Inovasi KRS: Pemantauan Melalui Buku Konsul

Inovasi KRS: Pemantauan Melalui Buku Konsul

Sumber gambar: Istimewa

SKETSA - Sebelum memulai perkuliahan semester baru, mahasiswa diwajibkan mengurus kartu rencana studi (KRS). KRS merupakan lembaran yang berisi daftar mata kuliah yang diikuti mahasiswa dalam satu semester. Selain terdapat rincian mata kuliah yang diambil, KRS juga mencantumkan nilai IPK semester lalu dan tanda tangan mahasiswa, kaprodi serta dosen pembimbing. 

Setiap fakultas memang mengharuskan untuk konsultasi kepada para dosen pembimbing. Namun, hal berbeda nampak di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di mana mahasiswa diwajibkan untuk konsul dan memperoleh tanda tangan dosen pembimbing di buku konsul mereka. Para mahasiswa diharuskan untuk memperoleh setidaknya tiga tanda tangan dosen pembimbing agar dapat melanjutkan mengurus KRS.

Saat ditemui Sketsa (23/5) lalu, Ketua Prodi Sastra Indonesia Dahri Dahlan, membenarkan adanya buku konsul tersebut. "Buku konsul ini baru berlaku dua angkatan yaitu angkatan 2017 dan 2018."

Tujuan dari adanya buku konsul ini adalah untuk memantau para mahasiswa. "Buku ini juga untuk kebaikan mahasiswa sendiri, karena biasa kalau sudah mau DO (drop out) baru konsul. Kalau sudah ketahuan ada matkul yang enggak bisa diambil, baru konsul," ungkap Dahri.

Buku konsul mahasiswa FIB ini tidak hanya berisi kolom tanda tangan dosen pembimbing, akan tetapi juga berisi mata kuliah setiap jurusan selama masa perkuliahan yaitu 8 semester. Satu buku konsul dapat digunakan mahasiswa hingga akhir masa perkuliahan. Bentuk konsultasi yang dilakukan pun tidak hanya seputaran masalah KRS atau mata kuliah saja. 

Dahri menambahkan jika mahasiswa meminjam buku di perpustakaan, sudah terhitung konsultasi, mahasiswa mencurahkan keluh kesahnya terkait perkuliahan juga termasuk. 

"Apapun hal yang dapat memudahkan mahasiswa, itu termasuk konsul," ujar Dahri. Perubahan signifikan dari pemberlakuan buku konsul ini adalah mahasiswa menjadi aktif untuk konsul sehingga pemantauan mahasiswa dapat lebih mudah dilakukan.

Rencananya buku bimbingan tersebut akan terus diberlakukan kepada setiap angkatan terkhusus untuk angkatan baru. Sengaja diberlakukannya kebijakan tersebut tidak terlepas dari demi kebaikan mahasiswa. Pihak fakultas berharap dengan adanya buku tersebut mampu memecahkan masalah atau kendala mahasiswa selama menjalani proses perkuliahan.

Mahasiswa akan difasilitasi oleh pihak akademik untuk mendapatkan buku bimbingan tersebut secara gratis, terkhusus untuk angkatan 2018. Namun pada angakatan 2017 harus mencetak sendiri buku tersebut dengan alasan stok buku yang tidak cukup.

Mahasiswa menyambut baik adanya pemberlakuan buku bimbingan demi kebaikan dan kelancaran mahasiswa dalam menjalankan proses perkuliahan, serta mencegah adanya hal-hal yang terkendala. Itu merupakan salah satu tujuan dari adanya buku bimbingan tersebut, agar mahasiswa dan dosen pembimbing dapat saling berdiskusi terkait perkuliahan.

Salah satu mahasiswa Sastra Indonesia 2017, Musdalipah mengaku buku tersebut memang diperlukan. "Saya rasa buku pedoman ini atau buku panduan untuk konsultasi ke dosen pembimbing ini perlu, karena untuk mendekatkan mahasiswa ke dosen pembimbing agar ketika skripsi nanti atau mengurus proposal skripsi akhir, mahasiswa tidak canggung atau malu-malu dengan dosen pembimbing, karena sejak semester 1 sudah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing,” ujarnya.

Sama halnya dengan FIB, Fakultas Teknik pun memberlakukan juga buku konsul. Bedanya, tidak ada minimal tanda tangan dosen pembimbing hanya saja mereka diharuskan untuk konsul setiap semester. Isi buku konsul dari Fakultas Teknik sendiri terdiri dari grafik IPK dan daftar mata kuliah yang telah diambil. Buku konsul mahasiswa Teknik dipegang oleh masing-masing dosen pembimbing mahasiswa.

Salah satu mahasiswa Tenik Industri, Dimas Syaifullah menuturkan buku konsul ini telah ada sejak lama diterapkan. Mahasiswa Fakultas Teknik dapat menerimanya saat memasuki semester dua. (sii/ycp/vny/els)