SKETSA – Menjelang Jumat sore, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang terletak di Jalan Flores mulai terlihat lengang. Motor yang terparkir jumlahnya tak lagi sebanyak ketika jam-jam sibuk. Tampak lalu lalang beberapa mahasiswa yang bertahan di kampus, entah hendak pulang atau sekadar berkumpul sebentar dengan paguyubannya masing-masing. Sudah tidak ada lagi jam perkuliahan, mengingat hari itu jadwal perkuliahan tidaklah sepadat di hari-hari lain.
Tetapi sore itu, lain halnya dengan ketua RT.
Achmadsyah adalah ketua RT yang rumahnya bersebelahan dengan gedung Balai Bahasa dan masih dalam lingkup FIB. Ia dan rumahnya adalah pemandangan yang dijumpai sehari-hari oleh mahasiswa dan dosen di sana. Rumah dalam kampus yang ia huni sejak 1985.
Sore itu ia sedang mondar-mandir di depan rumahnya sembari menghisap sebatang rokok. Saat masuk kembali ke dalam rumah, istrinya, Nur Asmiati menyuguhkan ia sepiring gorengan untuk dilahap. Itu adalah saat ia melihat Sketsa bertamu dan mempersilakan duduk di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2x2 meter.
Achmadsyah punya cerita yang panjang dengan Unmul. Ia merupakan pensiunan staf di Unmul. Ia mulai diangkat sebagai pegawai negeri golongan I di rektorat Unmul pada 1981 ketika lokasinya masih di Jalan Flores.
“1984 dipindahkan ke Gunung Kelua, FPIK. Di sana selama tiga tahun, lalu pindah ke Magister Manajemen sampai pensiun,” tuturnya.
Achmadsyah pensiun tahun kemarin dengan status sebagai pegawai negeri golongan IV ketika usianya menginjak 63 tahun. Rumah yang sekarang ditempati bersama istri serta anak lelaki dan cucu perempuannya itu pada awalnya merupakan kamar mess bagi staf Unmul. Waktu itu perwajahannya tidak begitu baik, atap kamar “hampir tidak ada” sehingga memaksa Achmadsyah untuk memperbaikinya sendiri.
Pada 1985, Unmul mulai menugaskannya untuk menjaga ketertiban di sekitar Balai Bahasa. Kala itu Magister Manajemen dan FIB belum jadi penghuni seperti sekarang. Atas dasar perintah tugas itu ia pun mulai tinggal di Unmul. Surat keputusan penugasan Achmadsyah turun terlambat, baru keluar dua tahun kemudian saat posisi rektor dijabat oleh Soetrisno Hadi.
Rumah itu walaupun ia sudah tambah beberapa ruangan baru, tetap saja ukurannya kecil. Kondisi bangunannya juga khas bangunan tua, jika dibiarkan akan semakin lapuk dimakan usia. Menurut penuturannya, dulu ada rumah lain selain tempat sekarang ia tinggal. Saat itu mereka hidup bertetangga. Bahkan setelah 22 tahun tinggal, saat tetangganya mulai berganti wajah-wajah mahasiswa, warga di sekitar wilayah RT 20, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Ilir malah memilih Achmadsyah sebagai ketua RT. Alasannya ia dianggap sepuh karena sudah lama menempati wilayah tersebut. Kini ia telah 10 tahun ini didapuk jadi ketua RT.
Tetapi, kini Achmadsyah terancam pergi dari rumah yang sudah 32 tahun ia tempati. Rektorat Unmul telah mengimbau kepadanya untuk mengosongkan rumah itu selambat-lambatnya pada April tahun ini. Imbauan itu datang secara tiba-tiba, tanpa ada tatap muka terlebih dahulu dengan dirinya. Tak cuma dirinya, dua tetangganya yang lain yakni Edi dan Sulaiman, juga mendapatkan peringatan serupa.
“Mereka sudah pindah duluan sekitar setengah bulan yang lalu. Tinggal saya sendiri,” katanya.
Ia jelas kecewa atas permintaan sekonyong-konyong tersebut. Achmadsyah mengatakan, sebelumnya ia sudah mendapatkan surat berisi hal sama dari rektorat pada Januari lalu.
“Jelas saya kaget, tenggatnya Februari. (Saat itu) saya merasa belum siap,” ungkapnya.
