UKM dalam Tuntutan Emas

UKM dalam Tuntutan Emas

Sumber gambar: smpn2garut.sch.id

SKETSA - Selain aturan terkait maba, UKM juga kini semakin digenjot untuk berprestasi. Tahun ini Unmul menargetkan menyumbang 100 emas untuk Kemenristekdikti. Berbagai upaya tengah dilakukan, salah satunya ialah dengan melibatkan tiap UKM tingkat Unmul untuk turut menyumbangkan prestasi berupa emas tingkat nasional sedikitnya satu dalam satu kepengurusan. Sehingga nantinya diharapkan Unmul memperoleh 33 emas dari UKM, 67 emas lainnya ialah dari fakultas. 

Selain itu, terdapat pula aturan pembagian anggaran UKM, yakni 50 persen untuk kegiatan dan 50 persen untuk prestasi. Hal ini disampaikan oleh Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Encik Akhmad Syaifudin saat lokakarya bersama pimpinan Lembaga Kemahasiswaan Unmul pada 25 Maret lalu.

Dalam lokakarya, beberapa UKM menyuarakan aspirasinya terkait aturan-aturan tersebut. Ada juga kontrak kinerja yang diberikan Encik, lengkap dengan materai 6000 yang siap untuk ditandatangani pihak pertama dan kedua. Kontrak kinerja itu berisi pernyataan kesediaan pihak pertama yaitu UKM untuk menghasilkan sekurang-kurangnya satu penghargaan juara pertama tingkat nasional, serta mengalokasikan satu kegiatan untuk dilaksanakan setiap Sabtu. Sementara pihak kedua, WR III, menyatakan siap mengalokasikan pendanaan yang sesuai dengan pagu anggaran untuk mengoptimalkan perolehan target kejuaraan.

Sebelumnya, BEM KM telah mengadakan beberapa konsolidasi bersama UKM se-Unmul guna membahas aturan-aturan yang dirasa mencekik napas pergerakan UKM. Dalam konsolidasi itu salah satunya ialah forum yang menyayangkan tuntutan yang diberikan kepada UKM untuk menyumbangkan prestasi, sebab di samping pihak rektor masih belum memberikan fasilitas yang memadai penunjang prestasi. 

Pencairan dana yang rumit termasuk di dalamnya. Berbagai cara telah dilakukan BEM KM dan UKM se-Unmul, mulai dari membuat petisi yang ditandatangani oleh seluruh ketua UKM hingga turun aksi pada 15 April berujung audiensi dengan jajaran pejabat rektorat. Hasil dari audiensi itu membuahkan hasil, salah satunya ialah perbaikan fasilitas di Student Center (SC) yang selama ini meresahkan UKM. Di antaranya penerangan, air, dan juga akses Wi-fi.

Di samping itu, pro kontra masih terus bergulir, tidak semua UKM sepenuhnya sepakat ihwal aturan sumbang emas itu. Salah satunya ialah UKM Pramuka. Oky, selaku Ketua Umum mengaku dilema terhadap aturan tersebut, terlebih minimnya ajang perlombaan Pramuka tingkat perguruan tinggi.

“Jujur UKM Pramuka sendiri dari tingkat perguruan tinggi itu jarang ada event-nya, baru tahun ini ada. Kita coba ikut dan alhamdulillah dapat lah juara,” ungkap mahasiswa 2017 itu.

“Bahkan 2018 kemarin lomba tingkat perguruan tinggi enggak ada, barusan ini (ada) itupun memang agenda Universitas Negeri Yogyakarta yang lima tahun sekali, sisanya enggak pernah ada, kalaupun ada, ya, paling tingkat SMA. Ya gimana, masa kita mau ikut,” imbuhnya.

Menurut Oky, seharusnya pihak rektor bisa memilah terlebih dahulu lembaga-lembaga yang akan dijatuhi aturan. Karena tidak semua lembaga kemahasiswaan memiliki orientasi yang sama terhadap prestasi.

Terpisah, Kepada Sketsa, Ketua UKM Teater Yupa Tiara Purnamasari mengatakan bahwa mereka memiliki jadwal tetap untuk ajang festival yang dapat dipastikan tiap tahun selalu ada. Sehingga berbeda dengan Pramuka, dengan adanya kebijakan itu tentu bukan masalah besar bagi Teater Yupa dalam mencari berbagai festival maupun lomba untuk diikuti. Kendati begitu, UKM Teater Yupa sebagai organisasi yang berorientasi prestasi pun merasa terbebani dengan adanya aturan sumbang emas itu. Menurut Tiara Untuk meraih juara pertama tingkat nasional tidak mudah, diakui butuh waktu lama dalam prosesnya hingga 3 bulan lebih.

