Unmul: Akreditasi Elit, UKT Melejit, Fasilitas Sulit

Unmul: Akreditasi Elit, UKT Melejit, Fasilitas Sulit

Sumber Gambar: Website Unmul

SKETSA - Unmul, siapa yang tidak kenal dengan perguruan tinggi negeri satu ini. Sebagai salah satu institusi perguruan tinggi tertua yang ada di Kalimantan Timur, dan menjadi satu satunya perguruan tinggi yang banyak menawarkan berbagai pilihan jurusan sebagai “penjamin” masa depan pemuda Indonesia. Hal itu menjadikannya sebagai salah satu tujuan bagi calon mahasiswa untuk menempuh pendidikannya, terkhusus bagi rakyat yang ada di Kalimantan Timur.

Dengan banyaknya jurusan yang telah hadir dan banyaknya peminat yang tiap tahun melambung naik, sudah pasti fasilitas kampus akan memadai, kan? apalagi dengan bertambah banyaknya mahasiswa, pastinya pendapatan kampus akan lebih banyak dan bisa digunakan sebagaimana mestinya. Tetapi, apakah benar bahwa Unmul benar-benar menawarkan semua itu?

Dalam rangka melaksanakan kegiatan perkuliahan, salah satu unsur utama yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatannya adalah fasilitas. Fasilitas yang memadai melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, begitu juga sebaliknya. Tetapi, pernahkah terbesit oleh kita, apakah fasilitas yang kita dapatkan sesuai dengan yang Unmul tawarkan?

Ada berbagai macam “fasilitas” yang ditawarkan Unmul untuk mahasiswa tercintanya, seperti toilet yang out of service, trotoar pejalan kaki yang hilang jalanannya, gedung yang bocor atapnya hingga saling berebut untuk menggunakannya. Dan masih banyak fasilitas lain yang ditawarkan oleh perguruan tinggi negeri yang ada di kota Samarinda ini.

Perihal fasilitas toilet, salah satu contohnya adalah toilet yang ada di perpustakaan dan FK. Walau memiliki toilet yang luas, bukan berarti bisa digunakan secara bebas dikarenakan berbagai permasalahannya. Dari urinoir yang tidak bisa digunakan dan hanya menjadi hiasan, wastafel yang tidak mengeluarkan air, hingga bidet pada toilet duduk yang digantikan oleh gayung dan ember yang tentu airnya “sangat bersih”. Hal ini tentu saja menjadi sebuah ironi mengingat toilet-toilet tersebut digunakan khalayak orang banyak (mahasiswa, dosen, dan tamu). 

Permasalahan trotoar yang rusak, dengan menganut ideologi “Tropical Studies” bukankah seharusnya Unmul bisa memanfaatkan alam dengan baik dan bukan dirusak oleh pengusaha tambang secara “diam-diam” ditutupi dengan fulus. Salah satu pemanfaatan yang bisa dilakukan adalah dengan membuat trotoar bagi pejalan kaki menggunakan sisa pohon yang tidak terpakai dan masih dapat digunakan.

Tidak semua mahasiswa ingin bermacet-macetan di simpang tiga jalan pramuka, masih banyak mahasiswa yang menggunakan kakinya daripada harus menggunakan kendaraan yang menyumbang emisi. Mungkin sudah ada trotoar pejalan kaki yang disediakan pada beberapa titik, tapi apakah sudah layak disebut sebagai jalur pejalan kaki?

Fasilitas gedung masih menjadi perbincangan hangat sampai saat ini, bahkan sampai opini ini dirilis. Salah satunya adalah gedung Diskusi Kelompok Kecil (DKK), laboratorium, dan ruang Tes Berbasis Komputer (CBT) yang ada di FK dan FKG. Bukan rahasia umum bagi mahasiswa FK dan FKG untuk saling “memperebutkan” gedung yang ada di kedua fakultas tersebut. Hal ini dikarenakan hanya ada satu gedung yang bisa dipakai dan juga harus saling memperebutkan jadwal untuk menggunakan gedung tersebut. Tidak hanya antara FK dan FKG, terkadang sesama fakultas sendiri seperti angkatan 2024 dan angkatan 2025 saling memperebutkan ruangan tersebut. 

Hal ini tentu saja menciptakan kecemburuan sosial (khususnya bagi FKG), mengingat kedua fakultas tersebut bisa disebut sebagai “donatur kampus” yang cukup besar nilainya.

Beberapa hal diatas merupakan fasilitas umum yang paling krusial, tetapi mengapa hal ini bisa terlewatkan. Apakah karena pihak kampus terlalu sibuk dengan akreditasi hingga lupa untuk memfasilitasi, mengingat pada tahun ajaran baru ini, Unmul banyak menambah fakultas dan prodi baru sebagai penunjang akreditasi, sampai-sampai ada fakultas yang baru berdiri tetapi tidak memiliki gedung. 

Di sisi lain, ada beberapa fakultas yang ada baru-baru ini mendapatkan akreditasi “unggul” dan juga “menuju unggul” dari Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT). Hal ini menjadi ironi apakah mungkin pihak BAN-PT lupa untuk memeriksa fasilitas umum yang ada karena dimanjakan oleh ruang dekanat yang mewah dilapisi jurnal penelitian yang berisi penelitian yang sama tanpa ada inovasi di dalamnya.

Ditambah lagi dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tiap tahunnya melambung naik seperti akreditasinya, menjadi sebuah pertanyaan, ke manakah semua “pendanaan” itu pergi?

Dengan demikian, pihak kampus harus lebih mawas diri terutama dalam permasalahan fasilitas yang ada agar bisa menunjang kemajuan kampus yang berarti, daripada memunafikkan diri untuk tujuan yang belum pasti.

Opini ini ditulis oleh Muhammad Iqbal Alfarezi, mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi FKG Unmul 2024