Gunung Steling: Penguat Persaudaraan Pendaki Sketsa

Gunung Steling: Penguat Persaudaraan Pendaki Sketsa

SKETSA - Rabu (29/11) nampaknya menjadi hari yang spesial bagi segenap awak Sketsa. Pasalnya Sketsa beramai-ramai mencoba “menaklukkan” Gunung Steling yang terletak di wilayah Samarinda, bagian dari Kecamatan Samarinda Ilir. Untuk dapat menikmati pemandangan Sungai Mahakam nan luas melalui Gunung Steling, Sketsa harus menempuh berbagai lika-liku. Mulai dari medan yang cukup licin, terjal serta curam.

Menuju kawasan Gunung Steling, bisa dilakukan dengan berkendara yakni melewati Kelenteng Thien Le Khong atau daerah Pelabuhan Samarinda, kemudian melewati Jembatan Selili, menuju persimpangan jalan Gurami – jalan Lumba-Lumba dan belok kanan masuk jalan Lumba-Lumba.

Bermula saat awak Sketsa berkumpul di Sekretariat di Gedung Student Center guna membahas dan mempersiapkan perlengkapan serta konsumsi. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 Wita. Beberapa awak Sketsa masih berdebat, apakah akan tetap mendaki atau beralih ke tempat lain, mengingat kala itu cuaca sedikit mendung.

Setelah melalui berbagai perdebatan kecil, akhirnya diputuskan untuk tetap mendaki Gunung Steling. Iring-iringan kendaraan terlihat di jalan. Koordinasi tanpa henti terus dilakukan melalui chat LINE agar tidak ada satu pun yang tersesat. Meskipun sekali lagi, ketersesatan adalah hal yang sulit dihindari mengingat beberapa motor justru terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil.

Kurang lebih sekitar 20 menit, seluruh awak Sketsa akhirnya tiba di tempat tujuan dengan selamat. Tepatnya di SDN 028 dan SDN 014 yang terletak di sisi dalam gang menuju jalan setapak ke Gunung Steling. Masih dengan semangat yang tak luntur, awak Sketsa tak sabar ingin segera mendaki. Bahkan jika warga sekitar melihat rombongan Sketsa, tidak ada yang menyangka bahwa mereka akan pergi mendaki gunung, mengingat pakaian yang digunakan lebih cocok dipakai untuk acara santai ketimbang naik gunung.

Perjalanan pun dimulai. Langkah demi langkah terus dilalui oleh awak Sketsa. Sekalipun medan awal yang sudah begitu terasa curamnya, namun tetap tak menyurutkan semangat mereka. Kembali terpecah menjadi beberapa bagian, awak Sketsa kini mulai menapaki perjalanan mendakinya yang pertama. Diiisi dengan berbagai sahutan, teriakan, jeritan, bahkan swafoto adalah hal yang mengisi seluruh rangkaian pendakian. Walau waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 Wita, seluruh awak Sketsa masih terbawa suasana mendaki.

Ternyata tidak hanya awak Sketsa yang mendaki sore itu, sepanjang perjalanan kerap ditemui beberapa warga yang juga ternyata penasaran dengan keindahan yang akan disajikan oleh Gunung Steling. Medan yang cukup berat, tanah yang licin juga becek, serta hari yang kian menggelap tetap setia menemani pendakian Sketsa kala itu. Tidak ada yang tahu pastinya pemandangan seperti apa yang akan mereka lihat, namun berbekal keyakinan bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil, maka diteruskanlah pendakian itu.

Kurang lebih 45 menit mendaki, akhirnya apa yang dicari nampak di depan mata. Sorak-sorai begitu riuh terdengar kala satu persatu pendaki Sketsa mulai menginjakkan kakinya pada tanah yang agak lapang dan langsung disuguhkan oleh pemandangan indah Sungai Mahakam. Ada yang mengeluh letih, ada juga yang langsung berswafoto ria menghadap Sungai Mahakam beserta sekitarnya. Ada pula yang langsung duduk terdiam sembari mengucap syukur karena berhasil melewati rintangan yang sudah tersaji.

