Puisi

Elegi Kesenyapan

Sebuah puisi yang ditulis oleh Maharani Saskia Puteri, Mahasiswi Sastra Inggris 2015. (Sumber ilustrasi: istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Aku kira, selagi pertemuan ada, rindu akan menghapus jejaknya satu-persatu. Namun aku mencoba menolak untuk menerima saat kudapati merindu justru sebegitu biru. Aku mulai mempertanyakan romansa temu-rindu yang orang-orang janjikan. Kemudian keheranan, apa benar sesuatu itu tidak melulu mutlak atau ini hanya perihal meniadakan.

Bukan, bukan. Dengan bagaimana aku bercanda, aku bukan ingin terdengar sama. Pada satu dua waktu, riangku terlampau apik hingga tiga empat waktu menjadi perkara menggelitik. Sulit, sungguh. Dan, oh! Masihkah kau menolak tahu barang sedikit tentang kelabu?

Aku kira, sekarang bukan perihal mengatakan dan mendengarkan. Tidak ada yang lebih nyaman daripada memilih untuk berdiam. Aku tidak sebegitu patuhnya pada segala saran dan tuntutan. Menggeser sedikit beban, memang, namun kali ini bukan main-main ketika aku memilih terlena dalam diam.

Masih, masih. Masih kau perhatikan sorot jauh mataku. Berharap lima enam kesempatan singgah walau malah tujuh delapan bebas lepas. Aku belum serius ketika mengatakan aku tidak apa-apa. Dalam jawabku, ada tanya bahwa benarkah ini perihal berdialog atau sekadar tolak ukur pasti tidaknya suatu perasaan.

Aku kira, ini bukan tentang berbagai barangkali pun penyelesaian misteri. Tapi kali ini mengenai memahami. Aku dan kamu, melalui jari-jari yang terpaut, sering utuh walau kadang mencipta sendu. Sejauh itu, apa lantas menemukan titik temu?

Apapun taksiranmu, aku pastikan abu-abu.

Selagi kau masih terpaku, membisu, menolak tahu tentang sebab lidah-lidah yang kelu.


Ditulis oleh Maharani Saskia Puteri, Mahasiswi Sastra Inggris 2015 Fakultas Ilmu Budaya



Kolom Komentar

Share this article