Resensi

Perempuan Tanah Jahanam: Cekik Kemiskinan Dan Teror Tanah Kelahiran

Tara basro, sebagai pemeran utama dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber gambar: cnnindonesia.com

Sutradara: Joko Anwar

Produser: Shanty Harmayn, Tia Hasibuan, Aoura Lovenson Chandra, dan Ben Soebiakto

Pemeran: Tara Basro, Marissa Anita, Asmara Abigail, Christine Hakim, dan Ario Bayu

Produksi: Rapi Films

Rilis: 17 Oktober 2019

Durasi: 109 menit

SKETSA - Setelah sukses dengan Pengabdi Setan (2017), Joko Anwar kembali membawa teror yang berbeda dalam Perempuan Tanah Jahanam. Tak hanya itu, Tara Basro juga hadir kembali sebagai tokoh utama dalam proyek kali ini. Dengan tagar promosi #KerasaNggak, Joko membawa penonton kepada kisah Maya (Tara Basro) yang hidup kesulitan bersama sahabatnya Dini (Marissa Anita).

Scene dibuka dengan kesibukan Maya dan Dini sebagai penjaga exit tol yang saling berkomunikasi lewat telepon genggam. Maya mengaku bahwa berkali-kali dirinya mendapat perlakuan yang aneh dari seorang penumpang yang melewati tol tempatnya menjaga. Meskipun Dini menyuruh untuk mengabaikannya, malam itu sang penumpang kembali datang dan berusaha menyerang Maya. Penumpang tersebut terus-terusan bertanya apakah Maya adalah seseorang yang berasal dari Desa Harjosari dan bertanya apakah Maya bernama Rahayu sebelumnya. Ia pun semakin beringas dengan mengejar Maya dengan golok dan memintanya untuk mati sebab dirinya membawa kutukan. Nahas, penumpang tersebut mati ditembak polisi saat akan membunuh Maya.

Beralih kepada tiga bulan setelah kejadian tersebut, Maya dan Dini telah berhenti menjadi petugas tol dan banting tulang dengan usaha pakaian mereka. Ketika sedang merokok sambil mengobrol di toilet, Maya memperlihatkan sebuah foto keluarga kepada Dini. Maya menduga bahwa mereka adalah keluarganya. Pada foto tersebut pula, terlihat rumah mewah dan besar yang berada di belakangnya.

Meratapi kekurangan finansial mereka, Maya dan Dini memutuskan untuk pergi ke tempat orang tua Maya, yakni Desa Harjosari. Tujuan utama mereka hanyalah satu―yakni mencari tahu kepemilikan rumah besar tersebut, dan mengalihkannya sebagai warisan Maya; sebagai modal mereka untuk bertahan hidup dan mengumpulkan biaya untuk mencari usaha lain yang lebih menjanjikan.

Selama lebih dari enam jam perjalanan, Maya terus terpikir akan rencana kepergiannya ini. Ia bimbang, apakah ia akan mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan dalam hidupnya mengenai keluarga yang tak pernah ia ketahui. Dalam perjalanannya, ia kemudian mulai mengalami kejadian aneh, hingga dirinya merasa semakin gelisah.

Sesampainya di terminal, ia dan Dini akhirnya mendapatkan tumpangan delman untuk pergi ke Desa Harjosari, meskipun kesal karena tarif yang dipatok sang kusir amat mahal. Sepanjang perjalanan, Maya mencoba mengorek informasi dari kusir tersebut mengenai desa ini. Namun dirinya tetap tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Dalam perjalanan, mereka melihat rumah besar yang terdapat di foto, tetapi dalam keadaan yang sangat tak terurus. Adanya pekuburan yang penuh dengan kuburan anak kecil pun membuat perasaan Maya dan Dini tidak tenang.

Ketika mereka sampai ke kediaman kepala desa (Ki Saptadi, yang diperankan Ario Bayu) sedang tidak berada di rumah. Sang Ibu, Nyi Misni (Christine Hakim) tidak menyambut Maya dan Dini dengan bersahabat, dan menyuruh mereka untuk datang keesokan harinya. Beranjak dari rumah Ki Saptadi, mereka pergi kembali ke rumah besar tersebut.

Dan dimulailah teror tanpa henti yang membuka lembar demi lembar misteri yang menyelimuti desa tersebut.

Plot Klasik  Dengan Sinematografi Apik

Apapun yang berhubungan dengan keturunan, perdesaan, dan ilmu hitam, sudah pasti akan menimbulkan kesan klasik dalam sebuah drama. Nampaknya Joko Anwar ingin membuat film yang dekat dengan kejadian sehari-hari yang muncul di lingkar kehidupan kita; seperti masalah finansial, keinginan akan warisan, serta konflik antar individu dalam masyarakat. Tetapi, Perempuan Tanah Jahanam patut diapresiasi sebab plot klasik tersebut berhasil disulap Joko menjadi sebuah sinematografi apik dengan alur yang tidak cepat basi. Peran aktris senior Christine Hakim juga patut diapresiasi karena totalitasnya sebagai Nyi Misni yang sangat ikonik.

Sepanjang film yang berdurasi lebih dari satu jam ini, kita akan disuguhkan dengan berbagai adegan yang tidak biasa, yang membuat kita berusaha menebak-nebak apa yang akan terjadi pada adegan berikutnya. Aura mistis serta kelam sangat didukung dengan tata letak dan pencahayaan yang minim dan background music yang terkesan “mengganggu” dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Tentunya, film ini masih memiliki beberapa kekurangan, seperti pencahayaan yang terlalu minim pada adegan malam hari, penokohan yang kurang sesuai dengan alur cerita, serta klimaks yang terlalu cepat berakhir.

Perempuan Tanah Jahanam direncanakan akan debut di Malaysia pada 31 Oktober mendatang. Film ini memiliki R-rated alias rating dewasa (17 +) sehingga tidak disarankan untuk menonton bersama anak di bawah umur. Tertarik untuk merasakan teror di tanah jahanam? (len/ann)




Kolom Komentar

Share this article