Sumber Gambar : Istimewa
SKETSA - Proses penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi dinilai sangat mengandung unsur kekerasan. Selain karena dilakukan secara paksa, kejadian tersebut juga dilakukan dengan sangat brutal. Beberapa massa aksi mendapat perlakuan tidak layak seperti diinjak-injak hingga diseret layaknya binatang.
Yohanes Ricardo, Humas Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) menyebut jika proses penangkapan yang terjadi merupakan di luar rasa kemanusiaan karena sangat mengancam kebebasan berekspresi seperti yang telah tercantum dalam undang-undang. Menurutnya, ini adalah sikap tegas masyarakat dalam menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang meresahkan.
“Kita akan melakukan sidang rakyat di dalam. Tapi nggak tahu kenapa kemudian gedungnya, pagar gedung DPR kemarin langsung ditutup dan kita dihadang. Nah, setelah itu kita ditembak gas air mata sama water cannon dan teman-teman kita ditangkap,” jelas Richardo, Jumat (6/11) di hadapan pers.
Komunikasi melalui pesan grup terus dilakukan untuk mengetahui kabar teraktual dari beberapa massa aksi yang ditangkap. Setelah dikabarkan bahwa 9 orang tertangkap, menurut info yang terbaru diketahui berjumlah 12 orang dan dua di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Atas tuduhan kepemilikan senjata tajam (sajam), ia sendiri belum mengetahui kebenarannya. Dikarenakan jumlah massa aksi hingga sore hari kian bertambah, muncul kecurigaan jika mereka bukan bagian dari Aliansi Mahakam.
Namun, dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka merupakan bagian dari massa aksi dan kini sedang diupayakan pembebasannya. Bersinergi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mereka berharap menemukan titik terang dan mendapatkan jalan keluar yang terbaik dari peristiwa penangkapan ini.
Ricardo mengungkapkan, telah dilaksanakan aksi solidaritas untuk menuntut pembebasan serta membantu rekan-rekan LBH yang sedikit sulit untuk memandu proses pengawalan di Polresta Samarinda.
Aksi yang dilaksanakan justru mendapatkan respons yang tidak baik hingga terjadi pembubaran. Taman Samarendah akhirnya menjadi pilihan untuk melakukan aksi solidaritas. Kabar baiknya, beberapa responden dari luar Samarinda turut memberikan tanggapan atas aksi yang direpresi oleh aparat Kota Samarinda.
Solidaritas datang di antaranya dari Bogor, Palembang hingga dari Luwuk Banggai. Beberapa daerah lainnya sempat melakukan kegiatan solidaritas dengan membuat aksi di media sosial.
“Makanya kalau memang misalkan teman-teman kita masih ditahan, ya kita akan menyerukan secara solidaritas nasional gitu,” ungkapnya.
Aliansi Mahakam sangat berharap massa aksi untuk dibebaskan. Komunikasi dengan LBH juga terus diupayakan demi mendapat pengawalan secara hukum.
“Gak bisa juga kita hantam dari luar terus, sementara di dalamnya gak dikawal. Jadi harus bersinergi dulu. Kalau dari LBH masukannya untuk kita aksi, ya kita aksi. Kalau dari LBH kita melakukan dengan cara yang soft ya kita menggunakan juga arahan yang disampaikan oleh LBH,” tutupnya. (khn/fzn)