
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA - Charlos Falentino, mahasiswa Pendidikan Fisika Unmul, terpilih sebagai salah satu peserta dalam program edukasi nasional Class of Champions (COC) Season 2 yang digagas oleh Ruangguru. Ia menjadi mahasiswa Unmul pertama yang lolos seleksi ketat untuk tampil dalam ajang yang mempertemukan puluhan mahasiswa berprestasi dari seluruh Indonesia.
Charlos mengungkapkan bahwa pencapaiannya ini bukan sesuatu yang instan. Perjalanan panjang, strategi belajar, hingga manajemen waktu yang ketat menjadi kunci keberhasilannya untuk lolos sebagai peserta COC.
Class of Champions Season 1 menjadi insipirasinya untuk melangkah jauh hingga menjadi peserta COC Season 2. Hal ini muncul ketika ia berkesempatan mengikuti kegiatan di Mahakam Ulu. Di sana, ia menginspirasi anak-anak dengan peserta COC Season 1. Namun, ia merasa akan lebih menginspirasi apabila peserta COC sendiri yang datang.
“Lalu aku mikir, kayaknya aku harus ikut Season 2 deh, biar bisa jadi inspirasi juga,” ujar Charlos membuka cerita awal ketertarikannya mengikuti program ini.
Dari Anak Samarinda ke Asrama Semarang
Charlos lahir dan besar di Samarinda. Masa kecilnya dilalui seperti anak-anak pada umumnya. Namun, titik balik dalam hidupnya terjadi saat ia mendapatkan beasiswa penuh untuk bersekolah di SMA Semesta Boarding School, Semarang.
“Puji Tuhan, waktu lulus SMP aku dapet beasiswa ke Semarang. Sekolahnya asrama, jadi dari SMA aku udah belajar hidup mandiri, jauh dari keluarga.”
Di SMA, Charlos bukan hanya belajar secara akademik, tetapi tempaan mental dan kedisiplinan turut menjadi teman terbaiknya. Ia aktif mengikuti olimpiade sains, kompetisi debat, dan berbagai lomba karya tulis. Bahkan, ia berhasil meraih medali dan mendapatkan beasiswa lanjutan dari program Beasiswa Indonesia Maju (BIM).
Meski punya peluang kuliah di luar daerah, Charlos memilih kembali ke Samarinda dan mendaftar di Universitas Mulawarman.
Target Sejak Dini dan Manajemen Waktu Ketat
Charlos mengaku terbiasa menargetkan prestasi sejak jauh-jauh hari, bahkan hingga setahun lamanya. Saat menjadi mahasiswa, ia sudah merancang berbagai target seperti memenangkan Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) Unmul 2025 dan aktif dalam berbagai organisasi.
“(Pilmapres 2025) itu aku sudah targetin dari 2023,” terangnya lewat aplikasi Zoom Meeting.
Lebih lanjut, dalam upaya mewujudkan targetnya, ia membagi waktu secara detail hingga per jam. Selain menggunakan teknik Feynman, ia juga menggunakan metode belajar Pomodoro, yaitu sistem belajar 25 menit dan istirahat lima menit.
Kesibukan Charlos tidak hanya sebatas akademik. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi, seperti menjadi Ketua Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) FKIP, ketua panitia penyambutan mahasiswa baru Kristen, dan anggota divisi di Himpunan Mahasiswa (Hima).
“Jujur, sekitar 40–50 persen waktuku memang habis di organisasi.”
Alih-alih merasa kewalahan, Charlos memilih memanfaatkan waktu transisi, yakni saat makan atau menunggu dosen masuk kelas. Waktu tersebut ia gunakan untuk belajar atau menyelesaikan tugas.
“Kadang waktu di kelas pun aku bawa buku latihan olimpiade, jadi sambil ngerjain soal,” tambahnya.
Jalan Berliku Menuju COC Season 2
Mengikuti seleksi COC bukan perkara mudah, aku Charlos. Prosesnya meliputi pengumpulan berkas, pembuatan video perkenalan, tes kemampuan logika, matematika, numerik, hingga wawancara daring (dalam jaringan).
“Tes masuknya brutal banget, soal di Season 2 memang sengaja dibuat lebih susah dari Season 1,” ungkapnya.
Selama masa persiapan, Charlos belajar dari berbagai sumber. Ia kembali membuka materi UTBK, mempelajari trik-trik daya ingat di YouTube, bahkan meminjam kartu Uno dan domino dari teman-temannya untuk latihan memori. Menariknya, seluruh persiapan itu dilakukan diam-diam.
“Bahkan orangtua pun enggak tahu aku daftar. COC ini memang rahasia, jadi aku cuma bilang ke temen, bantu aku ya hafalin ini,” katanya.
Hingga akhirnya, kabar kelulusan sebagai peserta resmi COC diumumkan. Ia berangkat untuk bergabung bersama puluhan mahasiswa lainnya dari berbagai penjuru Indonesia.
Bangga, Tapi Tetap Ingin Membumi
Saat ditanya soal perasaan menjadi bagian dari COC, Charlos tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Baginya, kesempatan ini bukan sekadar panggung kompetisi, tapi juga wadah kolaborasi, pertukaran ide, dan membangun jejaring yang luas.
“Ketika akhirnya tahu kami bukan 40 peserta, tapi 80 orang dari universitas yang berbeda, itu syok banget. Tapi seru juga. Bisa kenalan sama teman-teman dari luar negeri bahkan,” ujarnya antusias.
Meski kini makin dikenal, Charlos tidak ingin terlena. Ia menyadari betul bahwa perjuangan belum berakhir. Ia justru ingin menjadikan COC sebagai jalan untuk memberikan dampak yang lebih besar.
“Aku harap COC bukan cuma tempat dikenal banyak orang, tapi bisa jadi pintu agar aku bisa bantu lebih banyak orang,” ucapnya saat dihubungi Jumat (11/7) lalu.
Charlos turut merasa beruntung karena banyak dari kakak tingkat (Kating) yang mau berbagi buku dan ilmu tanpa pamrih. Pengalaman itu menjadi bahan bakarnya untuk terus berprestasi dan berbagi ilmu yang dimiliki.
Tak puas diri, Charlos bertekad untuk belajar lebih giat lagi. Ia ingin membuktikan bahwa keterbatasan bukan halangan untuk bermimpi besar.
“Yang penting terus belajar, fokus, dan siap terima risiko. Karena semua perjuangan kita itu nggak pernah sia-sia,” tutupnya. (myy/tha/mlt)