Tetapi, Kita Tak Sakit dan Tak Sembuh
Sebuah puisi yang ditulis oleh Wahid Tawaqal, mahasiswa program studi Sastra Indonesia. (Sumber ilustrasi: juxtapost.com)
Kau mimpi yang selepas tiga detik masih kuingat
Suasana di sini begitu hening seperti layaknya rumah
Aku kanak-kanak yang ingin menyerah
Sebab rumah duka adalah tempat naif dan sandiwara di mana-mana
Takziah orang-orang harusnya membawamu ke kolam yang hanya kau keluar jika sembuh
Tetapi, mereka terus berbicara tanpa tahu peruntukannya
Bicara baik atau diam, bicara hangat atau jahat
Antara kau dan aku menyerupa rahasia yang tak ingin dibicarakan
Kulihat kau meniup ujung jilbabmu yang tunduk layu
Kau unggul satu detik dari waktu selamanya
Kehangatan ibu lengang di belantara ini
Aku tersesat di antara kaus kaki yang sudah dicuci dan tak berhasil kutemukan, meski sudah kutanya hidung setiap orang
Tak pernah ada waktu yang kembali di detik kau ingin
Kupikir kenangan ada untuk dipelihara hingga lupa seperti kucing temanku yang pasti akan mati
Para penyuka binatang itu, sadar atau tak telah menambah jilid kehilangan bagi dirinya sendiri
Mereka akan kehilangan lagi, lagi, dan entah kapan lagi
Kau tahu kita bukan cuma belajar dari sesuatu yang tak diinginkan, tetapi juga dari semua hal yang tak membuat sembuh
Aku dan kau tak sembuh tapi cuma bisa bersembunyi
Perutmu keram karena tertawa dan aku akan menahan leluconku agarmu mengambil jeda
Jangan kau belum dirayu sudah payu
Bertahanlah di antara berita (palsu), cerita (palsu), derita (yang bersembunyi)
Sebab siapa pun yang kau inginkan hidup, akan bersemayam di puisi-puisi kita
Februari 2017
Ditulis oleh Wahid Tawaqal, mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, angkatan 2014.