HIDUP MAHASISWA, HIDUP RAKYAT, HIDUP PAHLAWANKU!
MERDEKA!!!
Assalamualaikum Wr.Wb, Shalom, Om Swastyastu, Nammo Buddhaya dan Salam Sejahtera.
Sudah tahukah kita apa yang terjadi tanggal 10 November? Mengapa di kalender kita tertulis Hari Pahlawan?
Pertanyaan yang cukup sederhana, namun apakah kita sadar dan mengetahui apa yang terjadi 72 tahun yang lalu pada bangsa Indonesia dan apa yang seharusnya kaum muda lakukan untuk negara yang kita cintai dan banggakan ini?
10 November 1945 – 10 November 2017. Tepat 72 tahun lamanya sejarah ini diwariskan kepada generasi kita yang saat ini masih berpijak di Bumi Pertiwi. Hari Pahlawan 10 November adalah peristiwa sejarah yang tidak bisa dilupakan oleh anak bangsa Indonesia. Belajar dari sejarah kala itu, di mana belum genap 3 bulan Negara Indonesia diproklamirkan dan sedang gencar-gencarnya membangun kesadaran dan semangat kemerdekaan, serta pembangunan legitimasi kedaulatan bangsa Indonesia harus dilukai dengan insiden Hotel Yamato, Surabaya. Karenas Mr. Ploegman (Belanda) mengibarkan Bendera Merah Putih Biru di Hotel tersebut.
Ditambah lagi dengan kehadiran tentara Inggris (AFNEI) untuk melucuti senjata Jepang. Perkara ini tidak direspon secara biasa bagi para pejuang dahulu. Bahkan dengan masif dan gamblang pemuda saat itu menunjukkan sikapnya dengan merobek bendera itu menjadi bendera Merah Putih. Sikap yang ditunjukkan itu karena ada rasa nasionalisme dan patriotisme. Pemuda kala itu yang merasa kedaulatan Negara dan Bangsanya dilecehkan dan dihina.
Hal ini tidak berhenti sampai pada merobek bendera, tetap berlanjut pada peristiwa berdarah yang meletus pada tanggal 27 Oktober 2017 dan akhirnya terjadi gencatan senjata antara Indonesia dan Kolonialisme Inggris. Tetapi, itu tidak memuaskan Pemuda Indonesia saat itu sehingga perang terus terjadi sampai pada puncaknya yaitu tanggal 10 November 2017 dan pasukan Inggris. Peristiwa ini cukup dikenang juga karena banyak sekali memakan korban jiwa. Ini merupakan fakta secara umum dan singkat Sejarah Hari Pahlawan.
Memperingati Hari Pahlawan terkenal dengan ungkapan yang cukup familiar yaitu “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati Pahlawannya”. Ungkapan yang cukup fenomenal inilah yang dikemukakan oleh Proklamator Bung Karno saat Berpidato di Hari Pahlawan 10 November 1961. Momentum Hari Pahlawan juga adalah sarana yang tepat untuk mereview kembali pemahaman kita akan arti Hari Pahlawan melalui sejarahnya dan apa yang membedakan situasi kala itu dengan kondisi sekarang. Jika tidak, hanya akan menjadi seremoni tanpa makna dan tak membuat apapun bagi perubahan Negara.
Realita dan tantangan kita sekarang adalah menghadapi pemuda dan mahasiswa yang harusnya menjadi pilar persatuan dan kemajuan Bangsa ini justru banyak melupakan pemaknaan Hari Pahlawan. Tanggungjawab ini seolah-olah dibebankan kepada Pemerintah. Bahkan dunia pendidikan harus mengadakan seremoni warisan Hari Pahlawan.
Rasa peduli yang sangat kecil dari kelompok pemuda dan mahasiswa ini seolah-olah mengatakan bahwa tidak ada nilai materi yang didapatkan dari momentum mengenang Hari Pahlawan tersebut. Ini terjadi akibat pikiran sempit dan pragmatis yang sangat mendominasi di generasi milenial saat ini. Kita boleh sepakat mengatakan hal ini, karena ini adalah fakta yang ada.
Dari persepsi tersebut kita dapat menarik benang merahnya dalam keadaan Indonesia saat ini bahwa kita berada dalam keadaan memprihatinkan. Contoh saja peringatan Hari Pahlawan ini, seberapa banyak pemuda dan mahasiswa yang mengenal Pahlawan yang telah berjuang dan berdarah-darah demi tegaknya Republik Indonesia. Kita justru dininabobokan dengan lebih mengetahui dan membanggakan artis-artis, pemain film, penyanyi bahkan sampai budaya asing yang justru bukan membuat kita semakin kritis, tetapi membuat kita lupa akan tanggungjawab sebagai pilar persatuan dan peradaban bangsa ini.
Kita harusnya belajar dari pengalaman-pengalaman pendahulu kita. Indonesia, Bumi Pertiwi sedang diuji dengan banyaknya oknum-oknum bangsa ini yang atas dasar demokrasi kemudian melegitimasi dirinya untuk sebebas-bebasnya berbuat di negeri ini. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan jiwa nasionalisme serta patriotisme kita sedang dihadapkan dengan oknum-oknum yang dengan bangganya berbuat tindakan-tindakan radikal dan intoleran.
Ingat kawan! Bangsa ini dibangun dengan darah yang mahal dan persatuan yang kuat. Lantas di manakah posisi kita sebagai kaum muda melihat problematika ini? Ya jelas kita harus mengganyang sikap-sikap radikal dan intoleran ini dengan membangun sinergitas serta simpul-simpul persatuan kaum pemuda dan mahasiswa yang menjadi representasi masyarakat Indonesia.
Sebuah keniscayaan adalah dengan bangunan kokoh yaitu sinergitas dan simpul-simpul persatuan itulah yang dapat membangun Negeri ini. Kita boleh mempunyai cara-cara yang berbeda dalam membangun negeri, tetapi harus satu tujuan yang sama untuk membangun NKRI. Kembali kita diingatkan lewat peringatan Hari Pahlawan ini, mereka yang dulu meninggalkan dan mengorbankan banyak hal untuk kepentingan bersama.
Mematikan sikap-sikap apatisme terhadap persoalan di negeri ini juga menjadi catatan penting bagi kita. Generasi milenial yang difasilitasi oleh globalisasi yang mengalir deras harus kita filter agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang banyak. Memaknai Hari Pahlawan juga kita diingatkan dengan pahlawan-pahlawan kecil kita dalam keluarga, seperti guru, buruh, petani, nelayan, pabrik-pabrik dan sebagainya. Pahlawan-pahlawan ini yang dilupakan oleh kebanyakan dari pemuda dan mahasiswa.
Padahal peran sertanyalah kita dapat bertahan hidup di Bumi Pertiwi ini dan sampai dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi guna menjadi manusia yang berguna, guna menjadi manusia yang dapat sadar akan perannya membangkitkan kembali semangat kesatuan dan persatuan agar pembangunan negeri ini juga kita setidaknya menggoreskan catatan pribadi kita untuk Indonesia.
Mari bangkit dengan semangat persatuan untuk membangun negeri ini lebih adil, makmur dan sejahtera karena kita tidak mengangkat bambu runcing dan senjata lagi, tetapi berjuang untuk bersaing secara ide, gagasan, ilmu, ekonomi dan teknologi dalam era Generasi Milenial. Ambil Apinya Bukan Abunya!
Ditulis oleh Armin Beni Pasapan, Sekretaris Cabang GMKI Samarinda, mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Unmul 2014