Sartika Novianti, dari Mimpi Menjadi Profesi
Sartika Novianti.
Sumber: Istimewa
SKETSA – Disorot kamera, tampil di layar kaca, menjadi pusat perhatian khalayak, dan lalu lalang di dunia pertelevisian mungkin menjadi dambaan bagi sebagian orang. Namun, tentu saja bukan hal yang mudah untuk mendapatkan itu semua, karena ada satu hal yang harus dilalui yaitu proses. Sartika Novianti, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi telah melalui proses tersebut sampai akhirnya mampu menjadi apa yang diimpikannya.
Ia saat ini berprofresi sebagai pembawa berita pada stasiun televisi nasional, TVRI. Menapaki kehidupan kamera diakuinya penuh tantangan. Sebelumnya, ia memulai karier sebagai penyiar radio. Namun, siapa sangka sepak terjangnya tersebut berawal dari coba-coba hingga menemukan passion dalam dirinya di bidang tersebut.
“Pertamanya enggak sengaja, ikut lomba-lomba yang ada di kampus, pas coba lomba baca berita, kebetulan juara satu, jadi sejak itu mulai freelance di radio. Paling enggak nyaman dulu nih bicaranya ke orang," ujar wanita yang akrab disapa Tika ini.
Tika mengaku, ia sendiri pada awalnya tidak suka membaca berita melainkan menontonnya. Melihat pembawa berita menyampaikan informasi, Tika tertarik dan mulai belajar dari segi suara hingga gerak tubuh.
“Aku tuh senang liat presenternya. Akhirnya karena terbiasa nonton, ikut lomba deh," sambungnya.
Berawal dari coba-coba menjadi ketagihan, Tika lantas tidak menyia-nyiakan waktunya atas pencapaian yang sebelumnya telah ia lakukan, berbekal dengan suara ia mencoba membuka sepak terjang karirnya dan berhasil menjadi seorang penyiar radio pada stasiun radio Borneo Anandita di tahun kedua perkuliahannya. Hal yang cukup riskan mengingat pada saat itu Tika masih berstatus mahasiswi semester empat yang dihujani tugas dan ujian. Mau tak mau ia harus pandai membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya.
Melihat adanya potensi yang lebih dalam diri Tika, atasan di tempatnya bekerja menyarankan Tika untuk unjuk gigi pada dunia pertelevisian. Di momen yang sama, salah satu stasiun televisi swasta di Samarinda sedang mencari pembawa berita. Berbekal dorongan semangat dan tekad, tanpa ragu Tika melamar dan diterima yang menjadikannya sebagai pembawa berita untuk pertama kali.
Dua tahun bekerja pada industri pertelevisian tidak selalu berjalan mulus. Tika sempat memutuskan untuk berhenti, hal tersebut bukan dilandasi oleh memudarnya rasa kecintaan pada profesinya, melainkan ia harus menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa. Tika kembali fokus menuntut ilmu dan harus melepaskan profesinya sebagai penyiar. Rasa sedih tak mampu ditampiknya, namun seperti pepatah jodoh tak kemana, Tika kembali mencoba untuk comeback pada industri yang mengangkat namanya.
Saat itu Televisi Nasional Indonesia region Kalimantan Timur membuka open recruitment yang menurut Tika terbilang langka stasiun TV kebanggaan Indonesia tersebut membuka lowongan. Tanpa berpikir lama, Tika lantas mempersiapkan segala berkas administratif yang dibutuhkan dan semangat optimis selama seleksi. Dari lima puluh pendaftar, perempuan berjilbab ini menjadi satu diantaranya yang diterima melalui empat tahap seleksi yang terdiri dari seleksi administrasi, camera test, wawancara dan dialog hingga tahap akhir psikotes. Menjadi seorang pembawa berita tidak pernah terbayangkan dan menjadi cita-cita Tika sebelumnya.
“Aku enggak pernah kepikiran jadi presenter, pas kerja di TVRI itu sebuah kebanggan,” tuturnya.
Pekerjaan yang dijalani Tika saat ini bisa jadi dianggap profesi yang identik dengan visual yang menawan. Tapi, bagi Tika hal tersebut tak selamanya menjadi poin utama, yang terpenting adalah keinginan dan tekad, perihal tampilan luar akan mengikuti seiring berjalan dengan prosesnya. Sehingga menurutnya, jangan pernah merasa pesimis akan visual yang dimiliki jika ingin mencoba memasuki industri penyiaran ini. Pencapaian yang telah ia raih hingga titik saat ini tidaklah membuatnya cepat puas, namun bagi Tika ini merupakan suatu pencapaian tertinggi sejauh ini yang telah ia lalui, dari tidak dibayar hingga dibayar hal tersebut merupakan suatu perjalanan dan jangan pernah takut untuk mencoba, lebih baik gagal daripada tidak mencoba sama sekali.
“Aku berharapnya mahasiswa khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi bisa ambil kesempatan di bidang broadcast karena ini ranah berbicara. Mulai dari hal sederhana seperti tingkatkan kepercayaan diri, mulai ikuti lomba-lomba, dan cari-cari link bidang pekerjaan ini, aku yakin kita semua bisa," pungkasnya. (syl/ann)