Tak berselang beberapa lama, kloter berikutnya pun muncul. Tikar, atau lebih tepatnya spanduk bekas pun digelar selebar mungkin agar bisa menjadi alas yang nyaman untuk duduk. Masih dalam suasana haru, Khajjar Rohmah Ketua Umum LPM Sketsa 2017 memutuskan untuk mengabaikan keinginan berfotonya dan memilih untuk menyusun makanan agar dapat dinikmati. Berbagai macam hidangan pun tersaji, mulai dari nasi, udang goreng tepung, urap, telur rebus, kerupuk, dan sambal. Ada pula beberapa makanan ringan, minuman soda, hingga buah-buahan pun tak luput.

Dimulai dengan doa, para pendaki yang kelelahan ini larut dalam makanannya masing-masing. Semua fokus dengan apa yang di hadapan mereka, sembari melakukan proses oper-mengoper kerupuk, sambal, serta abon ikan khas buatan ibunda Jati Dwi Juwitaningrum Redaktur Pelaksana LPM Sketsa 2017. Mulai dari pergi, dalam perjalanan, tiba di gunung hingga makan bersama tidak luput dari canda dan tawa. Meski gurat kelelahan nampak jelas terlihat namun gurauan khas zaman sekarang tetap terlontar satu sama lain.

Makan sudah, minum sudah, melahap makanan ringan juga sudah. Kini saatnya bagi para pendaki pemula ini untuk mengabadikan momen bersejarah mereka dari ketinggian. Keriuhan kembali tersaji. Satu persatu pendaki Sketsa nampaknya tak ada yang ingin melewatkan kebahagiaan ini. Mereka berlomba-lomba mencari spot terbaik agar hasil yang tercipta baik pula. Tak luput beberapa awak Sketsa yang mengabadikan moment kepada pengikut Instagram mereka melalui fitur instastory.

Setelah dirasa cukup untuk mengabadikan momen, saatnya para pendaki Sketsa untuk pulang. Berbenah hingga mengumpulkan sampah agar tak ada yang tersisa. Karena datang dalam kondisi bersih, begitu pula jika kembali, harus dalam kondisi bersih pula. Jika perjalanan pergi ditemani nasi bungkus, maka pulang hanya ditemani bungkusnya saja, tanpa nasi alias sampah. Perjalanan naik atau pun turun rasanya sama-sama berat.

Jika tadi dipusingkan dengan keluhan letih mendaki, sekarang dipusingkan kembali dengan seruan licin dan gelap. Ya, gelap karena matahari sudah kembali ke peraduan, terbukti dari berbagai macam cahaya senter ponsel yang dihidupkan guna menerangi jalan. Saling berpegangan dan menyemangati satu sama lain adalah kuncinya. Perjalanan turun dari Gunung Steling juga diwarnai beberapa insiden, mulai dari terperosoknya Amelia Rizky Ketua Redaksi LPM Sketsa 2018 hingga ketakutan Mayang Sari Reporter LPM Sketsa akan ketinggian.

Waktu yang dihabiskan juga tak terlalu lama, mengingat awak Sketsa sepertinya sudah terbiasa dengan medan yang ada di depan mata. Akhirnya Sketsa kembali ke titik awal dengan selamat dan lengkap. Ramai-ramai saling menanyakan satu sama lain apakah ada yang terluka atau tidak. Ramai-ramai juga saling membagikan air putih yang tersisa, sebelum benar-benar pulang ke rumah.

Bukan Gunung Rinjani, bukan Puncak Jaya Wijaya, bukan juga Gunung Everest. Hanyalah Gunung Steling dengan segala keindahannya. Gunung Steling memang nampak tidak setinggi gunung-gunung tadi, namun dalam menaklukkannya sungguh diperlukan kegigihan dan kesabaran. Hal inilah yang Sketsa coba perlihatkan, bahwa untuk mempererat persaudaraan, bisa ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya adalah mendaki.

Keluhan, keletihan, serta gurauan senantiasa terus diperlihatkan oleh pendaki Sketsa. Sebuah perjalanan yang tidak mengabiskan banyak biaya, tidak membutuhkan banyak persiapan, namun menghasilkan banyak kenangan. Kenangan indah akan perjuangan mendaki bersama. Kenangan indah akan saling berpegangan serta menguatkan satu sama lain. Sungguh sebuah perjalanan yang sangat sederhana namun bermakna. Karena setinggi apapun itu, ketika ditempuh bersama keluarga, akan menjadi indah bukan? (sut/els)