Aib bagi Dunia Pendidikan, Pelanggaran Etika pada Karya Mahasiswa Masih Menjadi PR
Mahasiswa keluhkan pelanggaran etika penelitian
- 10 Dec 2024
- Komentar
- 179 Kali
Sumber Gambar: Pinterest
SKETSA - Publikasi jurnal telah menjadi hal yang lumrah di kalangan sivitas akademika kampus. Di Unmul sendiri, terdapat banyak tulisan yang telah diterbitkan di berbagai jurnal yang ada, baik karya dosen maupun mahasiswa.
Sayangnya, terdapat beberapa oknum yang menyalahgunakan hal baik tersebut. Beberapa mahasiswa yang ada di berbagai fakultas di Unmul pernah mendapat pengalaman tak menyenangkan terkait publikasi jurnal.
Mulai dari dosen yang menuntut untuk mencantumkan namanya meski tidak berkontribusi dalam pembuatan jurnal, meminta untuk menempatkan namanya sebagai penulis pertama, hingga mengatasnamakan tulisan mahasiswa sebagai karyanya. Hal tersebut mencoreng kejujuran dalam dunia pendidikan dan melanggar etika serta norma penelitian.
Mahasiswi FH Unmul 2021, Novita Fitriani mengaku merasakan keterlibatan dan bantuan dosen dalam pengerjaan artikel ilmiah miliknya, sehingga tidak terdapat masalah perihal penginputan nama dosen.
Akan tetapi, ia mengungkapkan bahwa beberapa temannya mengalami kejadian tak mengenakkan tersebut. Terdapat kasus di mana dosen mencantumkan namanya meski sama sekali tidak memberikan saran, kritik, maupun revisi.
“Bahkan di beberapa kasus, draft artikel ilmiahnya itu murni kami kumpulkan, namanya diganti dan di-submit dengan nama dosen itu sendiri,” ungkap Novita saat diwawancarai Sketsa, Jumat (25/10) lalu.
Novita tidak sepakat dan menyayangkan hal tersebut masih terjadi di lingkungan Unmul. Padahal terdapat pasal-pasal di dalam pedoman etik sivitas akademika Unmul yang mengatur hal tersebut.
“Sebenarnya sudah sangat ketat, penormaan sudah bagus. Tapi, implementasi norma belum tentu bagus juga, dan saya sangat menyayangkan itu bisa terjadi.”
Ia juga menghimbau kepada mahasiswa lainnya untuk meminta pembagian tugas, hak, dan kewajiban secara detail dan jelas sebelum melakukan penelitian dengan dosen. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kejadian-kejadian seperti yang disebutkan di atas.
Novita turut menekankan akan pentingnya kerja sama dari berbagai pihak. Mulai dari pihak yang menerima laporan pelanggaran dari mahasiswa hingga para pemangku jabatan di Unmul.
Implementasi sanksi kasus pelanggaran seperti itu, menurut Novita, masih menjadi PR yang harus segera diatasi. Sebab, terdapat banyak mahasiswa yang tidak berani menyuarakan keresahan mereka akibat tidak tegasnya sanksi yang berlaku. Seringkali sanksi justru menyasar kepada mahasiswa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.
“Kadang-kadang mahasiswa ga berani vokal karena takut nilainya dikurangi, takut bermasalah, dan lain-lain.”
Alami hal serupa, salah satu mahasiswa FKIP, Mawar (bukan nama sebenarnya) mengaku pernah mengalami kejadian tersebut saat masih berstatus mahasiswa baru.
Saat itu, dosen yang bersangkutan mengunggah jurnal yang menjadi tugas mereka pada akun Google Scholar miliknya. Bahkan, awalnya mahasiswa diminta untuk mengumpulkan biaya sebesar 100 ribu rupiah guna proses publikasi tersebut.
“Untungnya pada saat itu kami tidak jadi diberlakukan membayar 100 ribu rupiah untuk meng-upload jurnal,” ujar Mawar melalui pesan WhatsApp, Selasa (3/12) lalu.
Mawar berharap pihak kampus bisa tegas dalam mengatasi oknum yang memanfaatkan statusnya sebagai dosen untuk bertindak semena-mena pada mahasiswa.
“Kampus harus menerapkan kebijakan yang tegas dan keras terhadap dosen-dosen yang kurang ajar seperti ini.”
Kepada Sketsa, Ketua Pusat Unggulan Ipteks Perguruan Tinggi Obat dan Kosmetik Bahan Alam Hutan Tropika Lembap (PUI-PT OKTAL) LP2M, Swandari Paramita menyebut tindakan mengambil sembarang jurnal dari mahasiswa akan menjadi boomerang bagi dosen sendiri ke depannya. Ia juga mengatakan bahwa jalan tengah yang dapat diambil ialah dengan menempatkan mahasiswa sebagai penulis pertama.
“Jika dosen pembimbing ingin dimasukkan namanya sebagai penulis, maka harus mengkonfirmasi dengan mahasiswa terkait atau bisa membuat perjanjian terutama perjanjian tertulis,” ucap Swandari saat ditemui langsung pada Selasa (22/10) lalu.
Ia juga menyampaikan cara adil yang biasa dilakukan ialah dengan menjadikan mahasiswa sebagai penulis utama dan dosen pembimbing sebagai corresponding author.
“Yang bermasalah adalah jika dosen tidak ikut dalam penelitian tetapi meminta untuk dimasukkan sebagai penulis,” tambahnya.
Swandari menegaskan bahwa mahasiswa dapat melapor ke pihak program studi (Prodi) apabila terdapat oknum dosen yang melakukan tindakan pencurian maupun paksaan dalam penulisan nama di jurnal mahasiswa. Sebab, terdapat Komisi Etik yang mengatur dan mengurus kasus pelanggaran etika, salah satunya etika penelitian. (dan/man/ali/ner)