Indonesia: Negara Demokrasi yang Menunjukkan Taring Tirani
Kebijakan pemerintah dan represi aparat menunjukkan rapuhnya demokrasi Indonesia hari ini
- 17 Oct 2025
- Komentar
- 240 Kali
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Akhir-akhir ini kondisi rakyat Indonesia memanas, dimulai sejak Agustus 2025, terdapat banyak sekali kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan kemarahan publik terhadap para pemerintah hari ini.
Dimulai dengan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250 persen di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kemudian disusul isu perubahan tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga 50 juta per bulan.
Kondisi itu diperparah dengan ucapan para pejabat publik yang merendahkan, hingga mencaci masyarakat menjadikan kemarahan publik semakin besar yang kemudian melahirkan aksi demonstrasi di seluruh wilayah Indonesia.
Yang lebih mengherankan, semua kebijakan tersebut hadir di saat kondisi rakyat sedang terhimpit masalah ekonomi, pengangguran, hingga inflasi mata uang yang menjadikan harga-harga barang melonjak naik.
Dibanding menyelesaikan masalah inflasi atau pengangguran, pemerintah justru lebih memilih menaikkan pajak dan pendapatan mereka.
Terjadi banyak tindak penculikan dan kekerasan dari aparat yang dialami para demonstran. Yang paling terkenal adalah peristiwa yang dialami oleh Almarhum Affan Kurniawan yang tewas akibat dilindas kendaraan taktis oleh Brimob.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Pidana Kekerasan (KontraS) juga melaporkan bahwa terdapat 33 orang korban penghilangan paksa oleh negara selama demonstrasi.
Kejadian tersebut membuat penulis bertanya-tanya apakah masih pantas bagi Indonesia disebut sebagai negara demokrasi dengan semua upaya pembungkaman yang terjadi?
“Pemerintahan yang paling stabil adalah yang memberi tempat bagi suara rakyat tetapi tetap dikendalikan oleh hukum yang kuat.” -Niccolò Machiavelli
Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan atas negara dan fungsi pemerintahan dijalankan oleh pemerintah yang dipilih oleh rakyat. Yang artinya, demokrasi bukan sekadar partisipatif rakyat di dalam Pemilihan Umum (Pemilu), namun juga dalam memengaruhi pembentukan kebijakan dan keputusan.
Dalam demokrasi, kebebasan berpendapat setiap rakyat negara adalah yang utama. Namun, Indonesia sebagai negara penganut sistem demokrasi, mulai melenceng dari ideologis demokrasi itu sendiri.
Bentuk penyimpangan ini dimulai ketika rakyat tidak lagi bebas untuk berpendapat, yang perlahan membentuk sistem tirani di mana individu atau golongan memiliki kekuasaan penuh atas suatu wilayah/negara, meskipun semua kebijakannya diperuntukkan demi kemaslahatan individu atau golongan tersebut.
Contoh sistem kekuasaan tirani adalah bagaimana penguasa bebas untuk menaikkan pajak, bebas menentukan kebijakan yang paling menguntungkan penguasa, dan memastikan kekuasaan mereka tidak jatuh karena perlawanan dari rakyat dengan cara menghabisi mereka yang mengancam.
Peran aparat keamanan yang dituntut untuk melindungi rakyat, justru berbalik menjadi alat pemerintah untuk membatasi kebebasan rakyat. Padahal, negara telah menjamin kebebasan dan perlindungan warga negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 28E dan Pasal 28G UUD NRI 1945.
Di dalam sistem demokrasi, aparat keamanan bukanlah alat bagi penguasa untuk menjaga kekuasaannya, namun alat untuk melindungi hak-hak warga negara. Menggunakan aparat keamanan sebagai alat untuk membatasi kebebasan rakyat adalah gejala yang ada pada sistem negara tirani, bukan demokrasi.
“Kebebasan bukan anugerah dari langit, tetapi direbut dengan kesabaran tak bertara.” -Astuti Ananta Toer
Di tengah kritisnya demokrasi, rakyat Indonesia saat ini sedang berdiri sendiri untuk bertahan dari badai tirani. Pemerintahan hari ini tak akan peduli selama perut mereka lebih dari sekadar kenyang. Satu-satunya jalan agar Indonesia kembali kepada idealis demokrasinya adalah dengan menciptakan rakyat yang melek terhadap politik.
Rakyat tidak akan bertindak apatis terhadap tindakan pemerintah jika melek terhadap politik, yang kemudian akan berkembang terhadap penguatan lembaga pengawas independen seperti Ombudsman dan KontraS.
Opini ini ditulis oleh Irham Saputra, mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unmul 2025
Referensi:
Surat Desakan Terbuka Pencarian Dua Orang Hilang dan Penegakan HAM atas Temuan Praktik Penghilangan Orang Secara Paksa dalam Aksi Demonstrasi 25-31 Agustus 2025. (2025). KontraS
Machiavelli, Niccolò. (1531). Discourses on Livy.
Toer, Astuti Ananta dalam Pramoedya Ananta Toer. (2025). Bumi Manusia: Seabad Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Lentera Dipantara