Resensi

Menyelami Keadilan dan Inklusi dalam Zootopia 2

Zootopia hadir dengan sequel baru membawa karakter baru hingga pesan sederhana namun mendalam

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Disney Indonesia

SKETSA - Setelah penantian selama hampir 9 tahun, Zootopia kembali hadir di layar kaca untuk menyapa para penggemarnya. Antusiasme penonton tidak hanya terasa di kalangan penggemar lama, tetapi juga menjangkau generasi baru yang tumbuh bersama kisah Judy Hopps dan Nick Wilde. 

Sejak pengumuman resminya, berbagai spekulasi dan harapan mengemuka, terutama terkait perluasan dunia Zootopia dan isu-isu sosial yang akan diangkat.

Film Zootopia 2 yang resmi dirilis pada 26 November 2025 di Amerika Serikat, dan serentak di bioskop Indonesia mulai 28 November 2025, berhasil menempati posisi ke-4 Top Film Terlaris sepanjang tahun 2025 versi Box Office Global serta meraih skor IMDb 7,7/10. 

Kesuksesan film ini tak lepas dari daya tarik cerita yang segar, visual memukau, serta keberanian Zootopia 2 dalam mengangkat isu-isu sosial yang relevan. Penantian penggemar yang telah menunggu sekuel film ini setelah film pertamanya di tahun 2016 berbuah hasil memuaskan. 

Tidak mengherankan jika Walt Disney Studio berhasil menggarap film Zootopia 2 dengan alur yang sangat apik dibalut komedi khas para hewan, visual yang menarik, dan konflik baru yang lebih menantang.

Alur Cerita dan Konflik Utama

Zootopia 2 membuka babak baru dalam petualangan Judy Hopps dan Nick Wilde, dua detektif andalan Zootopia Police Department (ZPD) yang kini dihadapkan pada kasus paling rumit sepanjang karier mereka. 

Setelah sukses mengungkap konspirasi besar di film pertama, keduanya kini harus menyelidiki kemunculan seekor ular misterius yang mengusik stabilitas kota mamalia tersebut.

Cerita dimulai dengan suasana Zootopia yang tampak damai. Namun di balik permukaan, ketegangan sosial masih membayangi. Selama beberapa generasi, kota ini hanya dihuni oleh mamalia, sementara reptil telah lama dilarang masuk akibat stigma dan prasangka yang diwariskan turun-temurun. 

Ketika Judy menemukan serpihan kulit ular di sebuah truk besar, ia dan Nick segera menyadari bahwa ada sesuatu yang tak biasa tengah terjadi.

Penyelidikan membawa mereka ke Zootenial Gala, perayaan 100 tahun berdirinya Zootopia yang diselenggarakan oleh keluarga Lynxley, salah satu keluarga pendiri kota. Di tengah kemeriahan gala, sosok ular biru besar bernama Gary De’Snake muncul dan mencuri jurnal kuno yang berisi rahasia sejarah kota serta teknologi dinding cuaca (weather wall) yang selama ini dianggap sebagai penemuan dari keluarga Lynxley. 

Kehadiran Gary memicu kepanikan dan memperuncing ketegangan antara mamalia dan reptil. Judy dan Nick, yang semula bertugas menangkap Gary, justru terjebak dalam konspirasi yang lebih besar. 

Konflik utama film ini berpusat pada upaya Judy dan Nick dalam mengungkap kebenaran di balik pengusiran reptil dari Zootopia. Dalam prosesnya, mereka harus menghadapi perpecahan persahabatan, menjadi buronan, dan mempertaruhkan segalanya demi keadilan dan kebenaran.

Sekuel kedua ini mengemas isu sosial tentang diskriminasi, prasangka, dan rekonsiliasi dalam balutan cerita detektif yang menegangkan. Penonton diajak menyelami dinamika politik kota, bias antarkelompok, serta dampak nyata dari kebijakan eksklusif yang menyingkirkan kelompok minoritas. 

Film ini tidak hanya menyuguhkan aksi dan misteri, tetapi juga refleksi mendalam tentang pentingnya inklusi dan keberanian menghadapi masa lalu.

