaran tempat saya magang.”

Berbeda dengan Ajeng, Farhany merasa persoalan bahasa menjadi tantangan terbesarnya selama menempuh magang di Negeri Gajah Putih tersebut.

“Di sini kami seratus persen menggunakan Bahasa Inggris, tetapi karena perbedaan aksen dan tidak semua orang Berbahasa Inggris dengan lancar, terkadang sulit untuk berkomunikasi," tutupnya. (lav/nnf/ord/ems)