Sumber Gambar: Detik Finance, Bekesah
Kematian Pesut Mahakam kembali menambah daftar panjang hilangnya satwa langka ini dari sungai yang seharusnya menjadi tempat mereka hidup secara alami. Populasi Pesut Mahakam yang kini diperkirakan tidak lebih dari 70 ekor membuat setiap kehilangan menjadi pukulan besar bagi keberlanjutan spesies ini.
Meski begitu, pada kenyataannya, kematian terus berulang dan kerap dikaitkan dengan aktivitas kapal tambang yang semakin padat. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Mahakam berada pada titik kritis.
Sungai yang selama ratusan tahun menjadi nadi kehidupan warga Kalimantan Timur (Kaltim) telah berubah fungsi menjadi jalur industri. Kapal tongkang pengangkut batu bara bergerak tanpa henti, menciptakan gelombang besar, suara bising, serta getaran yang mengganggu sonar pesut. Bagi hewan yang mengandalkan navigasi akustik untuk mencari makan hingga menjaga anaknya, kondisi ini merupakan ancaman mematikan.
Tidak sedikit pula kapal yang melintas terlalu dekat dengan habitat penting pesut, bahkan di area yang sebenarnya sudah diketahui sebagai titik-titik kemunculan mereka. Kehadiran industri berskala besar di tengah habitat satwa langka membuat Pesut Mahakam semakin tersisih di rumahnya sendiri.
Sebenarnya berbagai regulasi sudah disusun untuk melindungi mereka, mulai dari pembatasan jalur kapal, batas kecepatan, hingga kewajiban Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan tambang. Namun, implementasinya sering kali jauh dari kata efektif karena pengawasan lapangan yang longgar membuat aturan hanya menjadi dokumen tanpa daya.
Kapal-kapal tetap melaju cepat di wilayah sensitif, sementara sanksi bagi pelanggar jarang terdengar. Pada akhirnya, kematian Pesut Mahakam menjadi cermin dari lemahnya sistem pengelolaan lingkungan yang tidak mampu melindungi spesies di mana spesies tersebut jelas-jelas berada di ujung kepunahan.
Industri tambang memang memberikan kontribusi ekonomi, tetapi harus diakui bahwa keuntungan itu tidak sebanding dengan kerugian ekologis yang kita tanggung.
Ketika pesut hilang, kita tidak hanya kehilangan satu makhluk langka; kita kehilangan keseimbangan sungai, kehilangan daya tarik ekologis daerah, dan kehilangan identitas yang selama ini menjadi kebanggaan Kaltim.
Mahakam adalah ekosistem penting yang menopang kehidupan banyak pihak, bukan hanya rute logistik dan jalur batu bara. Jika kita terus mengabaikan kesehatan sungai demi kepentingan jangka pendek, maka dampak jangka panjangnya akan jauh lebih merugikan.
Tragedi berulang ini seharusnya menjadi titik balik. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu menunjukkan keberpihakan yang tegas terhadap pelestarian Pesut Mahakam.
Hal ini memerlukan langkah konkret, yaitu pengawasan harus diperketat, kapal tambang wajib mengikuti ketentuan jalur dan kecepatan dengan disiplin, serta perusahaan yang melanggar izin lingkungan harus mendapat konsekuensi nyata.
Selain itu, perlu ada langkah-langkah serius untuk menetapkan kawasan konservasi yang benar-benar steril dari aktivitas industri sehingga pesut memiliki ruang aman untuk hidup dan berkembang biak. Masyarakat lokal, yang selama ini menjadi saksi langsung kondisi sungai, juga perlu dilibatkan dalam pelaporan, edukasi, dan penjagaan habitat.
Kematian Pesut Mahakam bukan cerita baru, tetapi bukan berarti harus menjadi hal yang kita anggap biasa. Setiap bangkai pesut yang ditemukan adalah alarm keras bahwa ada yang sangat salah dalam cara kita memandang dan mengelola sungai Mahakam.
Jika kita terus mengabaikan hal ini, mungkin dalam waktu dekat pesut hanya akan tersisa sebagai gambar dan cerita, bukan lagi makhluk hidup yang bergerak bebas di sungai kebanggaan Kaltim.
Sungai Mahakam telah memberikan kehidupan bagi begitu banyak orang. Sudah semestinya kita memberikan kesempatan yang sama kepada Pesut Mahakam untuk hidup, bukan sekadar bertahan di tengah ancaman industri.
Perlindungan pesut bukan hanya isu lingkungan, melainkan ujian moral, identitas, dan masa depan kawasan kita. Jangan menunggu sampai semuanya terlambat.
Opini ini ditulis oleh Aidah Azizah, mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Unmul 2025.