Berita Kampus

Lagi, Nyawa Melayang di Bekas Galian Tambang

Danau yang diduga bekas galian tambang kembali merenggut nyawa. (sumber foto: Jatam Kaltim)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Lubang Bekas Tambang bekas galian tambang kembali merenggut nyawa. 20 November lalu, seorang bocah berusia sepuluh tahun terpeleset dan tenggelam di sebuah danau yang diduga merupakan bekas aktivitas penggalian tambang di Jalan Kh. Harun Nafsi, Loa Janan Ilir. Menurut data yang dirilis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, ini merupakan korban lubang tambang ke-32 di Kaltim sejak 2011 lalu. 

Berdasarkan rilis yang dibuat Jatam Kaltim, ada beberapa temuan dan informasi yang berhasil dihimpun. Data ini memperkuat dugaan bahwa danau tersebut merupakan lubang galian tambang. Di antaranya ialah ditemukannya beberapa bekas tumpukan batu bara, kadar air yang tidak lazim dengan pH2,76 yang menandakan sangat asam. 

Kolam ini juga banyak mengandung logam berat yang larut bersama air saat tanah mengalami pembongkaran. Logam berat itu antara lain besi, mangan, merkuri, zeng, aluminium, timbal, arsen.

“Konsentrasi logam berat di dalam kolam menandakan tingkat keasaman luar biasa, artinya pernah ada penggalian batu bara di lokasi tersebut,” jelas Pradarma Rupang Ketua Jatam.

Masyarakat sekitar mengakui bahwa dua tahun lalu memang ada penggalian tambang di lokasi tersebut. Namun masyarakat setempat tidak terlibat.

 “Jika ditanya ini ilegal atau tidak, iya ilegal,” ucapnya. 

Dikatakan Rupang kepada Sketsa, pada Jum’at(23/11) lalu, ia mendapat informasi berbeda dari Istansi Tambang (Istanban) dan pihak kepolisian yang menyebut itu bukan lubang bekas galian tambang, melainkan hanya bekas pembangunan jalan dan program pemerintah lainnya. Bahkan Kapolres menyatakan bahwa kolam tersebut sebagai aliran sawah masyarakat. 

Jatam beranggapan bahwa pernyataan tersebut keliru. Karena dari hasil pengamatan, kolam tersebut tidak terbentuk secara alami. Pihak Jatam juga meminta semua pihak agar tidak lepas tangan dalam menangani kasus ini, terutama pemerintah.

"Pemerintah harus memberi sanksi tegas kepada pelanggar. Misalnya, memasukkannya dalam daftar hitam, tidak memberikan pelayanan dan mencabut haknya dan mencebloskan ke dalam penjara,” tegasnya. 

Sementara itu, Herdiansyah Hamzah selaku dosen di Fakultas Hukum (FH) Unmul ikut buka suara menanggapi isu ini. “Peristiwa hilangnya nyawa manusia di lubang tambang bisa dikategorikan sebagai peristiwa pidana,” jelasnya saat ditemui Sketsa, Kamis (22/11) lalu. 

Dikatakan Herdy, ada aspek kelalaian pemegang usaha dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP), akibatnya tidak ada reklamasi lubang bekas galian tambang tersebut. Kelalaian lainnya ialah tidak dipasangnya rambu tanda bahaya dan pagar pembatas sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995. 

Bahkan jarak tepi lubang tambang dengan pemukiman warga, di bawah 500 meter. Tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara. Heardy menambahkan bahwa pemegang IUP yang wilayah konsesinya menyebabkan hilangnya nyawa manusia, seharusnya dikenakan dua sanksi, yaitu administratif dan pidana.

“Sanksi administratif berupa pencabutan IUP dan dimasukkan dalam daftar hitam (black list). Sementara pidananya, diserahkan kepada kepolisian untuk segera diproses. Dalam Pasal 359 KUHP, sanksi pidananya berupa penjara paling lama 5 tahun,” tandasnya. (aul/mrf/adl)



Kolom Komentar

Share this article