Berita Kampus

Rektor Unmul Sempat Dipanggil Bawaslu, Bagaimana Sebenarnya Posisi Kampus Jelang Pilkada?

Buntut dipanggilnya Abdunur ke Bawaslu, Unmul disorot posisinya menjelang pilkada

Sumber Gambar: Arsip Sketsa

SKETSA — September lalu, Unmul mendatangkan Isran Noor selaku Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unmul dalam perhelatan Wisuda gelombang ketiga. Tidak hanya itu, melalui pidatonya, Rektor Unmul Abdunnur menyampaikan harapannya terkait pemimpin Kaltim ke depannya.

Hal ini kemudian menimbulkan persepsi bahwa Abdunnur melakukan kampanye terhadap salah satu pasangan calon (Paslon) dalam pergelaran Wisuda saat itu. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kemudian memanggil Abdunnur untuk menindaklanjuti hal tersebut.

(Baca: Diduga Kampanyekan Isran Noor, Rektor Unmul Dipanggil Bawaslu Kaltim)

Berkaitan dengan hal tersebut, Sketsa kemudian menemui Abdunnur secara langsung. Kepada Sketsa, ia menegaskan tidak berpihak kepada salah satu paslon. 

“Sebagai pegawai negeri (sipil) kan harus netral dan sebagainya, dan tetap mendoakan kepada semua. Karena semua, kedua kandidat kan alumni Unmul,” ujar Abdunnur saat ditemui awak Sketsa, Senin (7/10) lalu.

Abdunnur juga mengajak seluruh civitas akademika Unmul untuk berpartisipasi aktif dalam Pilkada Serentak pada November mendatang. Ia menekankan pentingnya peran civitas akademika dalam menyalurkan hak pilih mereka dengan baik dan mendukung proses demokrasi. 

Lebih lanjut, Abdunnur mengungkapkan bahwa Unmul telah menjadi fasilitator bagi kedua calon kepala daerah yang merupakan alumni Unmul. 

“Unmul sebagai Center of Excellent memfasilitasi kepada kedua calon dengan melalui berbagai unit kerja, seperti fakultas untuk bisa mengadakan, ya sudah sejauh ini kita memberikan tempat sebagai house untuk memberikan kesempatan kepada mereka berdua,” jelasnya. 

Kekecewaan BEM KM Unmul terhadap Paslon

Di sisi lain, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unmul M. Ilham Maulana, menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran kedua paslon dalam diskusi publik yang diinisiasi oleh BEM KM Unmul pada 1 Oktober lalu. 

Ia menilai, absennya kedua calon tersebut menunjukkan ketidakberanian mereka untuk berdialog langsung dengan mahasiswa.

"Dari kedua paslon tidak ada konfirmasi konkret hingga hari pelaksanaan. Kami kecewa karena sebagai calon pemimpin, mereka seolah menghindar dari diskusi dengan mahasiswa,” ujar Maulana.

Maulana menyatakan BEM KM masih mempertimbangkan langkah selanjutnya terkait rencana adu gagasan tersebut.

Netralitas kampus disorot

Maulana turut memberikan pandangan terkait pemanggilan Rektor Unmul oleh Bawaslu akibat dugaan kampanye di kampus. BEM KM menilai hal ini menjadi pengingat bagi seluruh civitas akademika untuk bersikap netral dalam setiap momentum politik.

“Saya rasa Bawaslu berhak untuk memanggil pihak rektor yang tersebar di media bahwa ada keterlibatan gitu. Kami harap dari pihak Bawaslu juga mampu mengawasi, tidak hanya kepada masyarakat ataupun di daerah-daerah lainnya, namun kampus pun yang menjadi titik sentral dan pusat peradaban harus menjadi pengawasan secara meluas,” papar Maulana saat ditanyai melalui Whatsapp, Sabtu (12/10) lalu.

Ia juga menambahkan bahwa kampus memang memiliki peran dalam Pilkada sesuai aturan, namun tetap harus memerhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Posisi kampus dalam Pilkada 2024

Menurut Koordinator Klinik Pemilu Unmul Warkhatun Najidah, posisi kampus dalam demokrasi seharusnya independen, berbasis pada ilmu pengetahuan, dan tidak terlibat dalam politik praktis. 

Meskipun begitu, kampus harus tetap terbuka terhadap diskusi politik dan memberikan ruang bagi dialog yang bersifat akademis, misalnya terkait visi misi para calon. 

Namun, tukasnya, perlu diingat bahwa kampanye politik secara langsung di dalam kampus tetap tidak diperbolehkan.

"Unmul tidak boleh menjadi tempat kampanye, tapi kampus bisa menjadi wadah bagi diskusi politik dengan standar yang ketat," jelasnya saat ditemui secara langsung, Jumat (18/10) lalu.

Warkhatun menjelaskan, peran kampus adalah mencerdaskan masyarakat, khususnya mahasiswa terkait isu-isu demokrasi, tanpa memihak kepada calon atau partai politik tertentu. Akademisi memiliki tanggung jawab untuk menjaga standar perilaku yang tegas, terutama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus bersikap hati-hati daam menghadapi momentum politik.

Terkait pemanggilan aktor Unmul oleh Bawaslu, akademisi tersebut menekankan bahwa hal itu adalah bagian dari proses penegakan aturan, dan tidak perlu dianggap sebagai masalah besar. 

"Diperingatkan oleh Bawaslu itu hal biasa, sebagai pengingat agar kampus tetap mengikuti aturan. Ini juga momen untuk introspeksi, agar tidak ada hal-hal yang melanggar aturan," tegasnya.

Di sisi lain, peran mahasiswa dalam Pilkada juga menjadi sorotan. Banyak mahasiswa yang masih belum memahami isu-isu penting dalam pemilu, seperti konsep 'kotak kosong' di Pilwalkot Samarinda atau partisipasi di TPS khusus bagi mereka yang tidak bisa pulang ke kampung halaman. 

Warkhatun mengungkap, hanya sedikit mahasiswa yang mendaftar di TPS khusus, dan ini menjadi perhatian serius.

"Mahasiswa perlu lebih aktif dalam mendorong partisipasi masyarakat dan mencegah praktik politik uang. Kampus harus menjadi pusat inovasi dalam pemilu, bukan hanya fokus pada acara-acara seremonial semata," kata Koordinator Klinik Pemilu tersebut.

Selain itu, Klinik Pemilu di Unmul juga sedang aktif melakukan sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi dan kesadaran mahasiswa terhadap pentingnya mengawasi jalannya Pilkada. Dua isu utama yang dibawa dalam kampanye mereka adalah ajakan untuk memilih dan menolak politik uang.

Unmul sendiri, sebagai institusi akademis, tetap membuka pintunya untuk diskusi politik yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, kampus tetap harus mengikuti aturan Bawaslu, dan menjaga netralitas, terutama bagi figur-figur publik seperti rektor dan dosen yang memegang peran penting di masyarakat. (xel/ner/ali/mar)



Kolom Komentar

Share this article