Konflik sosial ini tidak hanya menjadi latar, tetapi juga motor penggerak cerita. Judy dan Nick, yang semula percaya pada narasi resmi kota, dipaksa merefleksikan posisi mereka sebagai penegak hukum di sistem yang tidak sepenuhnya adil. 

Mereka harus memilih antara loyalitas pada institusi atau keberanian membela kebenaran, meski harus melawan arus dan menjadi buronan. 

Fakta Menarik Karakter Gary De’Snake di Zootopia 2

Main character baru yang dihadirkan pada Zootopia 2 ialah kemunculan spesies reptil berupa seekor ular berbisa dan berdarah dingin bernama Gary De’Snake. 

Karakter Gary sendiri ternyata terinspirasi dari seekor ular viper biru dengan nama latin Blue Viper Trimeresurus Insularis. Uniknya, ular jenis ini merupakan hewan endemik asal Indonesia, tepatnya berasal dari Kepulauan Sunda Kecil.

Ular ini hidup di hutan tropis dan daerah bersemak di Indonesia, termasuk di pulau-pulau seperti Lombok, Bali, dan Flores. Spesies ular yang dikenal karena warnanya yang cerah, sisik biru cerulean yang menutupi tubuhnya, mata kuning bulat dengan pupil celah vertikal hitam, dan taring putih panjang. 

Gary menjadi reptil dan ular pertama yang muncul dalam franchise Zootopia. Di dalam film, Garry digambarkan sebagai sosok ular dengan karakter manis dan penyayang yang menyatakan ia tidak pernah berniat menyakiti siapa pun ketika pertama kali bertemu Juddy Hopps. 

Ia sangat banyak bicara dan memiliki sikap optimis, berusaha menyemangati atau menghibur siapa pun yang sedang berada di titik terendah. 

Dibandingkan dengan hewan lain di Zootopia, ia adalah satu-satunya karakter yang tidak mengenakan pakaian atau aksesoris apa pun, kecuali hewan-hewan yang ada di klub naturalis. Terkadang ia mengenakan tas pinggang berwarna oranye terang yang terlihat saat pelariannya di Pasar Rawa. 

Keunikan lainnya mengenai Gary De’Snake pada film ini ialah kemampuannya mendeteksi suhu panas yang akan digunakan untuk pemecahan konflik utama. 

Zootopia 2 tidak hanya menghadirkan visual yang akurat, tetapi juga mengangkat karakteristik biologis dan perilaku ular biru Pit Viper. Mulai dari kecenderungan agresif, kemampuan sensor panas, dan adaptasi di lingkungan tropis. 

Hal ini menjadi bentuk apresiasi terhadap keanekaragaman hayati Indonesia, sekaligus membuka ruang diskusi tentang pentingnya konservasi dan penghargaan terhadap satwa liar.

Nilai persahabatan dan kerja sama menjadi benang merah yang mengikat seluruh narasi. Zootopia 2 mengajarkan bahwa keberanian menghadapi kebenaran, meski menyakitkan, adalah langkah awal menuju perubahan. 

Mengungkap sejarah kelam dan mengakui kesalahan masa lalu bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang memungkinkan masyarakat tumbuh dan berkembang. Film ini juga menekankan pentingnya rekonsiliasi dan pengampunan sebagai fondasi membangun masa depan yang lebih baik.

Pesan sederhana, tetapi mendalam, juga disampaikan melalui dialog dan interaksi karakter. Mencakup pentingnya menjadi diri sendiri tanpa takut dihakimi, serta hak setiap makhluk untuk memiliki rumah dan tempat di dunia, terlepas dari bentuk dan rupa dirinya. 

Zootopia 2 tetap setia pada ciri khas humor cerdas dan referensi budaya pop yang tersebar di seluruh film. Soundtrack film yang dibawakan oleh Shakira dan berkolaborasi dengan Ed Sheeran serta Blake Slatkin, menjadi soundtrack viral yang menambah daya tarik film. 

Film ini menjadi pilihan yang tepat untuk ditonton oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. (zie/aya)



Kolom Komentar

Share this article