Opini

Dedikasi Tiada Batas di dalam Abdi Kebermanfaatan

Ricky Pariyanto, Kepala Departemen Sosial Masyarakat BEM FEB Unmul 2018. (Sumber: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


"Kita sebagai umat beragama bukan hanya untuk menjadikan diri baik, tapi juga bermanfaat bagi semua orang. Sayang jika hanya baik untuk diri tapi tidak bermanfaat bagi orang lain".

Pengabdian menjadi identitas mahasiswa untuk mengaplikasikan cita-cita tri dharma perguruan tinggi. Tentu, sehebat apa pun kita, pasti akan kembali ke masyarakat untuk mengabdi dan berperan sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Samarinda sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Timur memiliki daerah-daerah yang masih belum terselesaikan masalahnya. Baik dari akses jalan, kesejahteraan masyarakat, pendidikan maupun sarana prasarana penunjang daerah terpencil di ibu kota provinsi ini.

Kita ketahui bersama, kesejahteraan maupun pembangunan infrastruktur belum secara penuh terdesentralisasi ke seluruh wilayah Samarinda. Daerah ibu kota masih ada saja wilayah yang belum dialiri listrik, hingga warga belum merasakan listrik seutuhnya. Akses jalan juga tidak beraspal, berlubang dan tidak ada penerangan jalan.

Daerah dengan kondisi tersebut yakni Berambai, salah satu desa yg terletak di Sempaja Utara, Samarinda. Wilayah yang terletak di ujung Kota Samarinda ini dapat ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 2 jam menggunakan transportasi darat.

Infrastruktur jalan yang ada di Berambai masih sangat susah. Mobilitas dan akses jalan menjadi tantangan setiap warga yang harus dihadapi saat melewati jalan. Dengan tantangan itu dalam perjalanannya tidak jarang pengabdian mahasiswa harus menguras energi fisik yang banyak. Hal ini disebabkan karena akses jalan belum memadai atau masih rusak sehingga harus ekstra hati-hati setiap melewati jalan tersebut.

Namun pengabdian mahasiswa selalu meninggalkan kisah menyedihkan karena harus menguras energi berlebih dengan membawa semangat pengabdian untuk melewati kerasnya medan menuju ke sana. Jalanan berbatu maupun berlumpur ketika hujan sama sekali tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Perjalanan yang ditempuh tidak lantas membuat mereka surut semangat dalam menjalani tugas untuk bisa membantu sesama dan memberikan ilmu kepada anak-anak di desa tersebut. Pengabdian mereka sudah menjadi semangat bagi orang lain ketika melihat mereka harus berjuang menempuh medan yang sulit. Bukan hanya jalan saja menjadi kendala, bahkan terkadang mereka harus mempertaruhkan nyawa karena tidak jarang menemui hewan liar sehingga menjadi pemandangan biasa setiap melalui jalan yang mereka lewati.

Cita-cita mulia pengabdian ini menjadi rangkaian perjalanan menuju kesejahteraan masyarakat Berambai. Tentu dengan adanya mahasiswa, dorongan untuk perbaikan, pengembangan wilayah maupun meningkatkan taraf hidup masyarakat akan menjadi tamparan bagi pemerintah untuk melipatgandakan aktivitas perbaikan di Berambai. Pendidikan yang menjadi kebutuhan utama pun sangat susah diakses, karena hanya SD dan SMP dengan kondisi yang mengkhawatirkan.

Perjuangan mahasiswa menjadi tumpuan untuk perubahan, karena sejatinya mahasiswa sebagai solusi untuk memberikan inovasi dan dorongan kepada pemerintah agar kesejahteraan masyarakat tidak lagi menjadi isapan jempol belaka.

Selain di Berambai, kisah perjuangan untuk wilayah Berambai masih berlanjut. Mahasiswa terus menularkan energi pengabdian bersama almamater kebanggan. Samarinda pun juga memiliki masalah rumit terkait lingkungan, masyarakat pun masih saja ada yang bertempat tinggal di kawasan TPA (Tempat Pembungan Akhir), tepatnya di Bukit Pinang, Samarinda.

Tentu, masyarakat masih bertarung dengan suasana bau yang menyengat dan sampah yang semakin menggunung. Jangankan untuk masuk ke dalamnya, lewat di depan jalan porosnya saja sudah sangat tercium aroma tersebut.

Bayangkan saja, Samarinda yang juga menyandang status sebagai ibu kota provinsi di Kaltim dengan bukti-bukti statistik yang menunjukkan bahwa kota ini memiliki ratusan ribu masyarakat yang menghuni di dalamnya. Ada banyak restaurant yang beroperasi siang dan malam, belum lagi sampah dari berbagai industri lainnya yang semuanya akan bermuara di kawasan TPA tersebut. Jika hanya satu sampah saja yang bergabung, akan menimbulkan bau amis yang sangat menyengat. Lalu, bagaimana dengan tempat yang sengaja memang dibuat untuk menjadi tempat pembuangan akhir dari gabungan sampah-sampah di kota ini? Saya rasa hati nurani kita yang bisa menjawabnya.

Kisah-kisah heroik dari seoarang mahasiswa di wilayah terpencil yang sulit akses jalannya, penerangan yang tidak ada sehingga menjadi gelap dan sinyal menjadi sebuah tantangan yang luar biasa bagi seorang mahasiswa. Merekalah orang yg layak menjadi inspirator bagi sebuah daerah, dengan keterbatasan mereka masih bisa berbuat, masih bisa berinovasi, masih berkreativitas di tengah keterbatasan. Merekalah sumber inspirasi perubahan bagi negara.

Semangat mereka menjadi kekuatan bagi siapa pun yang melihat, kerja keras mereka menjadi penguat jiwa yang lemah, senyum mereka menjadi kekuatan bagi siapa saja. Merekalah aset yang akan memajukan daerah, dari tangan mereka akan lahir pemimpin-pemimpin masa depan yang akan memajukan daerah bahkan negara.

Dedikasi untuk Indonesia !

Ditulis oleh Ricky Pariyanto, Kepala Departemen Sosial Masyarakat BEM FEB Unmul 2018.



Kolom Komentar

Share this article