Penggunaan AI Boros Air Bersih, Ancaman Baru bagi Krisis Global
Penggunaan AI berkontribusi pada naiknya konsumsi air bersih
- 12 Dec 2025
- Komentar
- 88 Kali
Sumber Gambar: Website Pexel
SKETSA – Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang kini hidup berdampingan dengan manusia memiliki potensi atas kurangnya air bersih di bumi. Meski bekerja dalam bentuk digital, AI memerlukan pasokan air bersih untuk proses sistem di dalamnya.
Sudah layaknya sahabat yang membantu manusia mulai dari pertanyaan “receh” hingga pengerjaan tugas yang rumit, penggunaan kecerdasan buatan telah menjalar di seluruh penjuru dunia.
Sebagian besar mahasiswa tentunya tidak bisa lepas dari AI dalam membantu pengerjaan tugas. Tapi benarkah AI memerlukan air bersih dalam satu kali penyelesaian prompt? Apa kegunaannya?
Air bersih pada pengoperasian AI rupanya digunakan sebagai pendingin server pada pusat data. Setiap mengerjakan satu tugas, server pada pusat data akan memanas.
Mengutip dari KOMPAS.com, agar server tetap stabil, sistem pendingin pada menara pendingin memerlukan air bersih sebagai bahan utama penguap panas.
Air yang digunakan tidak mudah didaur ulang dan digunakan kembali karena terkontaminasi debu, mineral, atau bahan kimia yang dapat merusak sistem pendinginan.
Tidak hanya itu, faktor lain yakni mayoritas perusahaan teknologi AI berlokasi di Amerika Serikat (AS) mengandalkan pembangkit listrik dengan sistem termoelektrik. Sistem ini memerlukan rata-rata 43,8 liter air untuk setiap kilowatt-hour (kWh).
Mengutip dari BBC, Chief Executive Officer (CEO) OpenAI, Sam Altman membenarkan adanya penggunaan air dalam pengoperasian AI.
Dirinya mengatakan, pada satu kueri atau satu kali instruksi pada ChatGPT, sistem menghabiskan seperlima belas sendok teh air bersih.
Altman menyebut, setiap harinya, ChatGPT menjawab hingga satu miliar kueri. Satu miliar tersebut hanya sumbangan dari satu dari banyaknya Robot (Bot) AI yang digunakan manusia. Artinya, penggunaan air terus meningkat seiring dengan banyaknya pengguna AI.
Sedangkan menurut laporan jurnal Science yang dikutip dari CNBC Indonesia, penyimpanan air bersih di darat baik dari tanah, danau, sungai, hingga kelembapan tanah menunjukkan penurunan hingga triliunan metrik ton sejak awal abad ke-21.
Penyebab utamanya yaitu pemanasan global yang menurun pada rusaknya siklus air. Kenaikan suhu mengakibatkan adanya kerusakan siklus air alami.
Saat ini, perusahaan besar yang turut membangun pusat data AI-nya sendiri seperti Microsoft, Google, dan Meta menyebut pihaknya tengah berupaya mengurangi dampak lingkungan dengan proyek ekologi.
Memasang target hingga 2030, mereka berjanji mengisi ulang pasokan air di dunia, lebih banyak dari yang mereka gunakan. (myy/mou)