Sosok

Ratna Nirmala, Guru Besar Unmul Bidang Pertanian

Guru Besar Fakultas Pertanian Unmul, Ratna Nirmala. (Sumber foto: Uswatun Hasanah)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA  - “Bukannya tidak punya motivasi, tapi karena dulu tidak diarahkan jadi kami tidak mengerti,” ucap wanita itu memulai kisahnya.

Kesadaran merupakan pondasi awal dalam menapaki jenjang pendidikan hingga tingkat teratas. Begitulah kiranya kalimat yang tepat untuk menggambarkan sosok Kartini inspiratif, Ratna Nirmala yang telah memikul gelar guru besar di bahunya. Menjadi guru besar tidaklah mudah, tentunya banyak lika-liku yang dilalui. Awalnya wanita kelahiran 1948 ini tak ada keinginan untuk menjadi guru besar, pun meraih gelar doktor saja enggan. Namun berkat adanya tawaran dan kesempatan serta dorongan orang-orang terdekatnya membuat Ratna yakin untuk serius meraih gelar doktor hingga guru besar.

Perjalanan Ratna dalam menjejaki perguruan tinggi dimulai dari tanah kelahirannya yakni Samarinda. Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Unmul menjadi pilihannya saat itu. Dari sana lah ia mulai tertarik dengan dunia tanaman. Ketertarikannya terlihat saat awak Skestsa berkesempatan menyambangi kediaman Ratna di jalan Dayak Kenyah. Kediaman Ratna yang terasa asri, terlebih halaman rumahnya yang dipenuhi tanaman hias hingga tanaman obat-obatan.

Setelah meraih sarjana muda pertanian pada 1975, Ratna bekerja sebagai asisten dosen sembari menyelesaikan pendidikan hingga memperoleh Sarjana Pertanian pada 1980. Tak hanya sampai di situ, ketertarikan Ratna terhadap dunia tanaman membuatnya ingin melanjutkan kembali pendidikan pada 1982 di Institut Pertanian Bogor bidang Agronomi sub bidang Fisiologi Tanaman dan berhasil memperoleh Magister Sains pada 1985.

Profesor alias Guru Besar merupakan gelar akademik terhormat yang sangat diidamkan kaum muda. Tanggung jawab seorang profesor pun semakin tinggi. Profesor berperan bukan hanya sebagai tenaga pengajar, namun juga berperan dalam menghasilkan suatu temuan baru yang dapat menjadi hak paten. Tentunya menjadi profesor bukanlah hal yang mudah. Kemampuan, semangat, ketelitian, dan kesabaran merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan oleh para ilmuwan yang menekuni bidangnya agar bermanfaat bagi masyarakat, begitupun dengan Ratna.

“Saya harus mendalami ilmu saya, jika saya tidak mendalami apa yang akan saya sampaikan kepada mahasiswa,” ungkapnya sembari tersenyum.

Setelah memperoleh gelar Magister Sains, Ratna kembali ke tanah kelahirannya untuk bekerja di Faperta Unmul. Lima tahun berselang, Ratna melanjutkan pendidikan kembali di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan bidang Fisiologi Tumbuhan. Singkat kisah, ia meraih gelar doktor pada 1999 dan mengajukan guru besar hingga resmi mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai guru besar pada 2005 silam. Tak lupa, Ratna juga diamanahkan menjadi pendiri dan pengelola Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman yang pertama di Unmul pada 1989.

Saat ini walau masih dalam skala kecil, Ratna sedang berupaya untuk mengkormersialkan bibit yang dihasilkan seperti pisang, tomat, anggrek, dan beberapa macam tanaman obat-obatan. Ini merupakan ranahnya sebagai guru besar dalam membangun Faperta menjadi lebih baik lagi.

“Saya ingin merealisasikan apa yang ingin menjadikan amanah yang diletakkan di bahu saya ini agar dapat merealisasikan untuk mencapai ke tingkat komersial,” tukasnya.

Di penghujung baktinya pun ia tetap mendapat dorongan untuk melanjutkan penelitian. Pikirnya, seorang yang masih kuat tapi tidak digunakan umpama pisau yang tak diasah akan menjadi tumpul. “Satu November ini saya sudah pensiun, cuma teman-teman dorong saya karna dibilang masih energik jadi saya coba-coba kalau memang masih ada kesempatan,” tutupnya. (omi/snh/els)



Kolom Komentar

Share this article