Mengingat dekatnya waktu April, Achmadsyah berencana akan menemui Abdunnur selaku Wakil Rektor II guna meminta penangguhan. Ia mengaku juga tidak mau selamanya tinggal di sana. Rumah itu sering kebanjiran setinggi mata kaki apabila turun hujan deras. Ia juga ingin memboyong keluarganya pindah ke rumah yang lebih baik.
Namun, tak mudah mewujudkan itu. Ia tengah mengalami kesulitan finansial dan sebagai seorang pensiunan pegawai tak banyak yang bisa ia lakukan. Achmadsyah berencana akan pindah ke Jalan Dayak Modang, Samarinda Utara. Tetapi, rumah pindahannya itu belum rampung setelah mulai mencoba mengkreditnya dua puluh tahun yang lalu.
“Setidaknya pihak rektorat dapat memberikan kompensasi ataupun sumbangan material buat membangun rumah,” ujarnya.
Achmadsyah mengakui memang tak ada surat tanah yang ia pegang selama nyaris 32 tahun tinggal di rumah itu. Dalam surat permintaan pengosongan rumah yang dikirim rektorat juga dijelaskan bahwa tempat tersebut merupakan milik Unmul dan penghuninya harus meninggalkan sekiranya diperintahkan oleh rektorat.
Menyebutnya Berjasa Sekaligus Menolak Achmadsyah
Pada 2015 lalu Pemerintah Provinsi Kaltim telah menghibahkan tanahnya ke Unmul. Antara lain Kampus Gunung Kelua, Kampus Unmul Jalan Flores, FKIP Banggeris, dan Kampus Laboratorium Kebun Percobaan Desa Teluk Dalam. Sementara itu, FKIP Pahlawan kini masih dalam proses permohonan hibah dari Unmul ke Pemprov Kaltim.
Mursalim selaku dekan FIB menegaskan bahwa pihak fakultas tak ada sangkut pautnya dengan pemindahan Achmadsyah. Ia bahkan mengatakan tidak ada niatan sama sekali dari fakultas untuk memindahkan penghuninya.
“Pak RT sudah berjasa di sini, apalagi bu Fina (anak perempuan Achmadsyah) juga bekerja sebagai staf akademik FIB,” ungkapnya.
Ia mengatakan FIB hanya meminta kepada pihak rektorat untuk penambahan gedung di kampus, mengingat keterbatasan ruangan bagi mahasiswa dan staf kampus. Yang ternyata ditanggapi rektorat dengan melayangkan imbauan kepada Achmadsyah agar segera pindah dari kediamannya. Rencananya rektorat akan mengalihkan rumah tersebut menjadi gedung tambahan untuk ruang kuliah.
“Untuk saat ini belum dipastikan fungsinya. Harus ditentukan dan diukur dahulu kemungkinannya,” kata Mursalim.
Sementara Presiden BEM FIB, Irwanto berpendapat tinggalnya Achmadsyah di dalam lingkungan kampus membuat mahasiswa merasa terganggu. Ia mengatakan tidak boleh ada permukiman warga di dalam kampus dan terlebih lagi FIB sedang dalam masa pembangunan.
“Sebenarnya tidak bisa rumah Pak RT itu ada di dalam kampus, tapi kami akan mengkajinya lebih lanjut lagi,” ucapnya.
Berdasarkan hasil diskusi terbuka BEM FIB dengan birokrat kampus mengenai rumah Achmadsyah pada 10 Januari lalu, Irwanto mengatakan pihak fakultas belum mengambil langkah pasti dalam mengatasi isu tersebut. Ia mengatakan fakultas hanya bisa mengharapkan kesadaran Achmadsyah untuk segera pindah dari rumahnya.
Lebih lanjut, Irwanto menegaskan jika Acmadsyah belum juga segera pindah, maka BEM FIB akan turun langsung berhadapan dengan yang bersangkutan.
Tak hanya rumah Achmadsyah, Irwanto juga menyinggung soal gedung Magister Manajemen. Ia berharap Magister Manajemen bisa segera dipindahkan ke Gunung Kelua. Mengingat kebutuhan fasilitas FIB yang mendesak di tengah jumlah mahasiswanya yang semakin banyak. (pil/dyh/wal)