Berita Kampus

Lokakarya Tuai Kritik, Mujihat: Tidak Faedah!

Gubernur BEM FKIP Unmul, Mujihat. (Sumber: instagram.com/mujihat_)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Setelah melalui pesta demokrasi, kini lembaga ekskutif di tiap fakultas siap mengemban amanah untuk periode satu tahun lamanya. Sama halnya dengan suasana politik di BEM FKIP Unmul. Mulai bergerak menjalankan beberapa tugas utama yang dirumuskan dalam program kerja (proker), usai dilantik sejak 28 Oktober 2017 lalu oleh DPM FKIP. Lokakarya menjadi salah satu yang kembali diupayakan BEM FKIP di bawah komando Gubernur dan Wakil Gubernur BEM FKIP untuk kembali ditingkatkan.

Baru beberapa bulan kembali dijalankan, beredar pesan yang menanggapi tidak sehatnya Lokakarya BEM FKIP. Pesan ini disebarkan melalui broadcast media sosial yang dituliskan oleh Aliansi Peduli Lokakarya. Berjudul Surat Kecil Untuk BEM FKIP Unmul, pesan ini memaparkan beberapa keganjilan dari Lokakarya, hingga meminta penyampaian kejelasan secara terbuka.

Tak tinggal diam, BEM FKIP mengambil langkah yang sama. Membalas beredarnya pesan dari aliansi tersebut. Melalui Catatan Kecil untuk Kawan Berpikirku dengan mengatasnamakan Mujihat dan Muhammad Arif Tirtana selaku Gubernur dan Wakil Gubernur BEM FKIP. Mengawali pesan ini, tertulis bahwa dengan adanya berbagai intervensi yang diarahkan kepada BEM FKIP tidak akan menghalangi keharmonisan dan menghalangi tindakan produktif serta kreatif BEM FKIP.

Ditemui awak Sketsa pada Selasa (16/1) kemarin, Mujihat menilai aliansi ini bukan bukti dari mahasiswa secara keseluruhan. Meski Aliansi Peduli Lokakarya yang didirikan oleh Dodi Wahyudi mengatakan aliansi yang beranggotakan perwakilan mahasiswa dari beberapa prodi ini berdiri karena melihat minimnya kesadaran dan kepedulian mahasiswa dalam membangun organisasi di FKIP.

Menurut pandangan Mujihat, Lokakarya sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi dan dihadiri oleh perwakilan seluruh himpunan mahasiswa (hima) di FKIP. Ia juga menambahkan, hubungan BEM FKIP dengan seluruh hima baik-baik saja.

“Lokakarya ini berlaku di semua himpunan. Ada beberapa bidang atau dinas yang diberlakukan, di antaranya kaderisasi, sosial, minat bakat, dan keperempuanan,” akunya.

Dalam bidang kaderisasi, Mujihat memberikan pemahaman soal ini. Ia menyatakan bahwa mahasiswa angkatan 2017 tidak bisa langsung ke BEM FKIP tanpa mengabdi di hima. Namun, dengan catatan adanya sertifikat atau tanda bukti telah mengikuti pelatihan kepemimpinan selama di hima, atau track record yang dapat diperlihatkan seperti sertifikat, dan bukti lainnya.

“Kami mensosialisasikan kembali terkait Lokakarya di bagian kaderisasi, karena kita kekurangan kader di BEM. Ada yang memiliki pemahaman bahwa 2017 tidak bisa langsung ke BEM, harus mengabdi dahulu ke himpunan, sebenarnya tidak seperti itu. Ada catatan yang sudah disepakati seluruh lembaga pimpinan se-FKIP pada saat Lokakarya 2017,” terangnya.

Menurutnya, tempat pertama untuk membentuk kepemimpinan dan mengenalkan dunia organisasi yaitu di hima. Sebab BEM merupakan wadah bekerja secara profesional, bukan lagi tempat kaderisasi dan mengajarkan bagaimana berorganisasi yang baik dan benar.

Dengan adanya Lokakarya dalam bidang ini, bertujuan untuk menciptakan sinergisitas antara BEM FKIP dengan hima. Sebab, menurutnya yang bersentuhan langsung dengan mahasiswa ialah hima prodi sebagai perwakilan tiap mahasiswa di kelas. Semata-mata ini dilakukan untuk membangun komunikasi, koordinasi, dan lainnya yang bersifat membangun FKIP. Ia juga meyakini orang-orang yang tergabung dalam Lokakarya telah paham tentang jalannya program ini.

Menanggapi beredarnya surat tersebut, Mujihat menilai ini menjadi bagian dari dinamika politik di dunia kampus, di mana akan ada satu sisi yang berseberangan dan memberikan kritik.

“Coba ke BEM, kita berbincang-bincang. Bukan dengan menyebarkan broadcast seperti itu, karena akan membuat internal BEM FKIP tidak baik di mata sekitar, karena hal itu tidak benar,” katanya.

Menjadi soal bagi Mujihat ialah dengan adanya isu ini berkaitan dengan muruah BEM FKIP. Semula yang inginnya melakukan kerja sama, bukan berupaya saling menghancurkan. BEM FKIP dinilai sebagai ujung tombak peradaban di FKIP.

“Jika memainkan isu seperti itu, tidak ada faedahnya. Tidak penting bagi BEM, hanya mengkritik tapi tidak membangun dengan memberikan solusi,” tuturnya.

Perjalanan dalam menyusun Badan Pengurus Harian (BPH) dirasa Mujihat telah sesuai AD-ART dan hak veto sebagai gubernur terpilih. Jika ada permasalahan soal angkatan BPH yang masih angkatan 2017, hal ini bukan menjadi soal bagi BEM FKIP. Sebab yang bersangkutan yaitu Muhammad Alif Irbath, bukan dari angkatan 2017, melainkan dari angkatan 2016 yang sebelumnya telah berpindah jurusan karena adanya permasalahan finansial.

Jika benar ada keganjilan seperti yang telah diedarkan, Mujihat menjamin tentu akan menerima panggilan dari DPM FKIP. Menurutnya, yang seharusnya menjadi wadah untuk memberikan kritik adalah DPM FKIP, karena DPM FKIP merupakan perwakilan dari mahasiswa.

“Mengatasnamakan aliansi, sedangkan ada DPM. Lalu itu untuk apa? Seharusnya paham fungsi lembaga di fakultas,” imbuhnya.

Hingga saat ini, belum ada pertemuan yang dilakukan dengan pihak aliansi. Kendala masih dalam masa libur semester, beberapa mahasiswa memilih untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Mengenai inisiasi untuk melakukan pertemuan, Mujihat mengaku BEM FKIP akan menerima siapapun yang ingin datang dan menyampaikan kritik atau persoalan yang ingin disampaikan.

“Kalau kita melayani hal seperti ini, ini bukan hal yang urgent dan dibutuhkan mahasiswa, karena sifatnya mengkritik. Kalau memang ingin membangun, silakan sertakan dengan solusi. Kami welcome saja kepada siapapun,” tutupnya. (adl/els)



Kolom Komentar

Share this article