“Jujur saya sendiri belum mau menandatangani surat (kontrak kinerja) tersebut, karena walaupun notabennya Yupa (adalah) UKM dengan orientasi prestasi dengan ikut berbagai festival, tapi cukup sulit untuk meraih juara 1 apalagi festival yang sering kami ikuti memang tingkat nasional,” ungkapnya

Dugaan adanya konsekuensi ketika tak mampu mengantongi satu prestasi juga turut mewarnai keresahan Tiara. Menurutnya, tak ada kejelasan yang detail mengenai kontrak kinerja tersebut.

“Setiap UKM harusnya diberi kejelasan mengenai konsekuensi apa yang didapat jika telah menandatangani surat tersebut namun gagal untuk mendapatkan prestasi juara 1 itu. Karena ini surat bermaterai, berarti enggak main-main dong. Pasti ada konsekuensi dari salah satu pihak yang menandatangani kontrak tersebut,” tuturnya.

Dengan begitu, senada dengan Oky. Dikatakan Tiara seharusnya pihak rektor juga perlu mempertimbangkan kembali sebab tiap UKM memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Selain itu jenis lomba yang digeluti juga berbeda. Pun perbedaan tingkat kesulitan yang dialami tiap UKM.


Encik: Jangan Terlalu Menjadi Event Organizer!

Saat audiensi setelah Aksi Evaluasi Kinerja Rektor pada 15 April lalu, Encik menjelaskan bahwa pembagian anggaran 50 persen untuk kegiatan UKM dan 50 persen untuk prestasi merupakan merupakan batu lompatan untuk memenuhi target 100 emas kepada Kemenristekdikti.

Angka tersebut berbeda jauh dari beban yang diberikan pada tahun lalu yaitu 250. Bedanya pada 2018 lalu dibebaskan meraih juara berapapun, namun tahun ini menurun jumlahnya tapi meningkat kualitasnya yakni emas, peringkat pertama juara nasional. Selain itu pengalokasian anggaran itu juga sebagai bentuk pengoptimalan kepada lembaga kemahasiswaan tingkat universitas untuk meraih prestasi.

“50 persen itu adalah bagaimana kita mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki untuk mendorong agar dana bisa kita gunakan untuk berprestasi. Di samping itu kita tetap menjalankan roda organisasi,” ungkapnya saat audiensi.

Sketsa kembali menemui Encik pada Kamis (2/5) lalu. Encik mengatakan berdasarkan pantauannya selama ini mendapati bahwa kebanyakan anggaran yang disediakan lebih ditujukan untuk membuat acara saja, menurutnya, UKM bukan hanya sebagai penggagas acara melainkan juga harus lebih banyak mendorong untuk meningkatkan prestasi.

“Kami lihat biaya-biaya itu lebih banyak ditujukan untuk bikin event, lupa untuk mendorong supaya berprestasi,” papar WR III itu.

“Jangan terlalu menjadi event organizer,” imbuhnya.

Pengalokasian 50 persen anggaran itu agaknya diseriusi dengan adanya kontrak kinerja bermaterai. Kontrak kinerja itu yang kerap belakangan dirisaukan beberapa UKM seperti Pramuka dan Teater Yupa. Sebab tidak adanya kejelasan mengenai konsekuensi yang diberikan  ketika UKM tak mampu meraih peringkat pertama juara nasional.

Hal ini ditanggapi Encik. Menurutnya, itu tergantung pola pikir, bagaimana membuat pikiran agar aturan tersebut tidak dijadikan sebagai beban, melainkan sebagai pacuan untuk berprestasi. Terlebih secara struktural, tidak ada hukuman yang diberikan kepada UKM yang telah berusaha namun kurang beruntung meraih juara.

“Kami tidak pernah memberikan punishment, kami mendorong supaya ini motivasi bagi rektor untuk disampaikan pada mahasiswa, bahwa kami menginginkan agar  UKM berprestasi. Makanya diminta untuk menyumbangkan paling sedikit satu emas dengan mengalokasikan pendanaan, jangan kebanyakan event organizer,” pungkasnya. (yun/syl/wuu/ina/ren/mrf/snh/rst/sii/adl/els)