Berita Kampus

Temukan Sertifikat TOEFL Palsu, Mahasiswa Terancam Terkena Sanksi

Terbukti memiliki sertifikat TOEFL palsu, dua mahasiswa terancam dapatkan sanksi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: exam-practice.com

SKETSA – Belakangan beredar kabar mengejutkan dari Fakultas Komputer dan Teknik Informatika (FKTI). Pasalnya, dua mahasiswa dari program studi Teknik Informatika diduga memalsukan sertifikat Test of English as a Foreign Language (TOEFL), yang menjadi tes wajib mahasiswa sebelum lulus.

Dugaan ini ditemukan langsung oleh Balai Bahasa, selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) tes TOEFL mahasiswa Unmul. Kasus ini bahkan telah diserahkan untuk ditindaklanjuti pihak fakultas dan rektorat kampus.

Aridah, Kepala UPT. Balai Bahasa Unmul mengatakan dugaan ini muncul saat dua mahasiswa FKTI datang, yakni RP dan OC, pada Jumat, (4/10) lalu untuk memverifikasi sertifikat TOEFL yang dimilikinya. Keduanya berasal dari angkatan 2015 dan 2016. Mereka meminta tanda tangan Aridah untuk legalisasi. Namun melihat sertifikat yang dibawa, Aridah enggan melakukan.

Dikatakannya, secara kasatmata sertifikat itu sudah dapat dideteksi palsu. Bahkan ditemukan lebih dari 10 perbedaan dengan sertifikat asli. Di antaranya, bentuk sertifikat yang digunakan adalah model yang lama, dalam sertifikat tersebut tidak ada watermark, dan juga dalam sertifikat tersebut menggunakan nomor yang Aridah sendiri tidak tahu itu digunakan di tahun berapa.

Berdasarkan pernyataan keduanya, sertifikat itu diterima usai mengikuti sebuah pelatihan singkat yang digelar di kampus. Dalam sertifikat tesebut, pelaksanaan tes dilaksanakan Juni lalu. Dua mahasiswa ini bersama beberapa rekan lainnya diajak senior untuk turut serta dalam pelatihan tersebut. Padahal, sertifikat TOEFL yang dikeluarkan UPT. Balai Bahasa untuk mahasiswa harus mengikuti tes terlebih dahulu. Aridah juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan pelatihan secara tidak resmi.

“Saya tidak tahu siapa yang mengadakan dan itu pelatihan apa. Mereka juga tidak mau memberi tahu. Cuma bilangnya diajak sama kakak tingkatnya.”

“Katanya sih banyak (yang ikut pelatihan), tapi yang datang ke sini dan bawa sertifikat itu dua orang,” tambahnya.

Bukan Hal yang Baru

Rupanya kejadian ini bukan pertama kali dihadapi UPT. Balai Bahasa. Aridah mengatakan, kasus semacam ini dulu pernah terjadi bahkan dibawa hingga ke kepolisian. Akibatnya, oknum di balik pemalsuan yang merupakan eksternal kampus ini mesti mendekam di jeruji besi. Sebelumnya juga disebutkan Aridah ada mahasiswa pascasarjana lingkungan yang diketahui memalsukan sertifikat TOEFL.

“Model sertifikatnya sama dengan yang ini. Berarti ini oknumnya satu, dan saya tanya (ke mahasiswa FKTI), ‘kamu bayar?’ Mereka bilang enggak.”

Menyadari rentannya sertifikat yang dipalsukan, merupakan bentuk evaluasi UPT. Balai Bahasa sejak tiga tahun terakhir dengan menggunakan sistem online untuk verifikasi sertifikat. Sehingga memudahkan pendeteksian pemalsuan.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, mahasiswa yang diketahui memalsukan sertifikat akan dikenakan skorsing, harus menunggu dua kali wisuda untuk dapat melaksanakan wisuda. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi salah satu di antara dua mahasisiwa FKTI tersebut, karena ia sudah melalui tahapan pendadaran.

