Lifestyle

Fear of Missing Out, Dilema Keresahan Masa Kini

Fear of Missing Out (FOMO) adalah sebuah gangguan di mana seseorang menjadi cemas dan merasa kehilangan suatu hal karena kurang update akan sesuatu yang baru

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Mindful.org

SKETSA – Apakah kamu sering kali tidur larut malam karena sibuk mengecek media sosial (medsos)? Seperti meletakkan ponsel tidak jauh dari jangkauanmu? Lalu, rutin melihat ponsel minimal 10 menit? Hati-hati, sebab kemungkinan besar kamu mengidap FOMO.

Fear of Missing Out (FOMO) adalah sebuah gangguan di mana seseorang menjadi cemas dan merasa kehilangan suatu hal karena kurang update akan sesuatu yang baru. Biasanya, perasaan ini diawali setelah berselancar dalam waktu yang lama di medsos.

Memang, menjamurnya media sosial membuat penggunanya kian banyak, terlebih sering merasa tertinggal secara intens. Keadaan pandemi yang mengharuskan kita untuk berjejaring juga menjadi faktor meningkatnya perasaan ini.

Istilah FOMO sendiri muncul di Oxford Dictionary pada 2013, setelah penelitian yang dilakukan oleh Professor Andrew Przybylski, psikolog dan peneliti asal University of Essex, Inggris. Ia mengamati bagaimana smartphone menjerat penggunanya. Salah satu fakta yang ia temukan, pengidap FOMO bisa berulang-ulang membuka akun medsosnya hanya dalam waktu satu jam.

Sadarkah kamu, jika keadaan ini merupakan hal yang serius dan dapat berpengaruh di setiap lini kehidupan? Adanya FOMO membuat kita terus menerus intens pada penggunaan medsos agar tidak ketinggalan oleh apapun. Padahal semakin sering kita beraktivitas di medsos, semakin rendah pula kita melihat diri sendiri (low self-esteem).

Medsos menyuguhkan begitu banyak potret kehidupan berbagai macam orang dari beragam kalangan. Ini jugalah yang membuatmu secara tak langsung merasa tidak puas dengan kehidupan yang sedang dijalani. Ketika melihat sesuatu yang keren, terkini dan viral, kita lantas berpikir bahwa apa yang sedang kita lakukan kurang menyenangkan, kurang keren, kurang ini, dan itu.

Selain mendorong diri untuk terus-menerus mengikuti update dan membuka medsos—baik ketika baru saja bangun tidur, beraktivitas hingga sebelum tidur—FOMO juga mengindikasikan bahwa salah satu sumber masalahnya adalah ketidakbahagiaan. Benar, semakin kamu membandingkan kehidupanmu dengan orang-orang, perasaan tidak bahagia mendominasi diri untuk terus menerus mengikuti tren, agar tak tertinggal.

Menurut artikel “Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out” oleh Przybylski dan rekan pada 2013, orang yang merasakan dan mengalami FOMO, diketahui memiliki tingkat kepuasan hidup yang rendah. Sebab terus membandingkan diri secara negatif dengan orang lain.

Namun, belum terlambat untuk keluar dari keadaan yang tidak sehat ini. Banyak cara untuk mengatasi FOMO, meskipun tentu saja tidak instan. Pertama-tama kita harus menerima diri sendiri dengan baik. Sulit, ya? Mengingat kita tidak mungkin terus-menerus mengikuti perkembangan atau keadaan menyenangkan lainnya. Kurangilah membuka konten atau akun medsos yang kurang bermanfaat untukmu. Menyeleksi ketat siapa yang kamu ikuti sesuai dengan minatmu, bisa jadi cara. Mendekatkan diri kepada orang-orang terdekat juga bisa kamu lakukan. Dengan dukungan mereka, setidaknya kamu lebih mudah menerima keadaan hidupmu.

Selanjutnya, membatasi penggunaan medsos dan mempererat koneksi sosial secara langsung. Berselancar di internet dengan impulsif atau terlihat berbeda di medsos tidak membuat kamu lantas akan dipedulikan orang lain. Sebaliknya, dengan mengurangi penggunaannya, kita dapat melakukan quality time dengan nyaman.

Terakhir, perbanyak menghargai diri sendiri. Fokuslah kepada kehidupan yang sedang kita jalani, bersyukur atas apapun yang telah kita miliki. Berlatih mindfulness akan membantumu untuk menghindari FOMO. Yuk, kita benahi kebiasaan ini sama-sama. Meski perlahan-lahan, tetap konsisten dan percaya bahwa kamu bisa melaluinya dengan berlatih. (len/rst)



Kolom Komentar

Share this article