Polemik Anggaran KIP Kuliah: Nasib Mahasiswa Calon Penerima dalam Ketidakjelasan Pemerintah
Ketidakpastian anggaran KIP-K 2025 menimbulkan keresahan kepada penerima beasiswa
- 01 Mar 2025
- Komentar
- 245 Kali

Sumber Gambar: Website Kemendikdasmen
SKETSA – Belakangan ini, muncul polemik pemotongan anggaran KIP-K 2025 yang menimbulkan kekhawatiran mahasiswa. Isu ini mencuat di media sosial, dengan beberapa poin utama, seperti potensi pemotongan anggaran KIP-K sebagai bagian upaya efisiensi anggaran pemerintah dan kemungkinan penggunaan kembali sistem skema beasiswa KIP-K seperti pada 2023.
Dampak dan Kecemasan Mahasiswa
Ketua Umum Keluarga Mahasiswa KIP-Kuliah (Gamakipka) Unmul, Arya Gautama juga menilai potensi pemotongan anggaran KIP-K merupakan bagian dari upaya efisiensi pemerintah. Arya menyebut, beasiswa KIP-K 2025 kemungkinan menggunakan sistem skema seperti 2023.
Meskipun telah ada pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bahwa tidak ada pemotongan atau pengurangan anggaran KIP-K 2025, isu ini tetap meresahkan mahasiswa.
"Ini membuat mereka khawatir tentang keberlanjutan bantuan biaya pendidikan mereka. Calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu juga akan menghadapi kesulitan akibat ketidakjelasan mengenai ketersediaan kuota dan anggaran," ungkap Arya saat diwawancarai, Minggu (23/2) lalu.
Sebagai langkah nyata, Gamakipka Unmul telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini seperti mengumpulkan informasi dari sumber resmi dan berkoordinasi dengan pihak universitas serta forum KIP-K.
"... juga mengajak mahasiswa untuk memantau perkembangan terkait KIP-K melalui media sosial," jelas Arya.
Ia berpesan kepada mahasiswa Unmul untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi.
"Ikuti perkembangan informasi dari sumber resmi dan terpercaya, serta bersatu dan saling mendukung dalam memperjuangkan hak-hak sebagai mahasiswa," tambahnya.
Tanggapan Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP-K
Salah seorang penerima KIP-K dari FEB, Ani Fatimah mengaku cukup terpengaruh oleh isu ini karena baginya KIP-K merupakan satu-satunya harapan untuk melanjutkan pendidikan.
"Tanpa beasiswa ini, saya merasa tidak bisa kuliah," ujar Ani saat diwawancarai, Kamis (26/2).
Saat ini, Ani terus mengikuti perkembangan informasi dan berharap pemerintah benar-benar melaksanakan janji seperti yang dijelaskan lewat pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa anggaran KIP-K tidak akan dipotong.
"Harapan saya kepada pemerintah, semoga apa yang diucapkan oleh Bu Sri Mulyani benar-benar dilakukan. Anggaran KIP-K tidak dipotong," imbuhnya.
Ani juga mengungkapkan sejauh ini tidak ada masalah dalam beasiswa KIP-K yang ia terima.
"Tidak ada masalah, selama ini berjalan lancar," ungkapnya.
Mengenai perubahan teknis penerimaan beasiswa menggunakan sistem skema, Ani menilai hal ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan tiap daerah, mengingat Upah Minimum Regional (UMR) tiap daerah berbeda sehingga biaya hidup juga berbeda. Seperti halnya biaya hidup di Kaltim yang jauh lebih tinggi ketimbang Pulau Jawa.
"Saya setuju dengan mekanisme ini karena setiap kota memiliki kebutuhan yang berbeda-beda," jelasnya.
Salah seorang penerima KIP-K dari FH, Rian Hidayat juga memberikan pandangannya mengenai isu ini. Menurut Rian, penting mencari informasi dari sumber terpercaya agar tidak terjebak dalam isu yang belum tentu benar.
"Kalau mengenai isu-isu tersebut, itu kan udah beredar nih rumor-rumor di sosial media. Setelah saya mencari tahu lebih lanjut, baik dari Pak Menteri Kemendikti, Prof. Brian Yuliarto, maupun Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, mereka menegaskan bahwa bantuan KIP-K ini tidak akan terdampak oleh efisiensi anggaran," ujar Rian saat diwawancarai pada Kamis (26/2).
Rian menekankan pentingnya menyaring informasi yang didapatkan dan memercayai pemerintah yang telah menjamin bahwa anggaran KIP-K tidak akan dipotong.
"Kita harus lebih menyaring informasi dan memercayai pemerintah. Jika kita tidak percaya, padahal sudah dibantu, itu tidak adil juga," tambahnya.
Rian juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait penerima KIP-K yang salah sasaran.
"Ada mahasiswa dari keluarga yang berkecukupan yang seharusnya tidak menerima beasiswa ini, sementara masih banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu yang benar-benar membutuhkan bantuan ini malah tidak mendapatkannya," jelasnya.
Menurut Rian, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi yang lebih ketat terhadap calon penerima beasiswa KIP-K untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Harapan dan Saran untuk Pemerintah
Rian berharap pemerintah memberikan solusi yang lebih baik dan lebih memperhatikan kesejahteraan mahasiswa. Adapun perubahan teknis dan skema harus menyesuaikan kebutuhan tiap daerah dengan cara yang transparan.
"Skema tersebut (seharusnya) disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah dan dilakukan dengan cara yang lebih transparan dan tepat sasaran," ungkapnya.
Rian juga menegaskan pentingnya pemerintah berhati-hati dalam bertindak dan memperhatikan rakyatnya, terutama mahasiswa yang menjadi penerus bangsa. Menurutnya, jika KIP-K dikurangi atau bahkan dihapuskan, sama saja membunuh masa depan bangsa.
"Pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam mengelola anggaran dan tetap memberikan dukungan penuh kepada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan," tutup Rian.
Ani juga memberikan harapannya terkait pemangkasan anggaran. Ia berharap janji tidak memotong anggaran KIP-K benar-benar dilakukan.
"Harapan saya kepada pemerintah semoga apa yang diucapkan oleh Bu Sri Mulyani benar-benar dilakukan, yang mengatakan bahwa anggaran KIP-K tak bakal dipotong," ungkapnya.
Walaupun pemerintah telah memastikan bahwa anggaran tidak akan dipotong, ketidakpastian ini tetap menjadi isu besar yang memerlukan perhatian serius. Mahasiswa diimbau terus mengikuti informasi dari sumber resmi dan menghindari terprovokasi oleh rumor yang beredar di media sosial.
Di sisi lain, ada harapan besar kepada pemerintah untuk tetap mendukung pendidikan tinggi bagi mahasiswa yang benar-benar membutuhkan bantuan finansial. (man/gya/zie/ner)