Berita Kampus

Risiko Menulis, Kesalahan yang Jadi Pembelajaran

Dugaan pemanggilan mahasiswa Fakultas Kedokteran ke Sulbar karena tulisannya yang dimuat di koran ternyata keliru. (Sumber foto: istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - “Manusia suka terburu-buru, terlalu cepat menyimpulkan, tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.” Kata-kata dari Emha Ainun Najib alias Cak Nun ini agaknya cocok menggambarkan kondisi masyarakat kini yang mudah terprovokasi suatu kabar. Akibat terlalu cepat menyimpulkan, tak sedikit tindakan yang menyakiti atau bahkan merugikan.

Seperti beberapa waktu lalu, salah salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran angkatan 2016 dipanggil oleh pihak berwajib, Sulawesi Barat. Pemanggilan Ainur Basirah Mulya, nama lengkap mahasiswi ini diduga karena tulisannya yang dimuat di koran Radar Sulbar membuat masyarakat Mandar kesal. Ia menuliskan opini tentang masakan khas Mandar, Bau Tappiq dari sudut pandang medis. Bau yang berarti ikan, dan tappiq artinya disiram bumbu yang kemudian dimasaknya dengan dibakar dengan sabut kelapa atau arang.

Dalam tulisannya Ainur membahas zat kimia PAH (Policyclic Aromatic Hidrocarbon) yang terdapat dalam kulit hitam ikan atau daging hasil bakaran, atau yang diolah seperti pengasapan atau pemanggangan. Sebab, zat tersebut apabila masuk ke dalam tubuh terus-menerus akan menimbulkan tumor atau kanker. Di akhir sebagai kesimpulan Ainur juga memberikan tips agar meminimalisir risiko yang bisa saja terjadi.

Tulisannya tersebut viral di kalangan orang Mandar, bahkan budayawan dan tokoh organisasi pemuda di sana mengganggap Ainur telah menjatuhkan citra kuliner khas Mandar itu. Berbagai kata sinis kian menyelekit terucap di laman Facebook tanggapi tulisan gadis kelahiran 22 April 1999 ini.

Namun, ternyata dugaan pemanggilannya ke Sulbar ini keliru. Dirinya dipanggil kepolisian karena proyek komunitasnya, yakni Komunitas Mendongeng Mandar. “Kapolres Majene tertarik untuk kerja sama. Dia ingin polisi-polisi dan polwan-polwannya tahu mendongeng. Makanya, saya dibiayai pulang untuk kegiatan itu. Bertepatan dengan kasus kemarin (bau tappiq) dan teman-teman saya mengira, saya pulang kampung kemarin untuk menyelesaikan masalah itu,” kata Ainur kepada awak Sketsa.

Terlepas dari kabar dari anggapan miring yang ia terima, Ainur berlapang dada. Mengetahui ada komunitas yang membahas tulisan yang terbit di media secara mendalam, Ainur menghubungi komunitas Sindikat Lebah Berpikir (SLB) untuk mendiskusikan tulisannya itu. Dari hasil notulensi yang ditulis Panji Asuhan salah anggota SLB, kritikan dan saran itu seperti penulis kurang menggali lebih dalam mengenai Bau Tappiq, tidak menuliskan contoh konkret karena belum ada penelitian yang relevan, dan bila pun ada penelitian akan membutuhkan waktu. Selain itu penulis diharapkan berkolaborasi dengan orang lain semisal budayawan dan ahli medis bila ingin melanjutkan tulisannya.

Sebelumnya, Ainur mengaku belum berani mengeluarkan tulisan di koran lagi jika tak kunjung mendapat kritikan dari SLB ini.

Setelah dikonfirmasi lagi, Ainur pun bakal melanjutkan tulisannya. Membahas lebih dalam dan dari segala sudut pandang. (nhh/jdj)



Kolom Komentar

Share this article