Amerta
Puisi mahasiswi Unmul
- 04 Nov 2022
- Komentar
- 1231 Kali
Sumber Gambar: Pinterest
Sekali tilik untuk sebuah kisah yang tidak bertitik.
Sang penulis diam-diam menarik kursi,
dengan lihai menggores tinta sampai habis,
hingga kertas-kertas pun sudah tak sudi untuk menampungnya lagi.
Ia girang setengah mati.
Hilang sudah nestapa yang kerap kali membelenggu sanubari,
tergantikan rajut asmaraloka yang ia bangun seorang diri,
dengan alur yang ia karang sesuka hati,
tak lupa ia jadikan kau satu-satunya tokoh yang kokoh berdiri tanpa pemeran pengganti.
Ia selipkan renjana ini pada setiap nadi yang terus berdenyut tanpa henti,
pada ruang imaji yang hanya ada kau sendiri sebagai penghuni,
pada relung-relung dalam sukma yang biasa kau isi,
tetapi semua makhluk yang bernyawa pasti mengerti kalau tidak selamanya puspa akan terus bersemi,
tidak selamanya hujan akan terus datangkan pelangi,
tidak selamanya bentala akan terus disinari mentari,
tidak selamanya ia dapat bergerak kontradiksi.
Pada suatu hari nanti, kisah ini pasti akan berhenti.
Pada suatu hari nanti, nyalanya meredup sedikit demi sedikit.
Pada suatu hari nanti, segala yang magis sudah tak mampu bekerja lagi.
Pada suatu hari nanti, kupu-kupu yang singgah mulai satu per satu pergi.
Pada suatu hari nanti, akhir pasti akan benar-benar menghampiri.
Namun, di antara larik-larik yang ia tulis, asmamu akan meluruh dalam kata abadi.
Ditulis oleh Dinda Sekar Kirani, mahasiswi Psikologi, FISIP Unmul 2020