
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Aku tak pernah menyebut namamu dalam bait pertama.
Tapi engkaulah yang menyalakan seluruh baris,
seperti nyala di ujung lilin yang dinyalakan tanpa upacara,
hanya karena malam terasa terlalu sunyi untuk dibiarkan gelap.
Kau tak tahu, betapa banyak puisi lahir dari diammu.
Dari caramu mendengar tanpa tergesa,
dari pilihanmu untuk berjalan pelan,
di antara segala yang selalu ingin buru-buru pulang.
Aku pernah ingin menjadi alasan seseorang menulis.
Tapi kau datang, dan diam-diam mengubah arah doa itu:
aku justru menjadi tangan yang menulis,
karena ingin menyebutmu tanpa mengganggu langit.
Ada yang tak bisa dijelaskan—seperti mengapa mimbar tetap dirapikan,
meski tak ada perjamuan.
Seperti mengapa doa bisa tetap dikatakan,
meski tak pernah dimintakan balas.
Maka aku tak menunggu jawaban.
Tak menagih kejelasan.
Karena beberapa hal suci,
lebih indah jika hanya dikenang dalam benak yang bersih.
Dan jika setiap kata yang kutulis tak pernah kau baca pun,
aku akan tetap menulis.
Karena bukan balasanmu yang aku butuhkan, melainkan kehadiranmu
yang membuat huruf-huruf ini tak pernah kehabisan alasan untuk lahir.
Puisi ini ditulis oleh Davynalia Pratiwi Putri, Mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia FIB Unmul 2021.