Prof. Adam Sebut Tiga Saran untuk Menekan Kecurigaan Statuta
Prof. Adam Idris berikan tiga saran untuk menekan kecurigaan terhadap statuta. (SUmber foto: Internet)
SKETSA – “Satu, jika memang tidak ada kaitannya dengan pemilihan rektor (Pilrek), maka sebaiknya pembahasan mengenai statuta ditunda sementara sampai selesai Pilrek. Tujuannya untuk meminimalisir timbulnya kecurigaan,” ucap Prof. Adam Idris.
“Kedua, jika menganggap pembuatan statuta adalah desakan, maka pasal 30 (di statuta lama) ditaati, silakan libatkan semua guru besar. Dan ketiga, jika memang ada pembatasan, maka pembatasannya harus jelas. Bagi fakultas yang memiliki guru besar lebih dari 20 persen misalnya, maka keterlibatan guru besar bisa dibatasi menjadi maksimal 20 persen saja,” tambahnya.
Itulah tiga saran utama yang dikemukakan Prof. Adam sebagai salah satu senat di Unmul, terkait pembahasan draf statuta yang dilaksanakan di Balikpapan saat ditemui Sketsa pada Senin (19/3) lalu.
Sebelumnya, Rektor Unmul Masjaya telah sedikit memberi klarifikasi di media, bahwa rapat internal dan workshop yang dilakukan di Balikpapan tidak ada hubungannya dengan Pilrek. Orang nomor satu se-Unmul ini menyebut bahwa tudingan yang menyebut dirinya menyalahi aturan dalam pengubahan statuta itu hanya salah paham belaka.
(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/dituding-ubah-statuta-masjaya-itu-desakan-kemenristekdikti/baca)
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul periode 2011-2015 ini kembali menilai, jika tidak ada kaitannya dengan Pilrek, maka seharusnya melalui mekanisme perumusan statuta yang ada. Prosedur mekanisme yang dimaksud, yakni dengan terlebih dulu melalui rapat senat komite organisasi, lalu dibawa ke rapat pleno universitas. Setelah selesai, baru kemudian draf statuta boleh dikirim ke kementerian.
Menurutnya, yang terjadi sekarang ini justru sebaliknya. Tidak ada pembicaraan mengenai hal ini di komite organisasi dan di senat, tapi kemudian tiba-tiba muncul pembahasan mengenai statuta di Balikpapan.
Guru besar dari FISIP ini menyebut, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam membuat aturan perundang-undangan, yakni aspek formil dan materil. Aspek formil tersebut mencakup bagaimana mekanisme yang perlu dilakukan, juga siapa saja lembaga yang berwenang. Sedangkan aspek materil, menyangkut substansinya.
Kaitannya dengan statuta, ia menilai aspek formilnya yang tidak memenuhi standar. Selain itu, ia juga tidak setuju pada salah satu pasal yang konon diubah dalam statuta, yaitu dalam kriteria keanggotaan senat. Dirinya ketahui, adanya pembatasan keanggotaan senat yang dirancang pihak rektorat dalam pasal tersebut dan baginya, hal itu tidak memiliki dasar.
“Tidak setuju karena tidak semua guru besar dilibatkan. Dari aspek formilnya saja sudah tidak memenuhi karena yang hadir di Balikpapan bukan komite organisasi dan bukan senat universitas,” terangnya.
Kemudian saat ditanya Sketsa mengenai adakah dasar hukum seluruh anggota senat harus ikut membahas Statuta, Prof. Adam berujar bahwa jelas dasar hukumnya sudah terdapat di dalam statuta lama.
Jika akhirnya keterlibatan guru besar benar-benar dibatasi dalam keanggotaan senat, maka menurutnya, harus ada alasan yang jelas terkait berapa orang perwakilan tiap fakultas yang seharusnya berwenang menghadiri pembahasan statuta sebagai senat.
Terkait pertemuan membahas statuta di Balikpapan bersama Biro Hukum Kemenristekdikti yang memberikan pembatasan guru besar untuk terlibat dalam keanggotaan senat, Ketua Dewan Pertimbangan Unmul Prof. Afif Ruchaemi pun membenarkan adanya pembahasan tersebut.
Namun dengan tegas, guru besar asal Fakultas Kehutanan dan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unmul periode 2010-2014 itu menyebut bahwa draf statuta yang dibahas di Balikpapan tersebut belumlah final. Ia berujar, finalisasi terhadap penetapan Statuta harus dilakukan melalui sembilan tahap sesuai arahan Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014.
“Saat selesai rapat dengan Biro Hukum (Kemenristekdikti), jelas bahwa itu setelah dibaiki lagi, (maka) akan dirapatkan di komisi organisasi. Secepatnya nanti akan ada (rapat komisi organisasi). Kemudian hasilnya dirapatkan di pleno senat. Di situlah semua guru besar ada. Jadi hasil di Balikpapan itu belum final,” bocornya.
(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/ketua-dewan-pertimbangan-unmul-sebut-penetapan-statuta-belum-final/baca)
Meski melalui sembilan tahapan seperti yang disebutkan di Permendikbud tersebut, Prof. Adam masih menyinyalir bahwa ditahap nomor yang pertama pun, ia merasa bahwa tak ada pelibatan anggota senat sama sekali dalam perumusan Statuta.
“Ini,” ujarnya sambil menunjuk mekanisme penyusunan Statuta nomor satu di dalam Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014. “Perguruan Tinggi menyusun Statuta Perguruan tinggi.”
“Siapa perguruan tinggi itu? Perguruan tinggi (di Permendikbud) itu susunannya ada senat, ada pemimpin perguruan tinggi. Yang terjadi sekarang ini adalah, dia (pimpinan perguruan tinggi) saja yang menyusun, senat tidak dilibatkan. Bagaimana? Mekanismenya sudah salah dari awal,” pungkasnya. (gie/dan/asr/pil/len/adl)