Saat ini, KTM dua mahasiswa tersebut ditahan di UPT. Balai Bahasa. Penyelesaian dan tindak lanjut kasus ini akan dilakukan internal kampus. Lebih jauh, UPT. Balai Bahasa pada Selasa (8/10) telah mengirimkan surat ke beberapa pihak yang lebih berwenang untuk menyelidiki dan memberikan sanksi, yakni kaprodi Teknik Informatika (TI), wakil dekan I, dekan fakultas, serta wakil rektor I.

Kaprodi TI: Mahasiswa Kami Korban Penipuan

Terpisah, ditemui Sketsa Kaprodi Teknik Informatika, Masnawati membenarkan adanya kejadian tersebut. Setelah mendapatkan kabar dari UPT Balai Bahasa, Masna, sapaan akrabnya, segera menelusuri kasus itu dengan memanggil mahasiswa yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi pada Senin (7/10) lalu.

Menurut penelusurannya, ada oknum yang menawarkan jasa sertifikat kepada dua mahasiswanya dengan iming-iming bisa digunakan sebagai syarat lulus. Namun alih-alih sertifikat tersebut ilegal justru membuat RP dan OC terjerat kasus pemalsuan.

“Jadi sebenarnya mahasiswa kami ini juga korban penipuan. Tapi berdasarkan aturan yang ada, ini merupakan pelanggaran,” tutur Masna.

“Kami dari FKTI sangat-sangat tidak menyetujui adanya tindakan kecurangan apapun. Seperti itu, sehingga kecurangan apapun yang terjadi di sini akan kita tindak lanjuti. Kalau ada sanksi yang mengatur, ya kita berpegangan pada sanksi itu,” tambahnya.

Kendati dua mahasiswa tersebut sebagai korban penipuan, namun aturan tetap aturan. Mereka dinyatakan melakukan tindakan pelanggaran. Dikatakan Masna, RP dan OC telah melanggar aturan Etika Sivitas Akademika Unmul. Pasal yang bersangkutan ialah pasal 22 tentang Pelanggaran Berat Mahasiswa ayat 2 berbunyi “Membeli atau mengubah nilai hasil ujian”.

Adapun sanksi yang dikenakan untuk pelanggaran berat mahasiswa yaitu larangan untuk mengikuti kuliah, ujian atau kegiatan akademik lain dari mata kuliah selama satu semester, dan larangan untuk mengikuti semua kegiatan akademik selama satu semester. Berdasarkan aturan yang ada, Masna mengatakan bahwa pihaknya tidak mentolelir adanya kecurangan. Pun kasus ini sedang dalam tahap proses untuk kemudian dilaporkan ke rektorat.

“Isi sudah diproses di fakultas, untuk dilaporkan ke rektorat. Kami merespons apa yang disampaikan Balai Bahasa kami crosscheck, kami tanyakan ke mahasiswa yang bersangkutan. Seperti apa kronologisnya. Kemudian kami pelajari aturan-aturan yang mengatur masalah ini di tingkat universitas,” ungkapnya.

Oknum Bukan Civitas Academica Unmul

Setelah mendapatkan keterangan dari korban, Masna menelusuri identitas oknum yang menawarkan jasa sertifikat tersebut. Rupanya oknum itu bukan berasal dari civitas academica Unmul.

“Setelah kami bertanya kepada mereka, mereka menjelaskan bahwa ada oknum yang mana setelah ditelusuri, didapat informasi bahwa si oknum ini bukan bagian dari FKTI dan bukan internal Unmul juga,” ungkapnya.

Masna menegaskan jika kejadian pembuatan sertifikat ilegal tersebut bukanlah dari internal FKTI. “Mungkin ada pihak yang berasumsi bahwa ‘kayaknya FKTI nih sumbernya’, kalau ada berita seperti itu, itu tidak benar,” tegasnya

Saat ini, Sketsa tengah berupaya mengonfirmasi pihak terkait lainnya, termasuk mahasiswa bersangkutan untuk mendapatkan keterangan. (adl/ycp/snh/mer/wil)



Kolom Komentar

Share this article