Berita Kampus

BEM KM Unmul Masih Mengkaji, Aksi Solidaritas: Mana Sempat, Keburu Telat!

Ketujuh tahanan politik Papua yang dituntut dengan pasal makar.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: kabarmapegaa.com

SKETSA – Aksi solidaritas untuk ketujuh tahanan politik Papua yang didakwa pasal makar terus mengalir, terutama dari kalangan mahasiswa di Kalimantan Timur. Tetapi bukan dari internal Unmul, melainkan dari organisasi eksternal. Terpantau, BEM KM Unmul belum juga mengeluarkan pernyataan sikap, sedangkan tenggat putusan yang semakin dekat.

Baca: https://www.sketsaunmul.co/berita-kampus/papuanlivesmatter-ferry-butuh-solidaritas-mahasiswa-indonesia/baca

Dikonfirmasi Minggu (14/6) siang, Presiden BEM KM Unmul, Kardiono Cipta Kanda menyebutkan jika saat ini mereka belum bisa memberikan pernyataan sikap ataupun keputusan untuk bersolidaritas. Seperti yang telah diberitakan Sketsa sebelumnya, BEM KM Unmul tengah mengkaji kasus ini.

“Belum ada (keputusan bersolidaritas). Dari Mensospol mau konsol nanti,” jawab Dion singkat.

Selangkah di depan, sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Rasisme (GEMPAR) telah laksanakan konsolidasi di Balikpapan Kamis (11/6) lalu. Pertemuan tersebut merupakan bagian dari persiapan untuk menggelar aksi solidaritas di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Senin (15/6) besok.

Humas GEMPAR, Javier Christoffel saat dihubungi Sketsa menyebut aliansi ini baru dibentuk saat konsolidasi dan berisi beberapa organisasi mahasiswa di Kaltim. “Saat konsolidasi awal ada GMKI, GMNI, BEM se-Balikpapan, dan BEM se-Kalimantan. Untuk saat ini kalau organisasi internal kampus masih BEM yang di bawah naugan BEM se-Balikpapan, dan BEM se-Kalimantan,” kata Javier, Sabtu (13/6).

Adapun tuntutan yang akan dibawa saat aksi selama tiga hari berturut-turut tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Hentikan pembungkaman, kriminalisasi, dan intimidasi dalam ruang demokrasi.
  2. Negara melakukan pendekatan kemanusiaan dan membuka ruangan dialog seluas-luasnya terhadap persoalan Papua.
  3. Tegakkan hukum seadil-adilnya dengan membebaskan 7 aktivis Papua yang ada di Balikpapan dan di seluruh Indonesia.

Aksi tersebut akan digelar mulai 15-17 Juni mendatang. Dikatakan Javier, alasan aksi tersebut digelar selama tiga hari agar telihat lebih masif dalam memberi dukungan dan mengawal kasus ini. Selain itu, pada Rabu (17/6) akan ada pembacaan putusan tahanan politik. Berdasarkan notulensi konsolidasi yang diterima Sketsa tertanggal 11 Juni, semua sidang vonis untuk ketujuh tahanan politik Papua tersebut diperkirakan selesai pada Juni ini.

Kamis (11/6), aliansi juga melakukan konsolidasi online nasional. Pertemuan daring yang dimulai pukul 21.00 Wita itu diikuti oleh 40 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya yakni berupaya membuat gerakan pengalawan untuk Ferry dan kawan-kawan agar juga melakukan aksi serupa di daerah masing-masing.

“Rencananya kita mau buat aksi serentak, tapi kami kembalikan ke daerah masing-masing. Soalnya biar menyesuaikan juga untuk daerahnya,” ujar mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT Migas) Balikpapan itu.

Terkait inisiaif dari berbagai mahasiswa di Kaltim yang masih kurang dalam memberikan dukungan, Javier berharap agar seluruh elemen masyarakat ikut terlibat dalam gerakan solidaritas kemanusiaan ini. Senada dengan Javier, Ketua DPD GMNI Kaltim, Andi Muhammad Akbar yang juga bagian dari Aliansi GEMPAR merasa saat ini perlu adanya solidaritas seluas-luasnya bagi Papua.

