Kembali Merefleksi September Hitam, BEM KM Unmul Gelar Diskusi dan Panggung Rakyat
Diskursus polemik lingkungan, pendidikan, sampai pelanggaran HAM bersama rakyat.
- 19 Sep 2023
- Komentar
- 788 Kali
Sumber Gambar: Widya/Sketsa
SKETSA — Minggu (17/9) lalu telah diadakan sebuah diskusi dan panggung rakyat dalam rangka memperingati September Hitam yang bertempat di Karang Temu, tepat di Gerbang Unmul. September Hitam adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan periode atau peristiwa yang penuh dengan tantangan, konflik, atau masa-masa kelam dalam sejarh perjalanan negara Indonesia.
Agenda yang diinisiasi oleh BEM KM Unmul ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat, BEM fakultas se-Unmul, dan Aksi Kamisan Kaltim. Mengangkat tajuk “Bumi Etam yang Mencekam”, agenda ini menyoroti masalah-masalah aktual yang perlu diperhatikan, baik dari segi hukum HAM dan pemerintahan, pendidikan, hingga permasalahan lingkungan.
Diskusi rakyat yang seharusnya dimulai pada pukul 16.00 WITA ini sempat mundur dari waktu yang seharusnya, dikarenakan hujan ringan. Diskusi tersebut akhirnya dimulai pada pukul 16.35 WITA dan diisi oleh beberapa pembicara, yakni Herdiansyah Hamzah selaku akademisi Unmul, Naufal Banu Tirta Satria selaku Presiden BEM KM Unmul, serta Wawan dari Aksi Kamisan Kaltim.
Herdiansyah yang kerap pula disapa Castro didapuk menjadi pembicara dari segi lingkungan, Naufal membahas bidang pendidikan, sedangkan Wawan mengulas tentang HAM. Berdasarkan pantauan Sketsa, peserta diskusi semakin padat menjelang petang.
Malam harinya, sekitar pukul 20.00 WITA digelar panggung rakyat yang diisi penyampaian orasi-orasi dan pembacaan puisi yang dipersembahkan oleh perwakilan dari sejumlah BEM Fakultas, Aksi Kamisan Kaltim, serta organisasi eksternal kampus yang di antaranya adalah PMII, HMI, dan GMNI.
Afizah Nur Afkarina, Anggota staf kastrat BEM FH Unmul menaruh harapan besar. Harapnya, momentum tersebut dapat menjadi pemantik seluruh elemen masyarakat untuk kian peduli terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi terlepas di masa lampau maupun di masa mendatang.
Baginya, ini bukan hanya sekadar peringatan September di masa lalu. Namun, sudah seyogianya menjadi pengingat bahwa permasalahan HAM, lingkungan, dan pendidikan selalu ada meskipun berupa masalah baru atau keberlanjutan dari masalah sebelumnya.
“Sebagai mahasiswa, kita juga seharusnya ikut mengerti. Meskipun kita tidak ikut aktif dalam mencegah atau menyelesaikan perkara yang ada,” tegasnya saat diwawancarai oleh Sketsa pada Senin (18/9) kemarin. (xel/ems)