Sosok

La Sina, Dulu Cleaning Service, Kini Siap-Siap Guru Besar

Sosok La Sina, pernah jadi cleaning service, sekarang akan menyongsong gelar guru besar. (Sumber: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – La Sina sedang duduk santai di dalam ruang berukuran 4x3 meter saat ditemui Sketsa, Selasa, (23/1) di rumahnya di Jalan Delima Dalam. Ruang itu sengaja difungsikan sebagai tempat kerja, termasuk menjamu beberapa mahasiswa yang sedang ia bimbing skripsinya.

Setiap bagian ruang didominasi cat warna jingga, tampak selaras dengan baju yang ia kenakan malam itu. Di sisi-sisi ruangan tertumpuk beberapa buku dengan judul berbagai disiplin ilmu hukum hasil karyanya. Paling mencolok -- dan mencuri perhatian-- ialah terpajangnya dokumentasi ia bersama Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.

Pria kelahiran Buton, 1961 ini sekarang sedang mempersiapkan diri jadi dosen bertitel ‘guru besar’ berikutnya yang dimiliki Unmul dengan background dari Fakultas Hukum (FH).

“Iya. Sekarang saya sedang berusaha memenuhi persyaratan, dan menyusun jurnal (internasional terindeks Scopus). Insyaallah akhir 2018 atau awal 2019 titel (guru besar) itu sudah pada saya,” bocornya.

Saat ini, ia mengampu jabatan Ketua Program Pascasarjana FH sejak 2014. Sebelumnya, ia menjabat dekan FH pertama terhitung sejak periode 2005-2009 dan 2009-2013 sejak FH resmi berdiri jadi fakultas sendiri yang mana sebelumnya menjadi satu dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

La Sina, begitu ia disapa, memiliki jejak mentereng sebagai akademisi FH. Namun, dibalik berbagai torehan yang ia ukir, terselip banyak perjuangan keras. Bahkan saat era kampus Unmul masih ‘hutan rimba’ tahun 1980-an, ia pernah bekerja sebagai cleaning service di FKIP Gunung Kelua dengan golongan 1B.

“Saya kuliah di Fakultas Hukum Untag (Universitas 17 Agustus) dan menyelesaikan sarjana saya pada tahun 1987. Sambil kuliah, saya kemudian melamar kerja di Unmul, dan 1 April 1982 saya memulai pekerjaan saya dangan tugas memasak air panas, menyapu, dan bersih-bersih di FKIP,” ucapnya sembari mengenang memori masa mudanya sekitar 40 tahun silam.

Sejak itu, rintisan karier terus dilanjutkan, La Sina terus melangkah maju. Ia diikutkan pendidikan satpam, dan kemudian diangkat jadi kepala satpam berstatus PNS di Gedung Rektorat. Rentetan karier La Sina naik tahun 1994 saat ia diminta menjadi bagian dari tim pembinaan aparatur negara Unmul. Bekal sarjana hukum di Untag membuatnya diangkat ke Bagian Kepegawaian yang saat itu dikepalai (almarhum) Hasan Said.

Terus berkembang, tahun 1996 La Sina kembali dipromosikan menjadi sekretaris Korpri Unmul. Lalu naik lagi jadi Kepala Sub Bagian Akademik di FPIK tahun 2000. Pada tahun yang sama, La Sina menimba ilmu lebih dalam dengan kembali kuliah S2 di UGM dan lulus tahun 2002. Setelah lulus, ia mengajukan permohonan pindah tugas ke FISIP sebagai dosen.

Dari langkah inilah cikal-bakal FH mulai berdiri. Ilmu Hukum yang saat itu menjadi salah satu prodi di FISIP kemudian diperjuangkan La Sina untuk bisa berdiri sendiri menjadi sebuah fakultas.

“Saya berjuang dan kelola terus menerus hingga akhirnya bisa mandiri dan berpisah lalu menjadi fakultas pada tahun 2003,” ungkapnya bersemangat sembari menyodorkan tiga carik kertas berisi curriculum vitae miliknya.

La Sina berkisah, setelah berhasil memperjuangkan FH jadi fakultas yang otonom, ia dipercaya menjadi dekan. Menginjak usia 44, ia resmi terpilih menjadi dekan dua periode sedari 2005-2009 dan 2009-2013. Sebelum resmi menanggalkan jabatan, ia berinisiatif membuat konsep program S2 Hukum dan mengajukan proposal langsung ke rektor Unmul saat itu: Zamruddin Hasid.

Singkat kisah, bersama rektor, ia berangkat ke Jakarta agar proposal S2 Hukum diterima. Ending usulan itu akhirnya menuai keberhasilan. Pasca demisioner dari jabatan dekan FH, ia kembali diberikan amanah sebagai Ketua Program Pascasarjana.

Berkaca pada rekam jejak karier yang dahulu pernah jadi cleaning service, La Sina berucap kalau ia tak punya bayangan jika kinerjanya akan bermuara pada jabatan dekan selama dua periode.

“Tidak sama sekali, dulu yang saya tahu hanya bekerja di bawah perintah,” sahutnya lugas.

Setelah panjang mengulik dan menceritakan masa lalunya, La Sina mulai berbicara tentang masa depan. Menanggapi Unmul yang sudah meraih akreditasi A, ia berpesan agar prestasi itu jangan terlalu dibangga-banggakan. Karena salah sedikit, bisa jatuh, dan kalau jatuh pasti malu. Baginya, yang paling penting ialah mempertahankan capaian itu agar Unmul tetap eksis dengan akreditasi A.

Saat ditanya Sketsa tentang moto hidup, akademisi yang pernah menjejakkan kaki di lima negara ini mulai berkata bijak.

“Hargailah orang lain jika ingin dihargai. Curigailah diri sendiri sebelum mencurigai orang lain,” sebutnya sembari mengembangkan raut wajah untuk tersenyum.

Ketika ditanya pesannya untuk memotivasi mahasiswa Unmul, La Sina kembali memutar memori masa lalunya, bahkan sedikit mengulik masa lalu sebelum dia bekerja di FKIP Gunung Kelua.

“Saya sangat berharap mahasiswa dapat terdorong dari informasi yang Sketsa gali saat ini. Saya merantau ke Samarinda saat masih SMP kelas 3 menggunakan kapal layar selama 14 hari tanpa orang tua. Melanjutkan pendidikan di SMP 17 dan SMA 1. Pada usia 21, saya sudah menjadi ketua RT. Dengan kata lain, berjuanglah jangan sampai putus asa. Semoga pengalaman pahit saya bisa dijadikan contoh,” tutupnya. (dan/nul/els)



Kolom Komentar

Share this article