Menurutnya persoalan Papua bukanlah masalah kemarin sore, bahkan sudah terjadi berpuluh-puluh tahun. Sehingga tidak perlu baginya menunggu terlalu lama jika nurani kemanusiaan sudah terketuk. Dia juga menyayangkan sikap beberapa perwakilan mahasiswa, seperti BEM yang tak kunjung bersolidaritas.

“Gerakan mahasiswa tidak boleh selalu berkutat dengan teori, mereka harus turun ke rakyat. Sangat disayangkan jika hampir banyak BEM di luar sana yang bersolidaritas terhadap Papua, kita di sini yang paling dekat dengan tempat persidangan tahanan politik enggan bergerak. Sebagai kampus terbesar dan katanya menjadi pusat gerakan intra di Kaltim harusnya BEM KM Unmul lebih responsif,” jelas Akbar.

Solidaritas dan Dukungan

Sementara itu, solidaritas dari tanah Papua sudah lebih dulu terdengar. Dilansir dari papuainside.com, mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Papua yakni BEM, DPM, dan OKP se-Jayapura telah gelar aksi pada Sabtu (6/6) lalu di depan Auditorium Universitas Cenderawasih (Uncen) dan bacakan 5 poin pernyataan sikap.

BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) juga ikut dalam salah satu gerakan solidaritas ini. Mereka membuka posko pembebasan korban rasisme dan juga menggelar mimbar bebas di Lapangan Merah Hijau, USTJ Sabtu (13/6) lalu. Dilansir dari jubi.co.id, hal ini dibentuk sebagai dukungan kepada 7 tapol yang merupakan korban praktik rasisme terhadap Papua.

Tak hanya di Papua, suara mahasiswa dari berbagai penjuru univeristas juga tak tinggal diam. Salah satunya datang dari BEM KM Universitas Padjadjaran (Unpad) dan KM Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berkolaborasi mengeluarkan rilis. Dalam rilisnya, kedua lembaga eksekutif ini sama-sama menyuarakan sikap dan juga mengecam keras tindakan penegak hukum di Indonesia yang dianggap masih tebang pilih, khususnya bagi mereka yang berada di tanah Papua.

Kemudian, BEM Universitas Indonesia (UI) pada Sabtu (13/6) kemarin secara resmi mengeluarkan rilis terkait solidaritas penangkapan dan penahanan tujuh tanahan politik Papua. Dalam rilis tertanggal 11 Juni tersebut, terdapat 5 poin utama yang mengecam segala tindakan rasisme kepada warga Papua dan tindakan unfair trial oleh aparat. Serta mengajak masyarakat untuk bersolidaritas dan melawan segala bentuk kekerasan dan rasisme kepada warga Papua.

BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes) juga merilis pernyataan sikap dan solidaritas terhadap penangkapan dan tindakan kriminalisasi aktivis anti rasisme Papua (12/6). Dalam keterangannya di Instagram @bemkmunnes, mereka mendesak pembebasan tujuh tahanan Papua dari segala tuntutan tanpa syarat hingga mendesak agar aparat tidak menggunakan pendekatan militeristik di tanah Papua.

Presiden Republik Indonesia dan Mahkamah Agung memastikan bahwa tahanan hati nurani asal Papua lainnya segera dilepaskan dari dakwaan dan tuntutan, khususnya terkait pasal makar, dengan segera dan tanpa syarat,” bunyi poin kedua.

Tak ketinggalan, BEM Seluruh Indonesia (SI) pada Kamis (11/6) lalu telah membuat pernyataan sikap yang disertai dengan pemaparan beberapa kronologi penangkapan terhadap 7 tahanan politik Papua. BEM SI memaparkan 3 poin utama pernyataan sikap, salah satunya mendukung solidaritas untuk ketujuh tahanan politik Papua dengan bentuk pengawalan kasus hingga meminta kejanggalan dalam kasus tersebut diusut tuntas. (wil/sut/len)



Kolom Komentar

Share this article